Mohon tunggu...
Wiji Raharjo
Wiji Raharjo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lulusan Diploma III Akuntansi yang tersesat sebagai PNS di Biro Hukum salah satu kementerian yang menangani uang, mantan mahasiswa Geografi UGM Angkatan 2007 yang di-DO, penikmat bola, pecinta game dan konsol, bibliomaniak akut, hamba Allah yang tengah munyuci dosa dan seorang musafir pengembara di jalan sastra. Tapak jejaknya bisa ditengok di http://esjerukmanisanget.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mah, Matanya Kakak Itu Kenapa?

28 Mei 2015   13:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:30 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Mah, matanya kakak itu kenapa?" tanya seorang bocah kepada ibunya seraya menunjuk kepadaku,right in my right eye:D.

Mamanya yang merasa tidak enak meminta maaf kepadaku."Maaf ya mas".

"Aha gapapa kok bu. Ini kakak blasteran dek, jadi papa kakak dari indonesia, mama kakak dari amerika makanya mata kakak beda kiri kanan. Hehe".

"Oo, gitu ya"

Mungkin kalau pertanyaan itu diajukan kepadaku sewaktu saya dulu SD atau awal-awal SMP mungkin aku akan sebal, marah, kesal, sedih dan perasaan perasaan negatif lainnya. Tapi ketika itu diajukan sekarang, apalagi oleh anak kecil lucu yang belum mengenal dusta atau menyembunyikan perasaan, tidak ada perasaan itu lagi.

Dulu aku berpikir

Tidak enak mesti menyeimbangkan tubuh ketika berlari. Tidak enak tidak mampu mengenali kedalaman suatu objek.

Tidak enak dunia di depanmu hanya mampu kamu nikmati setengah. Tidak enak menjadi berbeda

Tapi semuanya telah berlalu, aku sudah bisa menyadari kekurangan dengan rasa bangga. Tidak ada yang diciptakan oleh Tuhan itu salah.

Yang miris, aku menemukan fakta yang mengerikan. Melihat betapa banyak orang mengutuki Tuhan hanya karena kekurangan dan cacat yang dia terima, kemudian berpikir

"Oh, dunia ini berakhir bagiku".

"Bisa kerja apa orang cacat sepertiku?"

"Siapa wanita/lelaki yang mau sama orang cacat sepertiku?"

Mungkin orang-orang seperti itu tidak kenal yang namanya Hellen Keller, beliau buta dan tuli. Hellen sempat marah terhadap nasib, takdir. Tapi daripada menyerah, Hellen lebih memilih memberi inspirasi, memberi bukti.

Karena bagaimanapun hidup mesti dijalani..tinggal kita pilih. Kita jalani dengan keluh dan kutuk sekitar, atau kita jalani dengan ikhlas dan tabah. Boleh kamu mengumpat dan mengutuki dirimu atas keadaan atau kesalahan yang kamu lakukan, tapi lakukan sekali saja kemudian berubah, move on..

Oya, terkait anak tadi aku juga berpikir, ternyata masih ada orang yang mampu berkata jujur di sekitar kita meski itu harus diwakili oleh anak kecil lucu ini. Aku berharap dia akan jujur, mengatakan apapun yang harus dia katakan, tidak ada rasa takut untuk mempertanyakan sesuatu, sampai dewasa nanti. Semoga anak kecil tadi tak ternoda orang orang di sekitarnya.

Terimakasih, adik kecil, aku belajar sesuatu darimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun