Jika hidup hanya sekedar hidup, babi di hutan juga hidup
Jika bekerja hanya sekedar bekerja, kera juga bekerja
(Prof. Buya Hamka)
Sama seperti kata-kata mutiara lain yang ndilalah mengena pada saat saat tertentu, kata-kata ini menohok saya cukup dalam.. Mungkin sejauh ini paling dalam diantara wise words dari para tokoh terkenal lain. Jika dibandingkan dengan penyair terkemuka India, Rabindranath Tagore yang biasanya menggunakan bahasa yang halus dan tidak terlalu tajam untuk menyindir, Buya Hamka to the point tanpa tedeng aling-aling memperbandingkan kita dengan kera dan babi.
Hmm..kita? Sorry, saya, karena yang akan saya ceritakan adalah saya. Jika kita tengok konteks kata mutiara tersebut maka yang akan kita dapat adalah perbandingan hiperbolis antara manusia sebagai makhluk yang menurut Tuhan paling sempurna dengan makhluk yang menurut manusia paling hina. Yang disinggung bukan lagi masalah sepele lagi, karena yang dibicarakan disini adalah HIDUP.
Sekarang mari kita lihat bagian pertama kata Buya Hamka tersebut, Buya Hamka intinya disitu mengatakan kalau hidup sekedar hidup apa bedanya kita dengan babi. Nah seperti apa babi hidup? Gampangnya, apa yang dilakukan babi dalam hidupnya. Menurut embah google dan pengalaman dari tetangga-temen-saya-yang-mempunyai-peternakan-babi, babi hidup hanya makan, minum, tidur, berak, makan, minum, tidur, berak lagi begitu seterusnya hingga mati. Siklus tersebut bervariasi di setiap babi dan pada intinya bermuara pada satu kata: monoton!
Jika melihat hubungan sebab akibat, maka tidak logis apabila seorang Buya Hamka mengatakan sesuatu tanpa mengalami atau melihat fakta. Buya Hamka seperti melihat kecenderungan itu dalam diri kita, manusia. Dan saya sebagai orang yang tidak ada apa-apanya dibanding dengan Buya Hamka, saya melihatnya juga di lingkungan masyarakat kita.
Saya melihatnya justru bukan di hidup orang susah, saya melihatnya di hidup orang menengah, saya melihatnya di hidup orang kantoran, PNS, saya melihatnya di hidup bos-bos berdasi yang duduk di kursi nyamannya.
PNS
Justru ketika orang mulai nyaman dengan apa yang dia kerjakan, pewe terhadap rutinitasnya, orang akan berubah seperti apa yang Buya Hamka katakan, seperti babi. Bedanya babi disumpal makanan, orang disumpal gaji (tetap). Orang cenderung menjadi heartless dan egois, orang jadi lebih sering memakai kata pokoknya, pokoknya yang penting gw gajian, pokoknya yang penting kerjaan kelar, pokoknya asal bos senang, pokoknya, pokoknya, pokoknya hidup?
Sebagai makhluk paling sempurna harusnya kita malu dipersonifikasikan dengan babi, namun pada kenyataannya banyak orang yang secara tidak sadar mengakuinya bahkan yang ironis ada budaya di masyarakat untuk menekan kreativitas, untuk menghalangi orang perkembang, bahasanya mereka beternak babi.
Mengakui bahwa kita seperti babi adalah langkah pertama, sekaligus langkah tersulit untuk memulai sebuah perubahan dalam hidup. Karena dengan memberikan berbagai alasan dan eksepsi, kita hanya akan menjadi babi pintar, biar kata sepintar apapun tetap saja babi.