Selamat pagi pak Nadiem.  Semoga sehat selalu ya pak. Beberapa bulan yang lalu saya melihat postingan tentang Program Organisasi Penggerak, dan saya sempat mengisinya sih, untuk ikut ambil bagian pada program yang Bapak inisiasi. Tapi ketika mulai membuat proposal, saya merasa gamang. Ih banyak banget uang yang disalurkan. Jadi meski saya praktisi pendidikan anak usia dini, memiliki lembaga pendidikan anak usia dini, dan memiliki organisasi dan staf  yang cukup berpengalaman di dunia pendidikan anak usia dini, saya memilih tidak jadi mengirimkan proposal keikut sertaan lembaga saya. Saya tak yakin mampu mempertanggung jawabkan uang segitu banyak.
Lalu beberapa hari yang lalu, sebuah NGO, yang saya tahu sama sekali tak pernah berhubungan dengan dunia pendidikan, apalagi  terlibat dalam peningkatan kapasitas guru, dan sama sekali  tidak memiliki staf yang kompeten di bidang ini,  lolos verifikasi dan masuk dalam organisasi yang mendapat proyek ini.Â
Tapi selain bahwa persoalan di atas, menurut saya ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang, sehingga dana bisa dialihkan ke hal lain, Â karena beberapa alasan :
1. Peningkatan kompetensi guru sebenarnya bisa dimulai dari peningkatan kapasitas pengawas dan atau penilik sekolah. Karena setahu saya tiap kecamatan memiliki penilik atau pengawas yang bertugas membina guru-guru di area binaanya. Seharusnya di masa pandemi ini, justru anggaran sebaiknya digunakan untuk meningkatkan kualitas penilik/pengawas agar mereka bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Â Darpada mengalihkan tanggung jawab pembinaan guru ke pihak ke tiga, yang memakan biaya begitu besar dan rawan penyalah gunaan. Kalaupun ingin menggunakan inovasi yang digagas oleh organisasi swasta, menurut saya lebih baik tim kemdikbud mengadakan penelitian rekam jejak dan aktivitas organisasi yang memang sudah terbukti berhasil dalam inovasinya untuk meningkatkan mutu dunia pendidikan kita. Lalu diajak untuk duduk bersama berbagi pengalaman.
Saya ingat dulu Bapak saya sampai pensiunnya adalah pengawas/penilik TK SD di kotagede, tiap hari  beliau berkeliling di sekolah -sekolah binaanya, mengawasi dan membimbing guru-guru yang menemui kesulitan. Bahkan beliau juga mengajar di sekolah-sekolah binaanya untuk memberi contoh bagi guru-guru binaannya. Alhamdulillah testimoni dari sekolah-sekolah dan guru-guru binaan almarhum ayah saya sangat bagus dan banyak guru berkualitas terbentuk di sana.
2. Dana digunakan  membantu meningkatkan infrastrukur sekolah,  yang kesulitan dalam pengadaan misalnya laptop atau komputer dengan specifikasi yang cukup untuk digunakan dalam pembelajaran jarak jauh, pengisian dapodik, yang kita tahu cukup mahal.Â
Selain itu juga untuk pengadaan infrastruktur sekolah agar ketika sekolah harus buka anak-anak bisa belajar dengan aman. Misal membuat sekat antar meja, pengadaan termometer dan sebagainya.
3. Fakta bahwa banyak anak-anak kita yang kesulitan untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh karena tidak memiliki gadget yang support. Sehingga mungkin dana bisa dialihkan untuk memecahkan persoalan tersebut.Â
4. Mengkaji ulang masalah BDR ini karena banyak masalah yang muncul dengan BDR ini. Misalnya bagi sekolah  anak usia dini,  banyak anak yang mengundurkan diri sementara sehingga tidak ada pembayaran SPP dengan demikian sekolah tidak bisa membayar gaji guru. Selain bahwa anak-anak menjadi bosan di rumah dan main keluar karena tidak ada yang menjaga. Sehingga dilaporkan bahwa di masa pandemi ini terjadi peningkatan angka kekerasan terhadap anak.
Demikian surat saya pak. Semoga bisa menjadi bahan pertimbangan. Mohon maaf jika ada kata yang tidak berkenan. Terimakasih. Salam hangatÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H