Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kopi Lampung (Made in) Indonesia

19 Mei 2011   11:28 Diperbarui: 25 Agustus 2015   04:17 2170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya adalah penyuka dan penikmat kopi. Terutama jika bubuk kopi yang hitam dan wangi berasal biji-biji kopi yang dihasilkan kebun kopi milik keluarga. Biji kopi yang disangrai di wajan besi membuat kopi tradisional buatan keluarga saya, terutama nenek, terasa lebih nikmat dari kopi manapun. Wanginya yang khas dan rasanya yang murni membuat keluarga kami selalu membuat bubuk kopi sendiri, dari kopi yang dipanen di kebun sendiri.

Di keluarga saya, kopi hitam kental manis selalu terhidang setiap pagi menjelang segala aktivitas akan dimulai. Menikmati segelas kopi dengan asapnya yang masih mengepul, beradu dengan embun di pagi hari dan aroma bumi yang khas membuat jiwa lebih bersemangat. Kopi sangat sedap jika dinikmati bersama pisang goreng atu ubi rebus, yang juga dimasak sendiri. Hm, nikmat, murah meriah dan menjadikan suasana rumah begitu hangat. Saya pastikan, beginilah suasana kebanyakan keluarga petani kopi di Indonesia saat memulai pagi mereka.

Saya belajar minum kopi sedari kecil. Mulanya dari icip-icip seruput demi seruput dari gelas kopi milik bapak, paman atau uwak saya. Hingga kemudian saya bisa membuat segelas kopi sendiri dengan takaran yang telah diajarkan keluarga saya. Alhasil, karena saya telah mewarisi resep tersebut, setiap kali ada tamu yang berkunjung ke rumah, saya selalu diminta membuat beberapa cangkir kopi untuk menghormati mereka. Sampai bertahun-tahun kemudian segelas kopi harus selalu menemani saya setiap kali harus lembur belajar agar mata tetap terjaga.

Meskipun kemudian saya mencicipi aneka rasa kopi, terutama kopi instan bercitarasa internasional, atau secangkir kopi 'keren' di sebuah kafe, saya tetap mencintai kopi hitam yang murni dan mengikat hati. Saya selalu merindukan asap yang wangi dari secangkir kopi hitam yang dinikmati bersama-sama dengan keluarga di pagi hari atau di musim hujan. Saya selalu merindukan kopi tradisional (terutama wangi khasnya yang memikat), meski secara fisik tidak keren dan tidak dijual di kafe-kafe, tapi saya tahu itulah kopi yang sejati.

Bicara kopi, maka kita bicara mengenai posisi kopi di dunia internasional. Pada awalnya, kopi bukanlah tanaman asli Indonesia melainkan berasal dari Afrika tepatnya di Ethiopia. Namun, setelah penjajah Belanda membawa bibit kopi ke Indonesia dan membangun perkebunan kopi di berbagai daerah di Indonesia, kopi kemudian dikenal sebagai tanaman Indonesia dan menjadi komoditas ternama untuk ekspor. Kopi ditanam di berbagai termpat di Indonesia, terutama di hutan dataran rendah dan dataran tinggi yang memiliki tanah yang baik dan curah hujan yang cukup.

Hingga saat ini, Indonesia merupakan Negara keempat terbesar penghasil kopi di dunia setelah Brazil, kolumbia, dan Vietnam. Ekspor kopi Indonesia mencapai 350 ton per tahun dengan rincian 85% jenis Robusta dan 15 % jenis Arabika yang ditujukan ke lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Pintu ekspor kopi Indonesia terdapat di tiga titik, yaitu: Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara untuk kopi Arabika Sumatrea, Pelabuhan Panjang di Lampung untuk kopi Robusta Indonesia, dan Palabuhan Tanjung perak di Jawa Timur untuk kopi Arabika dan Robusta yang dihasilkan oleh Jawa Timur dan propinsi-propinsi di Indonesia bagian timur. Hingga saat ini, Negara-negara seperti Amerika, Jerman, Jepang, Italia dan Inggris merupakan konsumen utama kopi Indonesia.
Dari 14 propinsi penghasil kopi, Lampung berada di peringkat pertama penghasil kopi robusta di Tanah Air dengan produksi sekitar 140.000 - 150.000 ton per tahun. Lampung juga selama ini dikenal sebagai salah satu produsen utama kopi Indonesia dan 'pintu gerbang' ekspor kopi Indonesia. Areal kopi robusta di Lampung seluas 163.000 ha, dan petani yang terlibat dalam budidaya kopi sebanyak 200.000 kepala keluarga. Meski harga kopi di pasar internasional selalu mengalami fluktusi, namun volume ekspor kopi robusta selalu meningkat terutama kopi Lampung. Bahkan ketika dunia dilanda krisis global pada tahun 2008, ekspor kopi Lampung tetap naik dan menghasilkan 586,5 juta dolar Amerika Serikat (AS).

Kopi Lampung sebagian besar dihasilkan dari perkebunan-perkebunan petani/ rakyat terutama di kabupaten Lampung Barat, Tanggamus dan Lampung Tengah. Selain diekspor, kopi Lampung juga dijadikan komiditas dalam negeri. Disamping diolah oleh industri besar, kopi Lampung juga diolah oleh industri rumahan dengan merek dagang masing-masing. Ada banyak merek kopi Lampung yang dijual di pasaran, dan setiap merek memiliki penggemarnya tersendiri. Di beberapa toko modern, saya seringkali menjumpai kopi Lampung mereka Kapal Api, Cap Bola Dunia dan sebagainya. Bahkan, banyak petani yang kini membuat kopi Lampung organik hingga kopi rasa Stroberi. Jika keluarga saya kehabisan stok kopi bubuk di rumah, maka kopi yang dicari adalah kopi Siger seperti gambar di bawah ini.

Keistimewaan Kopi Lampung bahkan telah membuat Didi Kempot, seorang musisi Indonesia, jatuh hati dan membuat sebuah lagu tentang kopi Lampung dalam bahasa Jawa (videonya bisa diunduh di You Tube). Pembuatan lagu tentang kopi Lampung berbahasa Jawa ini saya pikir memiliki alasan yang logis. Selain kebanyakan petani kopi di Lampung adalah suku Jawa, juga karena masyarakat Jawa yang pernah mencicipi kopi Lampung selalu ingin kembali ke Lampung. Kopi Lampung telah membuat menikmatnya terbius.

Kopi Lampung
Secangkir wedang kopi kopi Lampung/ niku kopi asli/ gula batu napa gula tebu srupat sruput ing wanci dalu/ Wancine udan grimis/ saya wangi ya saya ngriwis/ grimis kok ya ora uwis-uwis/ banjur kelingan kowe wong manis/ Merak-Bakahuni numpak kapal/ kapale feri/ Adoh-adoh kowe tak-parani/ muga-muga kowe 'ra lali/ Merak-Bakahuni numpak kapal/ kapale feri/ Aku cinta setengah mati/ kelingan yen ngudhak kopi/ Ngombe wedang, wedange kopi/ Nggelar klasa ing wayah wengi/ Aku cinta setengah mati/ kelingan yen ngudhak kopi/ Secangkir wedang kopi, kopi Lampung/ niku kopi asli/ gula batu napa gula tebu/ srupat sruput ing wanci telu/ Wancine udan grimis/ saya wangi ya saya ngriwis/ grimis kok ya ora uwis-uwis/ terus kelingan kowe wong manis.
Kopi Luwak, Kopi Primadona Dunia Asli Produk Indonesia

Bagi petani kopi, kopi Luwak tidaklah asing. Kopi Luwak telah ada sejak zaman Belanda yang hanya diproduksi sedikit petani. Para petani di Lampung Barat dan Sumatera Selatan biasa ngelahang (mengumpulkan) biji-biji kopi luwak yang bertebaran di tanah, ranting dan rerumputan di kebun kopi pada musim panen kopi. Para petani mengolahnya dan menjadikannya kopi bubuk untuk konsumsi sendiri, karena memang jumlahnya sangat sedikit. Bahkan keluarga saya sering bercerita bahwa mereka sering menemukan biji-biji kopi luwak bertaburan di dahan-dahan kopi di kebun kami, namun kami tak berniat mengolahnya.

Kopi Lampung yang kini menjadi primadona dunia adalah kopi Luwak, terutama asal kabupaten Lampung Barat. Kopi Luwak yang sebelumnya dianggap menjijikan, kini menjadi primadona baik di pasar Nasional maupun Internasional. Selain karena rasanya unik, juga proses permentasi biji kopi dalam perut luwak (Paradoxurus hermaphrodites) yang dianggap alami membuat kopi kian digemari. Bahkan, para jurnalis internasional seperti dari Los Angeles Time langsung menjumpai petani kopi Luwak di Lampung Barat untuk mencari tahu proses pembuatan kopi Luwak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun