Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimanakah Memanfaatkan Media Massa Sebagai Sumber Belajar?

28 Maret 2011   10:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:21 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_98023" align="aligncenter" width="600" caption="Bagaimanakah memanfaatkan Media Massa Sebagai Sumber Belajar?"][/caption]

Sebuah pertanyaan dalam judul artikel di atas muncul ketika saya diminta untuk menjadi pembicara atau nara sumber "Memanfaatkan media Massa sebagai sumber pembelajaran bagi siswa dan guru". Tentu saya harus merenung, dan melakukan feed back atau kembali ke belakang tentang apa-apa yang telah saya lakukan selama 17 tahun menjadi seorang guru. Alangkah indahnya bila pengalaman ini saya sharingkan kepada teman-teman guru yang akan mengikuti kegiatan seminar memanfaatkan media massa sebagai sumber belajar, Minggu,27 Maret 2011 di gedung D kementrian pendidikan nasional, Senayan Jakarta.

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) memacu dan memicu saya untuk berpikir kreatif tentang materi yang akan saya berikan kepada teman-teman guru yang luar biasa. Mereka adalah pahlawan insan cendekia yang mau meluangkan waktu libur mereka untuk belajar dan berbagi.

Hal pertama yang saya pikirkan adalah kita terlalu tergantung kepada media massa, khususnya koran. Padahal di era cyberspace atau era global sekarang ini, sumber belajar ada dimana-mana. Bahkan pengalaman diri sendiri bisa menjadi sumber belajar. Hanya saja, kita sering tak percaya dengan kemampuan diri, sehingga ketergantungan kita kepada informasi dari media massa begitu tinggi. Padahal, kita bisa menciptakannya sendiri dengan cara menulis di blog, dan mensharingkannya di berbagai jejaring sosial seperti facebook, dan twitter. Dengan aktivitas blogging, kita bisa menjadi seorang blogger handal di era global.

[caption id="attachment_98024" align="aligncenter" width="600" caption="Pa Arifin Sedang berbagi Pengalamannya Menggunakan Kompas Anak"]

13013088681201491317
13013088681201491317
[/caption]

Pengalaman seorang guru yang bernama Aripin, guru SD Al Hikmah Teladan Cimahi, Bandung yang kini telah menjadi staf litbang di sekolahnya dapat dijadikan contoh. Beliau memanfaatkan kompas anak untuk peserta didiknya sebagai sarana sumber belajar. Inovasi yang dilakukannya dalam pembelajaran di sekolah dasar telah meyakinkan dirinya untuk meninggalkan buku paket. Wow, sebuah keberanian  yang luar biasa. Sebab di sekolah negeri hal itu sangat sulit bahkan mustahil dilakukan. Hal itu saya ketahui dari pertanyaan dan pernyataan salah seorang guru SD yang bertanya langsung kepada pak Aripin tentang kondisi sekolahnya.

Bagi saya, apa yang dilakukan oleh teman-teman guru seperti pak Aripin bagus sekali, dan Indonesia membutuhkan guru-guru yang berani mengambil resiko tinggi agar anak menjadi cerdas. Alhasil, apa yang dilakukan pak Aripin mendapatkan dukungan dari para orang tua muridnya. Sebab apa yang dilakukannya adalah sebuah pelurusan konsep yang kurang pas, menjadi pas, dan sesuai dengan Kurikulum Tingkat satuan pelajaran (KTSP) Bahasa Indonesia di tingkat SD. Jelas sekali penekanannya kepada pengalaman berbahasa bukan pengetahuan bahasa.

Berbeda dengan kurikulum 1994 yang masih melampirkan tema (yang kemudian karena kepentingan penerbit menjadi tema wajib). KTSP tidak menyertakan apapun, termasuk indikator. Artinya lebih tepat dikatakan, seharusnya ini menjadi kesempatan bagi setiap sekolah untuk menjajaki pembelajaran kontekstual atau Contekstual Teaching learning (CTL).

[caption id="attachment_98026" align="aligncenter" width="600" caption="Ibu Nina Soeparno Mengajak Guru untuk Melakukan Refleksi"]

13013090581093461607
13013090581093461607
[/caption]

Dulu, sebagai seorang guru TIK saya seringkali mengambil tulisan di kolom HIKMAH dari koran Republika. Bagi saya pada waktu itu isinya sangat bagus untuk pendidikan karakter anak-anak di tingkat SMP. Seperti jangan berbohong, Jauhi Kesombongan, Kerendahan Hati, dan lain-lain. Namun, pada saat melakukan evaluasi, dan refleksi diri, saya harus siap menerima kenyataan bahwa sekolah saya bukanlah sekolah yang berbasis keagamaan khususnya Islam. Sekolah saya adalah sekolah umum yang semua agama resmi negara ada di sekolah itu.

Berdasarkan saran dari teman sejawat, akhirnya setiap bacaan bagus dari koran perpustakaan sekolah saya lahap sampai habis, lalu pada akhirnya membuat saya menjadi gemuk menulis. Saya menuliskan sesuatu yang berbeda dari isi koran tersebut, dan sayapun akhirnya menjadi mampu menulis. Menulis modul pembelajaran dari hasil karya tulis sendiri, dan pada akhirnya di tahun 2005 saya mendapatkan juara karya tulis ilmiah bidang Imtak di tingkat nasional. Judul karya tulis ilmiah saya pada saat itu adalah Proses Pembelajaran Internet dalam meningkatkan Imtak Siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun