Sudah lama ingin aku abadikan kenangan ini dalam sebuah catatan kecil di blog. Namun, minimnya waktu untuk berinspirasi menuangkannya dalam rangkaian kata.
Kisah ini bermula hampir satu tahun yang lalu. Aku memiliki salah seorang murid "spesial" di kelas putri, sebut saja namanya X. Aku katakan spesial karena dia memang unik, agak berbeda dengan teman-temannya. Kebetulan waktu itu aku juga sebagai pendamping kelas VII putri. Jadi, sedikit banyak aku tahu perkembangannya dalam mengikuti pelajaran.
[caption id="attachment_320814" align="aligncenter" width="253" caption=""][/caption]
Keunikannya lebih mengarah ke arah negatif menurutku waktu itu. Si X tertinggal di semua mata pelajaran, tentunya termasuk mata pelajaran matematika yang aku ampu. Tidak pernah dia absen mengikuti remedial ulangan harian semua mata pelajaran di sekolah kami. Bahkan ulangan tengah semester maupun akhir semester.
Namun, aku mengakui X anak yang gigih, semangatnya dia tunjukkan ketika mengikuti pelajaran. Sering aku tanyakan padanya apakah dia masih belum jelas tentang materi yang aku berikan walaupun sebenarnya ada perasaan "jengkel" dalam hatiku tatkala dia tak kunjung mengerti ketika sudah berkali-kali dijelaskan. Dan hal ini memang dibenarkan pihak keluarganya, X memang lemah sejak SD. Apalagi setelah ayahnya meninggal, seperti ada perasaan trauma padanya.
Tak jarang kami para guru memperbincangkan X, mengeluhkan prestasinya. Saya dan guru IPA yang juga sebagai wali kelasnya sering memperbincangkannya. Misalnya, ketika ada soal yang harus melakukan operasi pembagian. Si X yang notabene sudah kelas VII, masih menggunakan pengurangan berulang untuk menemukan hasil pembagian. Bayangkan saja, materi SMP angkanya sudah ratusan ribu, ditambah lagi ada bilangan negatif dan pecahan. Kalau cara membaginya masih seperti itu, akan selesai dalam berapa jam? Itu yang sering kami obrolkan.
Sampai suatu ketika, pada mata pelajaran akhlak ada materi sifat terpuji dan tercela. Ketika pembelajaran, guru yang mengampu meminta para siswa menuliskan hal-hal terpuji dan tercela dari diri masing-masing siswa. Hasilnya dikumpulkan. Oleh guru tersebut, para guru yang lain diminta untuk membaca tulisan siswa-siswa tersebut. Ada di antara mereka yang malah menuliskan celaan terhadap teman atau bahkan guru. Sampai salah seorang guru menemukan tulisan X. Selesai membaca tulisan tersebut, diberikan kertas itu padaku. Kubaca dengan seksama. Dan subhanallah..
Tak terasa menitiklah air mata ini. X, anak yang sering saya obrolkan kekurangannya, menuliskan hal-hal yang baik-baik di atas kertas itu. Bahkan dituliskan juga seuntai do'a untuk para guru agar kami selalu sehat, panjang umur, sukses, dan bahkan kami dido'akan agar bisa naik haji.
Sungguh, seperti disayat-sayat hati ini waktu itu. Antara terharu, malu pada diri sendiri, dan bangga. Bahkan, ketika menuliskan ini pun, saya masih merasakan ada setitik air di sudut mata.
Namun sayang, X si anak mulia ini sekarang sudah bukan lagi bagian dari sekolah kami. Tahun ajaran baru 2014/2015 orang tuanya memutuskan untuk memindahkan X ke sekolah lain yang grade-nya lebih rendah karena memang ibunya menyadari kemampuan akademik putrinya tidak mampu mengikuti tuntutan yang ada di sekolah kami.
Untuk X, terima kasih telah memberikan pelajaran berharga kepada ustadzah. Maafkan ustadzah jika sering memandangmu sebelah mata. Namun di balik kelemahanmu, tersimpan jiwa yang sangat mulia. Sukses selalu buatmu, Nak.
"Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPPTK Matematika"