Agama merupakan fenomena universal yang selalu melekat dalam diri manusia, oleh karenanya kajian tentang agama selalu mengalami perkembangan dan menjadi kajian penting seiring berkembangnya ilmu pengetahuan.
Namun, hingga saat ini dari sekian banyak definisi yang dikedepankan oleh para teoritis agama tidak mendapatkan kesepakatan untuk menafsirkan agama itu sendiri. Keragaman terhadap definisi agama, mendapatkan banyak warna sehingga memunculkan sebuah titik temu bahwa agama tergantung dari sudut mana seseorang memandangnya.
Para ahli teolog memandang bahwa agama sebagai seperangkat aturan yang datang dari “Tuhan” sementara para psikolog, antropolog dan sosiolog memandang agama sebagai ekspresi manusia dalam merespon terhadap permasalahan kehidupan yang melingkupi banyak hal.
Secara bahasa, agama berasal dari bahasa Sanskerta diambil dari suku kata ‘a’ yang berarti tidak, dan ‘gama’ yang berarti kacau. Jadi, agama memiliki makna tidak kacau, atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.
Sedangkan menurut KBBI, agama merupakan sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah pergaulan manusia dengan manusia dan lingkungannya.
Dalam perkembangan selanjutnya, definisi terhadap agama semakin menyempit serta memiliki konsep yang jelas. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh Edward Burnett Tylor yang mendefinisikan agama sebagai kekuatan supranatural dan memandang agama mirip dengan magis, lalu terdapat pendapat lain dari James George Frazer yang memandang magis merupakan jalan menuju agama. Kemudian, pengertian agama yang lebih mengerucut ini menjadi berkembang lagi seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dan Karl Max, kedunya mendefinisikan agama sebagai kepercayaan kepada Tuhan ( keyakinan Monotoeisme) meskipun sekedar permukaannya saja.
Agama merupakan suatu gejala yang sering “ada di mana-mana” sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Agama berkaitan dengan usaha-usaha pribadi seorang manusia dari keberadaannya baik untuk kehidupan pribadi maupun alam semesta.. Penulis-penulis terdahulu seperti Tylor dan Spencer menganggap agama sebagai suatu hasil pemikiran manusia dan hasratnya untuk mengetahui.
Dalam kacamata para pakar teolog, psikolog serta antropolog maka agama akan di interpretasikan sebagai berikut:
Para teolog memaknai agama sebagai seperangkat ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, anatara manusia dengan manusia lainnya, serta antara manusia dengan lingkungannya. Menurut perspektif sosiologi mereka menggambarkan bahwa terdapat dua bentuk utama. Pertama bersifat empiris, dalam studi sosiologi tentang agama berupaya mendasarkan interprestasinya pada data, yakni berupa suatu pengalaman-pengalaman yang kongkrit. Kedua bersifat objektif bahwa interprestasi-interprestasi mereka tentang agama berdasar data yang ada bukan menurut yang seharusnya.
Selanjutnya saat seorang psikolog mengungkapkan argumentasinya, mereka mengatakan bahwa agama dipahami sebagai penyakit mental. Dari sudut pandang William James mendefinisikan agama sebagai “segala perasaan, perilaku dan pengalaman manusia individu dalam kesunyiannya, sejauh mereka memahami dirinya sendiri berada dalam kaitan dengan segala apa yang dianggap sebagai Tuhan.”
Dalam pandangan antropolog agama diartikan sebagai sebuah ekspresi manusia di dalam tanggapannya terhadap yang supranatural. Yang menjadi karatketristik agama dalam hal ini adalah kepercayaan pada roh yang befikir, berttindak dan merasa seperti manusia.
Di tanah yang katanya serig disebut tanah surga ini, agama memiliki sudut pandang yang sangat penting, Karena Indonesia adalah Negara “agama”, dimana pancasila sebagai dasar Negara menegaskan tidak ada orang yang tidak beragama di Indonesia. Agama bagi suatu masyarakat tidak lebih dan tidak kurang pula bisa kita simpulkan dari beberapa definisi yang telah penulis paparkan diatas. Kehadiran agama bagi suatu masyarakat lebih khususnya di bumi Pertiwi ini, mampu memberikan suatu kontribusi yang besar demi kelangsungan hidup masyarakat.
Secara geografis Negara agraris yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki beragam macam suku, ras, bahasa serta agama yang indah untuk dikaji. Namun, dalam pembahasan artikel ini, penulis akan lebih banyak menyinggung tentang agama dan paradigmanya dari masyarakat.
Secara bahasa masyarakat merupakan sekelompok orang dalam sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka yang sebagian besar interaksinya adalah antar individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Dalam interaksi yang terdapat pada masyarakat itu, tentu hadirnya agama menjadi akar sebuah kehidupan sehingga mampu meengokohkan segala beban yang tertahan dalam suatu pohon kehidupan.
Sama halnya dengan agama yang saat ini berada ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Selain kata Agama, juga dikenal kata Din dalam bahasa arab. Din artinya menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan kebisaan. Artinya memang mempunyai norma-norma yang harus ditataati. Sehingga agama diartikan keadaan seseorang dalam tunduk patuh kepada Tuhan menjalankan ajaran-ajaran agama.
Sehingga agama diartikan sebagai norma yang mengatur setiap gerak-gerik kehidupan manusia, menjadi rem yang siap mengontrol laju perjalanan suatu kehidupan. Dalam pengertian filsafat umum, telah disampaikan bahwa suatu hal yang akan mewarnai dunia, yakni agama dan filsafat. Dalam artian agama adalah peraturan tentang cara hidup. Maka pantas sudah jika agama yang saat ini digenggam dengan kuat sebagai pegangan hidup manusia. Ditambah lagi, di Zaman millennial yang mana telah kita temukan berbagai macam fenomena miris, sehingga agama sangatlah penting menjadi asset terbaik sepanjang masa.
Jika kita terus memandang jauh untuk masa depan. Sudut pandang agama akan terus mengalami peningkatan. Hingga nantinya agama akan selalu menjadi sebaik-baiknya raga hidup yang tiada habisnya. Sesuai perspektif sosiologi, agama merupakan pandangan hidup yang harus diterapkan dalam masyarakat. Agama lah yang menjadi unsur kepridian setiap individu pada masyarakat, sehingga sulit untuk terdefinisikan dengan menggunakan perspektif sosiologis yang selalu bersifat sosial. Benar, jika jika di satu sisi agama bersifat individual. Sosiologi agama sebagaiu dasar kehudupan masyarakat memungkinkan lahirnya sikap toleransi, dan setiap individu menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok yang berbeda agama atau kepercayaannya, sehingga perbedaan inilah yang melahirkan sikap toleransi.
Sebagai apa yang dipercayai, agama memiliki peranan penting dalam hidup dan kehidupan manusia baik secara pribadi maupun secara kelompok. Secara umum pandangan hidup pribadi atau kelompok manusia (masyarakat) terhadap agama bisa kita interpretasikan sebagai:
- Norma yang mengatur tatanan dalam bermasyarakat.
- Sebagai kontrol sosial dalam bermasyarakat.
- Pemupuk solidaritas
- Penyelamat kehidupan.
Dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh agama memilki beraneka ragam perspektif. Masyarakat dengan segala aktifitas dan interaksinya. Menyudutkan agama menjadi berbagai macam pandangan. Menurut gaya hidup serta perilaku sosialnya, antara masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki perbedaan sudut pandang terhadap agama. Bukan, untuk maksud membedakan antara keduanya, penulis ingin memetakan bahwa benar adanya. Sudut pandang antara keduanya jelas berbeda.
Masyarakat pedesaan, lebih memandang agama merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dijadikan pedoman, pegangan serta pengikat tali hubungan antara dirinya serta Tuhan Sang Maha pencipta. Mereka menjadikan agama sebagai suatu hal yang harus dijaga serta di jadikan bentuk kesatuan diri nya. Namun, tidak menutup kemungkinan, agama yang ada dalam masyarkat desa masih sangat kental pula dikaitkan pada tradisi yang telah melekat dalam roda kehidupannya.
Sedangkan, agama dari sisi sudut Kota saat ini sangat miris jika kita nikmati seksama. Agama hanya sebagai identitas atau pamong atas diri pribadi masyarakat. Eksistensi yang mereka pakai denga adanya wajah agama menimbulkan banyak pro dan kontra, sehingga banyak terjadi konflik yang diakibatkan oleh adanya rasa tidak puas dalam mengemban suatu amanah dalam beragama.
Mereka mengakui adanya agama yang di anut dalam hidupnya. Namun, jika amati seksama, agama hanya terlihat ketika hari perayaan telah tiba. Misalnya, ketika hari raya Idul Fitri dalam islam telah tiba, semua orang islam keluar menunjukkan jati dirinya. Sama halnya pula ketika Natal tiba, seluruh masyarakat Kristiani meramaikan dengan segala bentuk kemewahan, berbeda dengan hari-hari minggu biasanya. Saat dimna mereka harus menemui Tuhannya, mereka terkadang lupa dengan agama dan kepercayaannya.
Jika kita cermati dengan baik, sejatinya semua agama sama-sama mengajak umatnya untuk menuju kebaikan, hanya saja memang setiap individu masyarakat memilki daya fikir dan nalar yang berbeda. Mereka berbeda dalam hal menyikapi hadirnya agama yang melekat dalam jasad serta tubuhnya. Bagi sebagian orang, agama hanya bentuk pengakuan diri yang harus diabadikan. Karenanya, sangat disayangkan jika agama lagi-lagi hanya menjadi sebuah lukisan dinding bagi hidup setiap individu.
Oleh karena itu, jika agama disebut sebagai wajah ganda bukanlah suatu pernyataan yang salah dan harus dipermasalahakan. Karena sejatinya dalam setiap kurun waktu definisi agama terus mengalami perkembangan atau penyempitan. Contoh saja, dalam kehidupan bermasyarakat sangat jelas, bahwa agama merupakan kepercayaan, aturan hidup, rem bagi setiap roda jalur kehidupan, serta masih banyak lagi sudut pandang mana yang akan mendefinisikann.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H