Perjalanan hidup manusia tiada yang tahu. Hanya Allah yang tahu kapan manusia akan mengalami kematian. Sebelum kematian itu datang, Allah akan menguji para hamba-Nya dengan berbagai ujian. Ada yang diuji dengan kesedihan dan ada yang diuji dengan kegembiraan.
Seorang anak laki-laki lahir ke dunia dengan menangis kencang. Dia lahir bertepatan dengan mekarnya bunga Wijaya Kusuma. Malam itu, sebuah keluarga bergembira. Lahirlah seorang anak keempat dari enam bersaudara di hari sumpah pemuda, 28 Oktober tahun dimana presiden Suharto sedang berkuasa.
Tak ada yang menonjol dari anak laki-laki ini. Anak ini terkenal cengeng. Kalau diantar ke sekolah, maunya ditunggui oleh ayahnya atau ibunya. Kalau ayahnya atau ibunya pergi, menangislah dia sekencang-kencangnya. Ibunya sampai pusing karena anak ini inginnya selalu ditemani ayah dan ibunya kalau mau ke sekolah.
Dia tumbuh membesar dan masuk sekolah teknologi menengah. Harapannya, setelah lulus STM akan bisa bekerja di pabrik sepeda motor. Alhamdulillah Dia diterima di sebuah pabrik sepeda motor. Gajinya saat itu Rp. 60.000,-(enam puluh Ribu). Cukuplah untuk bayar sewa kamar kost dan makan sehari-hari di daerah Pasar Kemis, Tangerang.
Suatu hari, temannya mengajak ikut tes sipenmaru atau ujian masuk perguruan tinggi negeri. Dia ikut ujian di salah satu sekolah swasta di Jakarta Timur. Pagi ikut ujian, dan malam bekerja menjadi buruh di pabrik sepeda motor.
Alhamdulillah namanya ada di koran ibukota dan diterima di IKIP Jakarta jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.  Dia bergelut dan berkelahi dengan waktu. Pagi kuliah di IKIP Jakarta dan malam bekerja sebagai buruh. Setiap malam dia mengecat plat kilometer untuk motor bermerk HONDA. Terkadang Dia dipindah ke bagian painting lainnya.
Dia dipaksa pimpinan kerjanya untuk memilih. Terus bekerja sebagai buruh pabrik asesoris kendaraan bermotor atau melanjutkan kuliah di IKIP Jakarta. Aturan perusahaan tak membolehkan dia hanya bekerja malam hari.
Dia bingung, dia pusing untuk memilih. Kalau dia tak bekerja, darimana uang untuk biaya kuliah? Dia menangis sesunggukkan di malam sunyi. Dia berdoa sangat khusyuk. Dia meminta kepada Allah agar diberikan rezeki yang tak terduga datangnya.
Dia terpaksa berhenti jadi buruh pabrik. Dia melanjutkan kuliah di IKIP Jakarta dan memilih menjadi guru les privat dari rumah ke rumah. Mengajari Matematika dan IPA untuk anak-anak sekolah dasar. Dari situlah biaya kuliah didapatkan.