Perdebatan tentang rencana produksi film 'Bumi Manusia' yang diadaptasi dari roman berjudul sama karya penulis Pramoedya Ananta Toer semakin panas.Â
Lini masa media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram ramai oleh perdebatan-perdebatan netter yang setuju dan tidak setuju dengan rencana penggarapan film ini.
Perdebatan ini semakin seru ketika Professor Ariel Heryanto turut melempar bahan diskusi baik berupa cuitan di Twitter maupun status di Facebook.
"Orang kecewa menyaksikan film, hasil adaptasi dari novel yang sudah populer? Itu sangat Biasa. Tapi apakah sebelum ini di Indonesia pernah ada kegaduhan nasional, ketika yang keluar baru berita tentang rencana pembuatan film berdasarkan novel Bumi Manusia? Film-nya belum dibikin, apalagi ditonton masyarakat"Â tulisnya dalam akun Facebook-nya pada 26 Mei. Status yang menjadi cuitan di akun Twitter beliau juga kemudian banjir resnpon netizen. Prof. Ariel bahkan menyebutnya sebagai 'kegaduhan nasional' haha.
Ya, sebagai penikmat film-film tanah air, saya belum pernah menemukan 'kegaduhan nasional' semacam ini saat sebuah film adaptasi dari sebuah novel akan diproduksi.
Bayangkan saja, perdebatan ini bahkan melibatkan seorang Professor. Bagi saya, fenomena ini sungguh menantang bukan saja untuk melihat bagaimana industri film bekerja, juga cara publik dalam memandang bagaimana sebuah karya anak bangsa dibuat tidak harus melulu soal ideliasme.Â
Sebab, banyak sekali yang berpendapat bahwa meski ini langkah kontroversial sutradara Hanung Bramantyo dan rumah produksi Falcon Pictures yang dipandang hanya memanfaatkan ketenaran 'Iqbaal Ramadhan' untuk mengeruk keuntungan dari generasi millenial yang melek bioskop.
Jadi, inti kekhawatiran banyak orang bukan sepenuhnya terletak para Iqbaal yang dianggap terlalu 'ganteng' untuk menggambarkan sosok Minke, melainkan pada rumah produksi dan sutradara.Â
Kegaduhan dan perdebatan semakin sengit manakala publik menemukan pernyataan-pernyataan Hanung Bramantyo yang dikutip media online seperti dream.co.id. "Mampus!" tulis Prof. Ariel menanggapi pernyataan Hanung mengapa memilih Iqbaal untuk memerankan Minke.
Seperti pernyataan ini: "Pada saat itu Eropa kemajuannya luar biasa. Baik teknologi dan fashion, itu yang dilawan oleh Minke.. Saya tidak perlu kasih buku tebal ke Iqbaal, tinggal pakaikan baju adat yah jadilah Minke." Padahal dengan jelas dalam roman 'Bumi Manusia' berkali-kali dinyatakan bahwa Minke menggunakan setelah pakaian orang Belanda sebagai protesnya kepada kaum pribumi yang tertinggal jauh dalam konteks ilmu dan pengetahuan.