Kepekaan sosial beliau yang dilandasi oleh ajaran Islam juga semakin tajam dan ini ditularkan kepada para murid-muridnya seperti KH Muhammad Sudjak dan KH Fakhruddin.
Dengan berlandaskan pada Surat Al Maa’uun, beliau menanamkan nilai pentingnya memperhatikan nasib orang-orang miskin dan anak-anak yatim.
Dalam salah satu adegan Sang Pencerah, seorang murid sempat bertanya kepada Ahmad Dahlan tentang mengapa Surat Al Maa’uun terus menerus menjadi topik bahasan dalam pengajian.
Sang Kiai dengan lugas menjawab bahwa memperhatikan nasib orang miskin dan anak yatim merupakan kewajiban bagi para pemeluk agama Islam. Dengan memahami ayat-ayat dalam Surat Al Maa'uun tersebut diharapkan para murid Sang Kiai tidak melalaikan kewajiban mereka.
Perjuangan untuk menciptakan keadaan yang lebih baik diawali dengan kepedulian kita terhadap nasib orang-orang yang tidak beruntung di sekitar kita. Nasehat ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat pada jaman sekarang.
Banyak orang-orang memiliki kekayaan berlebih, namun mereka lebih memilih mempergunakan harta yang dimilikinya guna memperoleh kedudukan politik yang dikemas lewat jargon-jargon populis.
Namun ketika mereka berkuasa, mereka lupa terhadap rakyat yang telah rela menjadi konstituen dan memberikan dukungan.
Seandainya kekayaan berlebih tersebut disalurkan untuk menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang miskin tentunya lebih mulia dibandingkan dengan penggunaan untuk kompetisi perebutan kedudukan politik demi keuntungan pribadi serta kroni-kroni terdekat.
Selain mengajak murid-muridnya untuk lebih peduli terhadap anak-anak yatim dan orang miskin, rangkaian adegan menarik dari film Sang Pencerah adalah bagaimana KH Ahmad Dahlan bertekad memberikan pencerahan kepada masyarakat melalui pendidikan.
Dengan mempergunakan sebagian ruangan dari kediamannya, Sang Kiai mendirikan Madrasah Diniyah bagi rakyat jelata. Kiai Dahlan benar-benar menyadari bahwa kebodohan masyarakat yang kronis akan semakin memperkuat cengkeraman kuku penjajah.