[caption id="attachment_317253" align="aligncenter" width="525" caption="Selfie"][/caption]
Banyak orang tidak sanggup untuk menulis. Mengapa? Karena keterampilan ini hanya bisa muncul kalau kita banyak membaca buku. Menulis dan membaca adalah satu kesatuan utuh. Itu sudah hukumnya, kata Mas Hernowo penulis buku best seller “Mengubah Sekolah”. Artinya, membaca dan menulis merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, bagaikan Romeo dan Yuliet. Saling memberi dan menerima (take and give).
Menulis itu ibarat pisau yang tajam. Bila tidak terus diasah, akan mengakibatkan pisau menjadi tumpul dan berkarat. karena itu menulis adalah sebuah keterampilan yang harus dikuasai karena melalui proses yang cukup panjang. Menulis itu tidak bisa sekali jadi. Semua berproses, melalui latihan dan latihan langsung praktek sehingga tulisan yang dibuat menjadi bermakna bagi yang membacanya. Perlu sebuah kreativitas untuk menulis yang enak dibaca dan bermanfaat. Kreativiats muncul, bila terus didorong melalui berbagai latihan, termasuk latihan menulis.
Begitu juga dengan guru yang bergelut dalam dunia pendidikan. Kalau guru ingin anak didiknya pandai menulis, maka guru itu harus memulainya dari dirinya sendiri dulu. Guru akan merasakan bagaimana sulitnya memulai menulis. Bila menulis sudah sering dilakukan oleh para guru sendiri, maka guru akan merasakan nikmatnya menulis. Mengapa? Dengan makin sering menulis, guru akan dapat membuat sendiri bahan atau materi yang akan diajarkannya kepada anak didiknya. Bila tulisannya bagus dan sudah banyak, maka akan dapat menjadi sebuah buku pelajaran yang layak untuk dicetak.
Karena itu budayakan kebiasaan menulis di sekolah kita dari sekarang. Ajaklah anak didik kita untuk juga ikut menulis. Bila budaya menulis sudah tumbuh diantara guru dan anak didiknya, maka akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang ada di sekolah. Kreativitas akan muncul dari proses menulis itu. Akan terlihat mana guru yang kreatif, dan mana yang tidak dari proses menulis itu. Begitupun dengan peserta didik kita. Akan ketahuan mana anak yang terbiasa menulis, dan mana yang tidak terbiasa menulis. Anak harus didorong untuk dapat memunculkan kreativitas menulis. Potensi menulis mereka akan muncul bila sudah terbiasa menulis.
Menulis dapat membangun kreativitas anak. Menulis dapat mendidik anak kita menciptakan sesuatu. Menciptakan buah pemikiran yang ada dalam otak peserta didik. Menelurkan ide ke dalam bentuk tulisan bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan sebuah pembelajaran kreatif agar proses kreatif itu muncul. Guru dan orang tua harus mampu mendorong anak-anaknya agar mampu mengembangkan kecakapan kreatif melalui menulis. Jadi guru harus dapat menciptakan pembelajaran yang kreatif, agar menulis menjadi pelajaran yang disukai oleh anak.
Pembelajaran yang kreatif adalah pembelajaran yang mampu mendorong kreativitas dan potensi siswa. Perlu terobosan baru dari guru-guru di sekolah. Untuk itu, para guru ditantang untuk mampu menciptakan proses pembelajaran yang bisa mengelaborasi antara materi pelajaran teori dan praktik secara menarik. Menulis dapat dipelajari secara teoritis maupun praktis.
Kesempatan mengembangkan pembelajaran yang lebih kreatif itu sebenarnya cukup terbuka, apalagi dengan penerapan kurikulum 2013 yang memberikan otonomi pendidikan pada sekolah masing-masing. Karena itu sekolah dan guru harus mampu memanfaatkan potensi mereka untuk menemukan cara mengajar yang demokratis dan mampu menggali potensi diri setiap siswa.
Belajar di kelas sekarang ini tidak bisa lagi satu arah. Justru guru yang harus berkreasi bagaimana materi pelajaran yang disampaikannya bisa dipahami secara baik oleh siswa. Oleh karena itu mari memulainya dengan cara menulis. Menulis adalah sebuah kreativtas yang dapat dimunculkan oleh guru dalam mentransfer ilmunya. Bisa lewat pembuatan blog di internet atau bisa juga mewajibkan anak didiknya menulis diarynya setiap hari. Semoga bisa dipahami mengapa banyak orang tidak sanggup menulis. Khususnya guru yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Salam Blogger Persahabatan