[caption id="" align="aligncenter" width="630" caption="sumber: kaskus.co.id"][/caption]
Jendral Partai Gerindra Sudaryono, mengatakan Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto kecewa karena batal menjadi pembicara dalam acara Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara di Hotel Savoy, Bandung, Rabu (05/03).
Kedatangan Prabowo menjadi pembicara di acara tersebut membuat ratusan mahasiswa yang hadir berselisih pendapat. Mereka menolak kedatangan Prabowo yang dianggap masih terlibat dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Seperti yang diketahui, tanggung jawab Prabowo sebagai dalang tragedi Mei 98 dan nasib 13 aktivis yang masih hilang saat ini belum selesai. Meskipun ditetapkan pengadilan dan dewan kehormatan militer sudah membuktikan keterlibatannya dalam peristiwa tersebut, namun Prabowo masih berkilah dan menolak bertanggung jawab atas hilangnya ke – 13 aktivis tersebut. Hal ini tidak hanya menyakiti hati keluarga korban tetapi juga mahasiswa sesama aktivis.
Melalui pernyataannya di berbagai media, Prabowo seolah ingin melepas tanggung jawab dengan melimpahkan kesalahan tersebut pada pihak lain. Menurutnya, apa yang dilakukannya saat itu sesuai dengan perintah atasannya. Namun faktanya, banyak gerakan Prabowo yang diluar kendali dan komando atasannya saat itu Jenderal Wiranto. Seperti mengerahkan pasukan ke Jakarta tanpa seizing atasannya.
Upaya “penghapusan” dosa juga dilakukan Prabowo lewat film documenter besutan Gerindra berjudul “Sang Patriot”. Namun apa yang dikatakan Prabowo dalam media massa sebelumnya justru bertolak belakang dengan pesan yang disampaikan dalam film tersebut.
Diceritakan dalam film itu, bahwa ketika terjadi huru – hara di Jakarta, Prabowo menolak ajakan Jenderal Wiranto untuk menghadiri acara di Malang. Saat itu, menurut Fadli Zon dalam film tersebut, Prabowo sudah menghubungi Jenderal berulang kali agar tidak pergi ke Malang.
Namun apa yang dilakukan Prabowo dengan menolak perintah dan langsung mengerahkan pasukan ke Jakarta itu justru memicu bentrok dan genjatan senjata dengan para demonstran sehingga berujung pada penembakan sejumlah mahasiswa Trisakti.
Prabowo yang hingga saat ini dilarang memasuki sejumlah negara besar seperti Amerika dan Australia, tengah berupaya keras “mencuci” dosa atas pelanggaran HAM berat tersebut dengan membuat pernyataan yang menyakitkan hati keluarga korban dan aktivis 98. Hal itu dilakukannya untuk memuluskan jalan menuju RI 1.
Oleh karena itu, segenap pihak harus terus bertindak melakukan aksi menolak lupa terhadap dosa – dosa Prabowo di masa silam. Apa yang telah diperbuatnya adalah noda hitam dalam sejarah reformasi Indonesia. Catatan kelam yang masih tersisa hingga saat ini tidak bisa dilupakan begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H