Rumah guru itu bernama PGRI. Rumah besar yang seharusnya diisi para guru dan tenaga kependidikan.
Dalam perjalanan menuju Bandung saya menulis. Saya menulis tentang kegiatan guru yang ada di PGRI. Kami terus bergerak dengan hati untuk pulihkan pendidikan.
Tidak mudah bergerak dengan hati. Sebab kita harus hati-hati. Salah melangkah akibatnya parah. Kita perlu bergerak bersama memakmurkan negeri dan meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini.
Memasuki usianya yang ke-76, PGRI terus membangun rumah guru semakin cantik dan enak dipandang. Berbagai program yang dibuat untuk guru dan tenaga kependidikan lainnya dikemas dengan cara yang menarik.
Belum sempurna tapi hasilnya bisa dirasakan bersama. PGRI menolak menyerah pada Corona. Kelas-kelas online dan offline dibuka dengan berbagai cara. Agar guru Indonesia merasakan manfaatnya. Ujung dari semua itu adalah kompetensi guru meningkat dan guru semakin sejahtera. Tidak ada lagi guru yang dibayar murah.
Perjuangan belum berhenti dan kita sebagai guru belum sepenuhnya merdeka belajar dan mengajar. Guru masih disibukkan dengan urusan administrasi dan birokrasi. Bergerak dengan hati dan pulihkan pendidikan harus terus dikampanyekan. Bangsa ini memerlukan sosok guru inspiratif yang dapat menjadi contoh untuk guru lainnya.
Teruslah bermanfaat untuk semua. Kembalilah ke rumah guru. PGRI adalah rumah kita. Bergabung dan menjadi anggota PGRI dengan sepenuh hati. Jangan menunggu apa yang PGRI berikan padamu. Tapi berikan apa yang anda bisa untuk PGRI.