Mensyukuri anugerah yang telah Tuhan limpahkan ke kita adalah kunci utama dalam menjaga kesehatan mental dan fisik.
Mengapa demikian? Dalam hidup pasti ada ups and downs-nya, kadang berlarut-larut dalam kesedihan, rasa senang yang berlebihan, berbagai masalah hidup yang selalu berkecamuk dan bahkan buntu tidak tahu apa yang mesti dilakukan sehingga hidup terasa hampa.
Bagi individu yang tidak bisa menerima dengan ikhlas jalan hidupnya, akan selalu merasa tidak puas dengan segala yang dimiliki. Lain lagi bagi individu yang 'nrimo' dengan ketetapan Tuhan. Meskipun hidup kekurangan namun senantiasa bersyukur dan selalu berpikir positif maka enteng dalam menjalani roda kehidupan. Pikiran akan sehat, sehingga hal-hal negatif akan tersingkirkan.
Tidak jarang kita melihat baik dalam kehidupan sehari-hari maupun melalui media sosial suatu kebiasaan membandingkan antara kehidupan yang satu dengan yang lain. Mulai dari hunian, outfit kekinian, mukbang di restoran terkemuka sementara bagi yang kehidupannya berada di bawah garis, benar-benar menjadi tekanan tersendiri baik mental maupun psikis.
Sama halnya dengan penata laksana rumah tangga di area Hong Kong. Tidak semua Pekerja Migran Indonesia (PMI) mendapatkan fasilitas "hunian" kamar yang manusiawi. Arti manusiawi di sini, yaitu sebuah kamar yang benar-benar tertutup yang ada pintunya bukan tirai yang mudah ketika ada hembusan angin.
Sebagian PMI ada yang mempunyai kamar dengan fasilitas bed frame yang permanen beserta pintu, ada yang tidur sekamar dengan anak yang tentu saja mendapat fasilitas air conditioner, ada yang tidur di ruang tamu yaitu tidur di sofa, dan ada pula yang tidur dengan portable bed frame yang harus bongkar pasang setiap harinya.
Saya contohnya, setiap hari menjelang tidur mau tak mau harus bongkar pasang portable bed frame dan tidur di ruang tamu serta tidak ada tirai sebagai penutup, mengingat setiap individu saat tidur mempunyai habit yang berbeda.
Saya justru tidur beralaskan karton, di samping malas bongkar pasang portable bed frame karena sudah capek seharian bekerja, tidur dengan alas karton langsung terasa hangat.
Sejatinya hal ini bisa diajukan ke pihak yang berwenang yakni agensi atau mengapa google photo tidak bisa dibuka KJRI. Bagi saya sendiri, saya enjoy dengan tempat tidur yang disediakan oleh majikan sebab kebiasaan sewaktu di Indonesia saya tidur di lantai jadi tidak perlu shock culture. Namun demikian, perlu diketahui juga bahwa setiap individu akan berbeda pandangan dalam menyikapi.
Bagi saya, selama majikan tidak melakukan tindakan di luar batas seperti abuse baik secara verbal maupun nonverbal, tempat tidur tidak jadi masalah. Sebagai tambahan, gaji in time tidak pernah sampai mengemis minta gaji, makan cukup, diberi waktu libur. Kurang apalagi? Tinggal bagaimana menyikapi, tetap fokus dengan pekerjaan, senantiasa bersyukur, tidak meyiksa diri sendiri dengan pikiran-pikiran negatif. Seiring berjalannya waktu, eeh tiba-tiba kontrak kerja selesai. Kontrak kerja di area Hong Kong sebagai penata laksana rumah tangga adalah 2 tahun.
Karena kebutuhan setiap majkan berbeda, sebagai individu normal saat melihat sesama PMI diperlakukan "manusiawi" baik itu diberi kamar yang pantas, diajak ke restoran untuk makan bersama satu meja dengan majikan, diberi baju meskipun bekasnya majikan hal ini menjadi semangat tersendiri dalam memberikan layanan kepada majikan.