sumber: Wijaya
Bila ditanyakan kepada para pendidik, baik guru maupun dosen sudah berapa banyak penelitian yang telah dilakukan, maka jawabnya hampir serempak, "belum banyak".
Mengapa hal itu sampai terjadi? Karena budaya meneliti di lembaga pendidikan kita sangatlah lemah. Para pendidik tidak terbiasa meneliti. Hal ini juga dikarenakan lemahnya budaya menulis dan membaca di lingkungan pendidik itu sendiri.
Secara jujur harus diakui, budaya meneliti di kalangan pendidik belum tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa budaya meneliti di kalangan pendidik termasuk “lemah” dan tertinggal dalam dinamika dunia pendidikan kita. Lemahnya budaya meneliti di kalangan pendidik bisa dilihat berdasarkan minimnya jumlah guru golongan IV-A yang mampu melaju mulus ke golongan IV-B. Hal itu bisa terjadi karena untuk bisa “menikmati” golongan IV-B, seorang guru wajib mengumpulkan angka kredit pengembangan profesi sebanyak 12 point.
Andaikan para pendidik mau meneliti, tentu akan banyak khasanah ilmu pendidikan muncul. Akan banyak media pembelajaran baru yang diciptakan oleh pendidik, dan akan banyak pula metode pembelajaran beragam yang diterapkan di kelas-kelas mereka dalam menyampaikan materi pelajarannya.
Para pendidik harus menyadari bahwa mereka belum mempunyai budaya reflective teaching, sehingga wajar saja bila budaya meneliti kita masih lemah dibandingkan dengan negara tetangga kita.
Oleh karena itu, yuk kita meneliti untuk memperbaiki kualitas pembelajaran kita. Jangan biarkan para pendidik itu menjadi rabun membaca dan lumpuh menulis. Mari kita memulainya dengan cara meneliti di kelas-kelas kita.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H