Ada sebuah pertanyaan menggelitik di hati saya. Mengapa organisasi profesi guru masih dipimpin oleh mereka yang bukan guru? Bukankah guru sekarang sudah berjumlah lebih dari 3 juta orang guru?
Hal itu kemudian terjawab karena rata rata guru kita sudah sibuk dengan dirinya. Mereka pikir sudah ada organisasi profesi guru yang mengurusi mereka. Jadi buat apa susah susah lagi bikin organisasi sendiri. Organisasi profesi guru cukuplah satu.
Saya bayangkan! Bila organisasi profesi dokter tidak dipimpin sendiri oleh dokter. Ikatan dokter indonesia (IDI) dipimpin oleh mereka yang bukan dokter. Orang banyak pasti akan berkata, "apa kata dunia?"
Tapi ini tidak berlaku bagi organisasi profesi guru. Organisasi profesi guru sebaiknya memang tidak dipimpin sendiri oleh guru. Bilarlah guru sibuk sendiri di kelasnya. Tak perlu susah payah mendirikan organisasi profesi guru. Urus saja dirimu dan jadilah guru yang biasa biasa saja. Begitulah kira kira para tetua yang inginkan guru adem adem saja.
Terkadang saya suka senyum senyum sendiri. Mereka yang jadi dosen kepengin dipanggil menjadi guru. Padahal sudah jelas perbedaannya dalam undang undang guru dan dosen. Guru mengajar di di sekolah dan dosen mengajar di perguruan tinggi. Guru mengajar 24 jam, dan dosen mengajar 12 jam dengan tri darma perguruan tinggi berada di dalamnya.
Seandainya para guru sudah mulai menyadari bahwa organisasi guru itu penting. Pasti akan semakin ramai gegap gempita dunia pendidikan kita. Mereka yang berprofesi guru akan bersuara lantang. Bukan karena mereka masih menjadi guru honor dan berharap jadi guru PNS, tapi karena memang guru itu adalah sebuah profesi yang berani bersuara lantang dalam kebenaran dan berani menerima tantangan.
Jadi mengapa organisasi profesi guru masih belum dipimpin oleh mereka yang berprofesi guru? jawabnya ada pada guru guru kita. mampukah guru guru hebat indonesia membentuk sendiri organisasinya? Kemandirian dan kemerdekaan guru menjadi tantangan untuk mengelola sendiri organisasi profesi guru.
Semoga terbentuk dan terdaftar secara hukum organisasi profesi guru yang dipimpin sendiri oleh guru. Tak perlu sampai 3 juta. Cukup 100 orang saja. Bila mereka mau menyisihkan dananya untuk mendaftarkan ke akte notaris, pastilah dengan mudah terbentuk ikatan profesi guru Indonesia. Tinggal masalahnya, kepemimpinan segera diuji. Siapa yang memimpin akan mendapatkan kesempatan untuk membesarkannya. Bisakah ini terwujud?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H