Pak Jokowi, sebaiknya Nadiem Makarim diganti. Begitulah pernyataan tokoh dan pengamat pendidikan Indonesia, bapak Darmaningtyas. Beliau menyampaikannya secara tegas di acara ILC ,dan konsep yang ditawarkan Nadiem Makarim bukanlah hal yang baru.
Merdeka belajar yang beliau ajak ternyata bukanlah hal yang baru, bahkan sudah menjadi milik lembaga lain. Konsistensi Pak Darmaningtyas dalam menyarankan agar Nadiem Makarim diganti, juga saya tonton di acara diskusi pendidikan lainnya.
Program Organisasi Penggerak atau POP kemdikbud menjadi batu sandungan bagi Nadiem untuk tidak bisa berkelit lagi dalam melakukan kesalahan. Permohonan maafnya di berbagai media, nampaknya tidak akan merubah keputusan NU, Muhammadiyah dan PGRI untuk tidak bergabung di POP Kemdikbud.
Sebaiknya dana POP yang ratusan milyar itu dialihkan untuk program kemdikbud yang lebih bermanfaat. POP sudah cacat, batalin saja!
Permintaan maaf Nadiem dibela habis-habisan oleh Denny Siregar dalam Cokro TV. Beliau menyamakan Nadiem dengan Pak Jokowi. Padahal kasusnya jelas beda. Nadiem sama sekali berbeda dengan Pak Jokowi yang jauh lebih unggul dalam hal komunikasi.
Presiden Jokowi paham betul sejarah bangsa, sehingga sangat hormat kepada NU, Muhammadiyah dan PGRI. Beda dengan Nadiem yang belum belajar masa lalu dan hanya tahu masa depan.
Setelah menonton acara Indonesia Lawyer Club atau ILC di TV One, saya mengambil kesimpulan sebaiknya Pak Jokowi mengganti Nadiem Makarim. Dari analisis para tokoh pendidikan, sudah jelas dan terang benderang bahwa Nadiem Makarim belum mampu mengatasi pendidikan di negara Indonesia. Komunikasinya buruk dan lebih mendengar pembisik dari orang kepercayaannya sendiri.
Nadiem sebaiknya dipindah ke posisi yang lebih dia kuasai. Biarkan posisi mendikbud dipimpin oleh ahlinya. Para tokoh dan pakar pendidikan sudah banyak mengatakannya. Saya hanya mengaminkan saja.
Salam Blogger Persahabatan