[caption id="attachment_88629" align="aligncenter" width="336" caption="Omjay dan Keluarga"][/caption]
Hari ini adalah hari pernikahan kami. Tepatnya 8 Maret 1998. Kami menikah di Bandung 12 tahun lalu, dan dari pernikahan itu lahirlah dua orang putri, Intan dan Berlian. Tentu banyak suka dan duka dalam membangun rumah tangga. Ada tawa, ada canda, ada sedih, dan ada duka. Itulah hidup berumah tangga, harus disikapi dengan penuh kedewasaan. Dewasa dalam berpikir dan dewasa pula dalam bertindak. Semuanya ditujukan hanya mengharap ridho dari Allah SWT. Berharap kebaikan dan dijauhkan dari sifat buruk. Mendapatkan restu untuk membangun keluarga yang sakinah dan mawaddah. Di dalamnya ada kasih dan sayang. Di dalamnya ada saling percaya, dan cinta mencintai antar sesama anggota keluarga.
Bila saya menonton acara "masihkah kau mencintaiku?" di salah satu stasiun televisi, ada sesuatu yang membuat saya dan istri miris. Perkawinan mereka yang awalnya bahagia, tiba-tiba diguncang oleh gempa yang maha hebat. Ada yang mampu bertahan, dan ada yang terpaksa harus berpisah, kandas di tengah jalan. Bila itu bisa terus dipertahankan dan diperbaiki, tentu kita sangat senang mendengarnya. Tetapi bila perkawinan itu tak bisa lagi diperbaiki hubungannya, tentu membuat kita menjadi sedih. Sebab yang akan mengalami kepedihan itu bukan hanya suami-istri itu, tetapi juga anak-anak mereka. Anak yang mereka hasilkan dari hubungan suami istri yang bertekad sehidup semati. Senasib sepenanggungan.
Tapi apa daya, ketika salah satu pasangan telah kecewa, dan merasa dihianati, maka sulitlah menerima permohonan maaf. Apalagi, bila salah satu pasangan kita ternyata telah tidur dengan orang lain. Tentu sebagai makhluk yang normal kita akan "jijik" dengan pasangan kita sendiri, walaupun sebenarnya mungkin kita masih mencintainya.
Mengarungi bahtera rumah tangga itu memang tidak mudah. Kita seperti hendak pergi berlayar, dan seorang suami menjadi nahkodanya. Sepanjang perjalanan itu, tentu akan datang gelombang besar atau badai yang menghempas perahu dengan sangat kencang. Di sinilah kerjasama tim terjadi. Suami dan istri harus bekerjasama menghalau gelombang itu. Menghalau badai itu agar pergi jauh dari perahu. Ketika badai itu telah ditaklukan, maka damailah isi perahu dan terus berlayar sampai tujuan dengan air yang tenang. Di sanalah akan dijumpai yang namanya KEBAHAGIAAN.
Banyak rumah tangga yang tidak bahagia. Macam-macam persoalannya. Tetapi bila kita mampu mengatasi persoalan ini dengan baik, maka kebahagiaan itu sebenarnya sederhana, bahkan sangat sederhana. Hal itu dapat anda renungi sendiri, bila anda melakukan refleksi diri bersama pasangan anda. Suami istri harus nyambung komunikasinya, sehingga dapat bersama-sama memasuki pintu kebahagiaan dengan damai.
Akhirnya, di hari perkawinan kami yang ke-12 ini, ada secercah harapan indah bahwa hidup memang penuh kebahagiaan. Asalkan kita ikhlas menjalani hidup ini dengan penuh kesabaran. Menjauhkan sifat-sifat kurang terpuji seperti iri, dengki, sombong, pendendam, dan lain sebagainya. TONTONAN acara "masihkah kau mencintaiku?" yang dipandu oleh Helmi Yahya dan Dian Nitami, agaknya bisa menjadi TUNTUNAN agar kita bahagia dalam membangun rumah tangga sakinah mawaddah, wa rohmah.
Salam Blogger Kompasiana
Omjay