Berdasarkan tidak jelasnya regulasi ambang batas parlemen, yang awalnya bermaksud untuk menyederhanakan sistem kepartaian di parlemen bahwa dengan menaikan angka persentase Parliamentary threshold merupakan bukan solusi yang efektif. Jika kita berdasarkan teori yang jelas adanya, untuk memperoleh besaran persentase bukan hanya sekedar transaksi antara partai politik melainkan menggunakan rumus yang pasti dan teruji seperti teori dari Taagepera dengan rumus:
T = 75%/((M+1)* E)
atau T = 75%/((S/E)+1)* E)
atau T = 75%/((S+E)/E*E)
di mana, M rata-rata besaran daerah pemilihan, S jumlah kursi parlemen dan E jumlah daerah pemilihan.
Diejawantahkan dalam praktikalnya, dengan menghitung rata-rata besaran daerah pemilih, jumlah dapil, dan kuota kursi di DPR. Maka, apabila dibulatkan parliamentary threshold yang efektif dan ideal di Indonesia terletak dibesaran 1% suara nasional. Perolehan parliamentary threshold ini mampu memberikan jawaban atas penyaringan partai politik yang konseptual dan dan untuk yang tidak mendapatkan dukungan dari pemilih untuk pengalokasian kursi di DPR, serta mengikuti pemilu selanjutnya. Disamping itu, ketentuan 1% akan mampu menajaga stabilitas pemerintahan dan politik yang proporsional. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H