Gue Benci Ujian Nasional (UN) Yang Dipaksakan Generasi Tua, Mengapa? Sebab mereka tak pernah percaya orang muda atau generasi sebelumnya. Pikirnya, dengan buat ujian nasional, anak Indonesia akan semakin cerdas dan hebat. Padahal belum tentu!
Begitulah seorang siswa berbicara kepada sesama temannya. Omjay cuma menguping saja, dan lahirlah tulisan yang sederhana ini. Semoga dapat dipahami oleh para penentu kebijakan negeri ini. Semoga banyak yang membaca tulisan Omjay ini.
Perlu anda ketahui. Wacana pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) yang muncul di kalangan masyarakat perlu ditanggapi dengan kajian akademik yang komprehensif. Kita harus membaca dan menganalisinya dari berbagai sudut pandang.
Omjay sempat membaca kajian tentang ujian nasional. Kajian-Kebijakan-Ujian-Nasional-UN.pdfÂ
Dalam merespon hal tersebut, Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) melakukan kajian terkait efektivitas dan dampak UN berdasarkan empat sudut pandang yang saling berkaitan, yaitu:
- kerangka regulasi,Â
- desain teknis tes,Â
- dampak terhadap pembelajaran,Â
- fungsi UN dalam konteks evaluasi pendidikan nasional.Â
Berdasarkan analisis mendalam dari keempat perspektif tersebut, PSPK menyimpulkan bahwa UN memiliki problem fundamental sehingga tidak layak untuk diberlakukan kembali. SETUJU!
Pertama, pada aspek regulasi, UN bertentangan dengan asas hukum lex superior derogat legi inferiori dengan mengambil alih kewenangan evaluasi capaian pembelajaran yang seharusnya berada di tangan pendidik sesuai amanat UU Sisdiknas dan UU Guru Dosen.Â
- UN juga tidak selaras dengan prinsip keadilan dalam Pancasila karena menetapkan standar tes yang seragam tanpa mempertimbangkan adanya kesenjangan kualitas dan akses pendidikan yang masih terjadi di berbagai daerah di Indonesia.Â
- Penyelenggaraan UN terbukti tidak memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan serta bertentangan dengan asas kepentingan umum dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Kedua, analisis pada aspek teknis menunjukkan bahwa UN tidak memenuhi tiga prinsip dasar pengukuran yang baik yakni: Â validitas, reliabilitas, dan fairness.Â
- Sebagai instrumen evaluasi pendidikan, UN hanya mengukur aspek kognitif dan gagal memotret kompetensi murid atau siswa secara utuh sesuai tujuan pendidikan nasional.Â
- Pelaksanaan UN di akhir jenjang membatasi fungsi asesmen sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran. Karakteristik UN sebagai asesmen yang berisiko tinggi (high-stakes) mendorong berbagai praktik culas yang menurunkan validitas hasil pengukuran, seperti kecurangan dan inflasi skor.
Ketiga, dalam konteks pembelajaran, UN tidak mendukung proses pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kompetensi abad 21 seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi dan kolaborasi.Â
- Sebaliknya, UN justru mempersempit proses pembelajaran menjadi sekadar latihan menjawab soal ujian (teaching to the test). UN juga menimbulkan tekanan psikologis yang menghambat tumbuhnya motivasi intrinsik, resiliensi, dan efikasi diri murid.Â
- Di sisi lain, UN mendorong guru untuk mereduksi perannya menjadi sekedar "pelatih tes UN" dan mengurangi kreativitas dalam pembelajaran.
Keempat, sebagai instrumen evaluasi sistem, UN tidak efektif karena tumpang tindih fungsinya sebagai penilaian individual dan evaluasi sistem. Karakteristik UN yang berisiko tinggi membuat hasil UN tidak memberikan gambaran akurat tentang kondisi pendidikan karena adanya dorongan kuat untuk meningkatkan skor tanpa peningkatan pembelajaran yang nyata.Â