Mohon tunggu...
Endiarto Wijaya
Endiarto Wijaya Mohon Tunggu... Lainnya - Padawan

Menulis dan memotret kehidupan nyata adalah kegemaran saya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Korupsi dan Eksistensi Negara

13 Januari 2011   03:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:39 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai reaksi positif terhadap pengakuan Detektif Frank Serpico tentang terjadinya korupsi di kalangan New York Police Department (NYPD) pada dekade 1960 an, Walikota New York John Linday segera membentuk komisi ad hoc diketuai oleh Jaksa Whitman Knapp untuk menyelidiki masalah tersebut. Komisi yang kemudian dikenal dengan sebutan Knapp Commission tersebut dalam berbagai kajian studi ilmu kepolisian (Police Science) kerap disebut sebagai satu bentuk upaya yang berhasil untuk membersihkan Kepolisian New York dari wabah korupsi.

Courtesy http://www.unodc.org/images/southeasterneurope//corruption2.jpg, diakses 12 Januari 2011

Namun lebih dari tiga dekade sebelumnya, sejarah juga mencatat satu bentuk lain dari upaya pemberantasan korupsi di Amerika Serikat. Kala itu, Chicago pada dekade 1920 an dan awal 1930 an dijangkiti oleh persekongkolan jahat antara para aparat penegak hukum dan seorang tokoh mafia bernama Al Capone. Persekongkolan jahat yang memuluskan segala aksi kejahatan Capone dankorupsi di kalangan aparat penegak hukum tersebutakhirnya mengusik pikiran Presiden Herbert Hoover (Bardlsey, http://www.trutv.com/library/crime/gangsters_outlaws/mob_bosses/capone/1_9.html, diakses pada 25 November 2010 ). Sang Presiden akhirnya memerintahkan Menteri Keuangan AS, Andrew Mellon, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu. Perintah terhadap sang menteri didasari oleh fakta bahwa kejahatan Al Capone banyak terkait dengan masalah perpajakan. Penunjukan Eliott Ness untuk mengepalai satu satuan tugas pemberantasan kejahatan Capone merupakan implementasi dari langkah Andrew Mellon yang didukung oleh Presiden Hoover.

Dua contoh kronik sejarah penegakan hukum di atas memang terjadi di Amerika Serikat yang saat ini dikenal sebagai satu negara adikuasa. Meskipun demikian ada pelajaran penting yang selalu bisa diambil dari pengalaman negara lain ketika kita sedang berjuang keras untuk membersihkan negara dari segala bentuk pelanggaran hukum, termasuk korupsi.

Jika direnungkan dalam-dalam, untuk menjadi negara adikuasa seperti sekarang, Amerika Serikat tidak cukup hanya melakukan pembangunan angkatan bersenjata beserta segala alat utama sistem persenjataan yang mereka miliki. Untuk menjadi negara adikuasa seperti sekarang diperlukan pembangunan segala sistem ketatanegaraan dan sistem hukum yang pada akhirnya menciptakan pilar-pilar bagi kekuatan Negara Paman Sam tersebut. Kebijakan untuk memerangi kejahatan Capone dan pembersihan Kepolisian New York dari segala bentuk korupsi adalah bagian dari upaya untuk menciptakan suatu sistem hukum yang kuat sehingga dapat menjadi pilar negara yang tahan dari segala guncangan dan gangguan. Meskipun pada tahun 2010 lalu Amerika Serikat hanya menempati peringkat ke 22 dengan skor 7,1 berdasarkan daftar Corruption Perceptions Index yang dirilis Transparency International, tetap saja jauh lebih baik dibanding Indonesia yang menempati peringkat 110 dengan skor hanya mencapai 2,8 (http://www.transparency.org/policy_research/surveys_indices/cpi/2010/results, diakses pada 12 Januari 2011).

Pendek kata, belajar dari pengalaman Amerika Serikat, keberadaan pilar-pilar yang kuat untuk menyokong eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan satu keharusan yang tidak dapat disangkal. Satu pilar yang sangat penting namun sedang tidak dalam kondisi bagus adalah sistem hukum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sistem hukum di negara kita sedang dihinggapi wabah korupsi. Konsekwensinya, pilar yang kita miliki lumayan rapuh dan kurang kuat ketika menghadapi guncangan dan gangguan.

Jika kita memang ingin menciptakan Indonesia sebagai negara yang kuat, penguatan dan pembersihan sistem hukum dari segala bentuk korupsi merupakan satu syarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini karena penggerogotan sistem hukum oleh korupsi mengakibatkan rapuhnya pilar negara. Jika pilar negara kita rapuh berarti eksistensi negara kitapun menjadi terancam. Bukan kekuatan eksternal yang mengancam eksistensi negara kita, tetapi ancaman internal berupa korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun