Mohon tunggu...
Wiji Pagi
Wiji Pagi Mohon Tunggu... -

Tunduk Ditindas Atau bangkit Melawan, Sebab Diam adalah Pengkhianatan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Nasib Aktivis yang Hilang & Karir Para Penculik

4 Februari 2014   17:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: merdeka.com

[caption id="" align="aligncenter" width="670" caption="sumber: merdeka.com"][/caption] Abang, hari ini, 29 Mei 2012, empat puluh satu tahun yang lalu, telahir dikau dari rahim Ibundamu

Kautanggalkan segala yang kau punya, kautinggalkan ayah bunda, saudara, sahabat, teman bahkan kekasih untuk perjuangan demokrasi…

Sehingga, jelas sudah pemaknaan arti hidupmu… dimana militansi dan gerakan perjuangan melekat kuat pada dirimu…

Pabila kautanyakan kemana saja aku selama ini, akan kujawab sudah kutepati dan kujalani hidupku seperti yang kauminta dan kauajarkan… jauh dari pengkhianatan terhadap semua perjuangan dan pengorbananmu…

Do’aku, di manapun dikau kini… semoga Yang Kuasa senantiasa melimpahkan rahmatNya serta Menjaga – mu.

Dulu kita memang tak singgah pada satu dermaga yang sama, namun telah kautawarkan dermaga berikutnya yaitu dermagaNya… dermaga terakhir dimana semua keadilan bermuara disana…

Puisi ini dibuat oleh teman dekat Herman, salah satu aktivis yang dinyatakan hilang dalam penculikan tahun 1998. Puisi tersebut dibacakan oleh penulisnya sendiri dalam peringatan 14 tahun orang – orang hilang di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair pada akhir September 2012.

Herman Hendrawan (mahasiswa Fisip Unair jurusan ilmu Politik 90) da Bimo Petrus Anugerah (mahasiswa Fisip jurusan ilmu Komunikasi 93) adalah aktivis SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi).

SMID adalah organisasi massa PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang lantang menuntut reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru. Herman adalah ketua PRD Surabaya. Di tengah upaya memperjuangkan demokrasi, kedua aktivis itu diculik aparat dan hilang sampai sekarang.

Herman diculik tanggal 12 Maret 1998 bersama Faisol Riza dan Raharja Waluyo Jati, saat mereka selesai menghadiri konferensi pers KNPD (Komite Nasional untuk Perjuangan Demokrasi) di YLBHI jalan Diponegoro, Jakarta. Riza dan Raharja dipulangkan setelah ditahan dan siksa, sedangkan Herman bersama 12 aktivis lainnya dinyatakan hilang sampai sekarang.

Peculikan Herman bermula saat Gubernur Jatim Basofi dan Pangdam Brawijaya sebagai Pembina politik mengangkat ketua PDI Jatim tandingan yang diketui oleh Budi Hardjono dan menolak Sucipto yang merupakan ketua PDI pro Megawati Jatim.

Penindasan yang dilakukan aparat birokrasi – militer di Jatim atas Sucipto ini yang mempertemukan SMID dengan PDI Megawati Jatim pimpinan Sucipto. SMID, PRD dan PDI Megawati merasa mendapat musuh bersama. Hubungan mereka sangat baik dan semakin intens setelah Kongres Medan yang direkayasa oleh militer.

Tanggal 28 Juli 1996, satu hari setelah penyerbuan kantor DPP PDI Megawati di jalan Diponegoro, Herman menjadi salah satu pimpinan aksi massa ribuan massa PDI Megawati Jatim. Ini adalah aksi terakhir Herman di Surabaya sebelum dia berangkat ke Jakarta karena keesokan harinya PRD resmi dituduh sebagai dalang kerusuhan oleh Meno Polkam Soesilo Sudirman.

Setelah itu para aktivis PRD Surabaya dan ormas – ormasnya yang ditangkap dan disiksa oleh Bakorstanasda Kodam Brawijaya. Mereka selalu ditanya dimana keberadaan Herman dan hubungan PRD dengan Sucipto. Menurut Prabowo, PRD lah yang sebenarnya menjadi target dari operasi Tim Mawar bukan orang PDI Megawati.

Tim Mawar adalah sebuah tim kecil beranggotakan 11 orang dari kesatuan Kopassus Grup IV. Tim ini terbukti sebagai dalang penculikan para aktivis politik pro – demokrasi 1998. Pada 6 April 1999 Mahkamah Militer II Jakarta yang diketui Kolonel CHK Susanto memvonis Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono 20 – 22 bulan penjara.

Di pengadilan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono menyatakan bahwa seluruh kegiatan penculikan aktivis itu atas perintah dan dilaporkan kepada komandan grupnya yaitu Kolonel Chairawan. Tapi Chairawan tidak pernah diajukan ke pengadilan.

Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang dibentuk untuk kasus itu memberikan sejumlah rekomendasi kepada pimpinan ABRI. Atas rekomendasi itu Pangab yang saat itu dijabat Jenderal Wiranto menjatuhkan hukuman kepada mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas (dipecat). Pada pemeriksaannya, Prabowo mengakui bahwa dia yang memerintahkan eksekusi penculikan tersebut.

Anggota tim mawar lainnya; Kapten FS Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Yulius Selvanus dan Kapten Untung Budi Harto dihukum masing – masing 20 – 22 bulan penjara. Bambang Kristiono dan 4 anggota yang terakhir juga dipecat sebagai anggota TNI.

Enam prajurit lainnya; Kapten Dadang Hendra Yuda, Kapten Djaka Budi Utama, Kapten Fauka Noor Farid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi dihukum 12 – 16 bulan penjara. Namun mereka tidak dipecat dari satuan militer.

Meskipun ditahan dan sebagian dipecat dari TNI, mereka tenang – tanang saja. Walaupun berada di tahanan, mereka sesekali bisa ke Jakarta untuk mengambil uang saku dari komandan mereka. Mereka juga tenang – tenang saja dan mengatakan bahwa penjara di Cimahi itu hanya satu tahap yang harus mereka jalani.

Meski pengadilan menyatakan mereka diberhentikan, tapi nyatanya tidak. Karir mereka tetap melesat tetapi disembunyikan diam – diam. Tahun 2007 diketahui bahwa FS Multhazar menjabat Dandim Jepara, Nugroho Sulistyo Budi menjabat Dandim Semarang, Untung Budi Harto menjabat Dandim Ambon, Dadang Hendra Yuda menjabat Dandim Pacitan dan Jaka Utama menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser. Semuanya dengan pangkat Letnan Kolonel.

Karir yang mereka rintis diatas nyawa dan duka dalam keluarga mereka yang hilang hingga saat ini. Tidak hanya karir anggotanya saja yang melejit, pimpinannya Parobowo juga begitu. Seolah lupa akan jejak kelam dan dosa - dosanya,  Prabowo melenggang santai dengan kendaraan politiknya, Gerindara bertarung menuju orang nomor satu di Indonesia, Presiden RI 2014. Tak tahu malu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun