Oleh: Wijaya Kusumah
Saya terbangun dari tidur. Waktu menunjukkan pukul 02.20 WIB. Semua orang dalam rumah ini sudah terlelap dalam mimpi indahnya masing-masing. Tinggal saya yang terjaga dan sulit untuk tidur lagi. Mimpi indah harus dihentikan, segera dan hadapi kenyataan di dunia nyata.
Dari kamar tidur saya langsung ke ruang tamu. Duduk sejenak melihat suasana. Seteguk air Aqua masuk tenggorokan. Lalu pandangan mata tertuju pada laptop di meja tamu.
Untunglah ada laptop keponakan (Alda) sedang dinyalakan. Saya buka program pengolah kata (Word) dan mulai membaca dan menulis. File proposal desertasi jadi tujuan untuk dibuka pertama kali. Akses internet tak ada. Tinggal saya gigit jari dibuatnya.
Saya baca kalimat demi kalimat dalam file proposal desertasi. Nampak sekali masih banyak kekurangannya di sana sini. Tapi sayang, file yang terbuka masih revisi satu. Padahal saya mengerjakannya sudah sampai revisi kelima.
Saya bangunkan anak kedua saya, Berlian. Maksudnya mau minta berbagi akses internet melalui ponselnya. Namun apa daya, kuota akses internetnya sudah habis katanya. Baterai ponselnya sudah lowbat pula. Berlian kemudian tertidur lagi untuk melanjutkan mimpinya.
Saya baca ulang kembali bagian desertasi bab satu. Ternyata masih banyak sekali kekurangannya. Ingin langsung mengeditnya, tetapi buat apa? Bukankah saya sudah mengeditnya sampai revisi kelima? Daripada nanti mengulang lagi dari awal, lebih baik menunggu akses internet saja. Nanti saya tinggal mengunduhnya dari internet. Saya teringat revisi kelima sudah saya unggah ke google drive.
Bila nanti sudah mengunduhnya, maka akan saya rapihkan kalimat demi kalimat dalam proposal desertasi ini. Revisinya sempat tersendat karena pulang mudik ke kampung halaman. Pergi dari satu kota ke kota lainnya. Kegiatan membaca dan menulis mulai terabaikan.
Penyair Taufiq Ismail mengatakan, “Rabun membaca, lumpuh menulis”. Kegiatan membaca harus mulai dilakukan kembali. Menulis harus segera dilakukan agar desertasi yang hampir terabaikan ini segera selesai. Saya harus berpacu dengan waktu. Sebab deadline satu bulan tidak bisa menunggu.Masih teringat pesan para penguji untuk segera memperbaiki. Mulai dari bab 1 hingga bab 3 harus segera direvisi. Ikuti buku pedoman penyusunan desertasi. Sebab panduannya ada di dalam buku tersebut.
Terdengar suara orang mengaji dari Masjid dekat rumah kami menginap di desa Taraju Tasikmalaya. Di dalam rumah dinas perkebunan milik PT Perkebuman Sambawa Taraju saya mulai menata kata-kata ini. Semoga menjadi renungan diri untuk fokus kembali segera menyelesaikan perbaikan proposal desertasi.
Suara orang mengaji berhenti dari speaker masjid. Itu tandanya kita mulai bersiap diri untuk adzan subuh. Panggilan sholat subuh telah tiba. Mari kita langkahkan kaki ke rumah Allah. Raih pahala sholat berjamaah di Masjid. Bertemu Allah lewat sholat.