Pendahuluan
Saat menjadi calon guru penggerak di angkatan 7, Omjay terbiasa membuat jurnal dwimingguan guru penggerak mulai dari modul pertama hingga modul terakhir. Semua jurnal tersebut diupload ke LMS guru penggerak.
Refleksi adalah momen untuk berdialog dengan diri sendiri dalam memaknai peristiwa. Karena itu, ceritakanlah pengalaman dan pemikiran yang GURUÂ sendiri alami. Bukan apa yang dialami, dipikirkan, atau dikatakan oleh orang lain.
Isi tulisan ini sebenarnya kisah Omjay selama menjadi guru penggerak yang sudah lulus ikut calon guru penggerak kemdikbudristek angkatan 7. Kebiasaan membuat jurnal refleksi menjadi kebiasaan Omjay sebagai seorang guru sekaligus praktisi pendidikan.
Refleksi bermakna adalah refleksi yang jujur dan mendalam. Tidak hanya pengalaman dan pemikiran positif yang bisa ditulis. Kuncinya, sertakan emosi dalam menuliskan refleksi. Roda emosi Plutchik di bawah ini memberikan gambaran betapa kayanya perasaan yang manusia rasakan.
Dalam pendidikan guru, jurnal refleksi dipandang sebagai salah satu elemen kunci pengembangan keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik, serta menumbuhkan keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis (Bain dkk, 1999).Â
Menuliskan jurnal refleksi secara rutin akan memberikan ruang bagi seorang praktisi atau guru untuk mengambil jeda dan merenungi apakah praktik yang dijalankannya sudah sesuai, sehingga ia dapat memikirkan langkah berikutnya untuk meningkatkan praktik yang sudah berlangsung (Driscoll & Teh, 2001).Â
Jurnal ini juga dapat menjadi sarana untuk menyadari emosi dan reaksi diri yang terjadi sepanjang pembelajaran (Denton, 2018), sehingga guru dapat semakin mengenali diri sendiri. Itulah yang disebut refleksi. Guru akan lebih mengenal dirinya sendiri.