Ahad, 29 Juni 2021 adalah hari yang tidak pernah aku sangka-sangka selama perjalanan hidupku. Tiba-tiba saja "dia" menyapaku dan mengajak berkenalan denganku. Aku pun tidak kuasa menolaknya. Seakan-akan kejadian itu begitu cepat. Aku menganggap hal ini sudah suratan takdir, qodarulloh menjadi takdir yang ditetapkan Allah untuk aku. Lantas, siapakah "dia" yang ditakdirkan Allah untuk masuk ke dalam hidupku? "Dia" adalah makhluk kecil yang kasat mata dan sudah berkelana menghampiri setiap penduduk bumi untuk berteman selama beberapa waktu. Yup, "dia" adalah virus Corona.
Aku tidak pernah mengira "dia" akan datang dan masuk dalam kehidupanku. Mungkin setiap orang pun akan berpikiran yang sama denganku. Kalau melihat dari gejala yang aku rasakan, sangat mungkin aku terinfeksi oleh virus ini. Hari pertama aku merasakan sakit, kupikir ini hanya kecapekan saja. Namun, di hari ketiga aku berinisiatif untuk pergi berobat ke dokter karena aku merasa tidak tahan dengan sakit yang aku derita. Sampai di sana, aku pun melakukan tes swab antigen atas saran dokter dan hasilnya positif. Setelah mengetahui hasil rapid tes antigen positif, harusnya aku lanjutkan dengan tes swab PCR untuk meneguhkan diagnosa penyakit, tetapi karena terbentur biaya akhirnya aku mengurungkan niat itu.
Masih teringat jelas saat virus ini pertama kali menyapaku. Ahad pagi, aku masih beraktifitas seperti biasanya, menyapu dan mengepel rumah di akhir pekan. Selepas membersihkan rumah, aku berolahraga ringan di dalam rumah. Menjelang sore, aku mulai merasakan panas dingin dan pegal-pegal di sekujur tubuhku.Â
Pelan-pelan aku mulai merasakan pusing dan batuk. Lidah terasa pahit, saat makan atau minum pun terasa pahit semuanya, jadi nggak nafsu makan deh pokoknya. Tetapi aku harus memaksakan diri untuk makan walau sedikit saja agar suplay ASI ku tetap terjaga. Beberapa hari kemudian aku mulai merasakan hilang rasa dan bau seperti penderita Covid pada umumnya. Hampir setiap pagi saat bangun tidur aku merasa ngos-ngosan untuk bernafas seperti layaknya orang sesak nafas, padahal aku tidak punya riwayat sesak nafas.Â
Selang beberapa hari, lambungku mulai terasa perih dan sering mual hingga muntah di malam hari. Kondisi ini membuat aku untuk pergi berobat ke dokter lagi karena aku tidak punya obat untuk mengobati keluhan lambung. Ternyata, menurut dokter yang aku temui, virus Corona yang sekarang ini bisa menyerang lambung. Di awal-awal pandemi lalu, virus ini menyerang pernafasan, nah sekarang ini bisa menyerang lambung juga.
Hampir 2 minggu aku merasakan gejala penyakit ini. Lewat 2 minggu, kondisiku berangsur membaik walau masih sering batuk dan penciuman serta lidah ini belum normal seperti sedia kala. Butuh waktu sekitar satu bulan untuk sembuh dari penyakit ini. Ada efek samping juga sih, aku merasa sering pusing dan kecapekan. Hal itu pula yang memaksa aku untuk banyak istirahat.
Hampir satu bulan lamanya aku istirahat total untuk kesembuhanku. Alhamdulillah suami dan anak-anak dalam keadaan sehat tidak tertular walaupun mereka tidak menjalani tes swab untuk mengetahui apakah mereka Orang Tanpa Gejala (OTG) atau tidak? Selama aku sakit, suami libur tidak bekerja untuk mengurus aku dan anak-anak. Qodarulloh, suami libur selama 2 bulanan bertepatan dengan PPKM dan itu artinya kami diberi cobaan oleh Allah karena berkurangnya pendapatan suami.Â
Selama setahun lebih kantor tempat suamiku bekerja terkena dampak pandemi dan selama itu pula kondisi keuangan kami pun ikut terganggu. Kami pun mulai berjualan kecil-kecilan untuk menyiasati hal itu. Sedangkan aku sendiri sudah lama berjualan online buku-buku siroh dan tauhid untuk keluarga muslim dan alhamdulillah bisa menambah pemasukan keluarga agar dapur rumah kami tetap ngebul selama pandemi.Â
Bersyukur masih diberi rizki oleh Allah berupa teman-teman yang baik di sekeliling kami. Beberapa teman-teman sangat mensupport keluargaa kami saat terkena dampak pandemi maupun saat aku diberi cobaan sakit oleh Allah. Walau bagaimana pun keadaannya, jangan lupa untuk tetap bersyukur. Roda kehidupan akan terus berputar, kadang kita berada di atas dan kadang kita terbawa sampai ke bawah. Langit tak akan selamanya gelap, akan tiba saatnya mentari bersinar terang memberi harapan baru bagi kita.
Sakit adalah salah satu ujian dari Allah. Berharap rasa sakit yang aku derita ini menjadi pelebur dosa-dosaku. Adakah yang pernah berpikir, "Sudah berapa lama Allah memberi nikmat sehat untuk diriku?" Pasti nikmat sehat itu masih lebih banyak dari rasa sakit yang aku derita. Masya Allah, Allah sungguh sangat baik padaku. Tetap semangat buat teman-teman yang sedang diuji oleh Allah dengan sakit, harta, anak, atau apa pun ujiannya jangan lupa untuk terus bersyukur dan husnudzon kepada Allah. Percayalah, Allah tidak akan memberi ujian kepada hambaNya melebihi batas kemampuan hambaNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H