Bagiku renungan Natal yang paling berkesan sampai tahun ini adalah kutipan dari Injil Lukas 2:11. Bunyinya 'Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat'. Semula tidak pernah terpikir dalam benakku bahwa ayat ini kalau kita baca setiap hari akan berbunyi sama. Yesus ternyata tidak hanya lahir di tanggal 25 Desember, seperti yang diperingati oleh orang Kristen seluruh dunia.
Pilihan kata 'hari ini' tentunya bukan tanpa maksud. Lukas 2: 11 saat kita baca kapanpun selalu berbunyi 'hari ini', entah kita baca pada tanggal 25 Desember, 26 Desember, 31 Januari ataupun hari yang lain. Juruselamat telah lahir bahkan setiap hari saat kita membaca ayat tersebut. Sehingga setiap hari kita harus menanggapi tawaran keselamatan yang diberikan Tuhan kepada kita melalui Sang Juruselamat, dengan cara berbuat baik bagi sesama manusia.
Siapa yang Melahirkan Juruselamat? Kapan dan Bagaimana Sang Juruselamat dilahirkan?
Tahun 2008 aku beruntung bisa mendengarkan dan meresapi homili Mgr. Ignatius Suharyo, yang saat itu merupakan Uskup Keuskupan Agung Semarang (selanjutnya ijinkan aku sebut Bapak Uskup sesuai dengan peran beliau saat itu). Ilustrasi Bapak Uskup terhadap Injil Lukas ini membuatku sadar akan makna Natal dan menjadi Katolik yang hakiki.
Menjadi Katolik bukan berarti kemana-mana aku mewartakan firman melalui kata-kataku. Menjadi Katolik yang hakiki, menurutku, juga bukan berarti aku harus meng-katolik-kan orang lain sebanyak-banyaknya. Menjadi Katolik berarti bahwa aku siap menjadi kurban dengan mengalahkan kepentinganku untuk sesama. Menurutku menjadi kurban itulah yang hakiki, seperti altar yang menjadi pusat di Gereja-gereja Katolik. Altar adalah tempat untuk menghadirkan kurban salib. Menjadi Katolik berarti harus seperti altar untuk setiap hari siap menghadirkan kurban salib.
Sebagai ilustrasi, Bapak Uskup menceritakan pengalamannya saat suatu hari mengunjungi guru SD yang Katolik. Sang guru ditempatkan oleh pemerintah di daerah yang sama sekali tidak tahu apa itu Katolik. Tiap dua minggu sekali sang guru mengajar program untuk memberantas buta huruf bagi masyarakat dewasa. Dia harus menempuh perjalanan tiga jam untuk mengajar program tersebut dan tentunya tiga jam untuk pulang.
Ketika Bapak Uskup mengunjungi sang guru dan keluarganya, sang guru yang tidak hafal Injil Lukas di atas mengatakan dalam bahasa Jawa halus. Kira-kira terjemahan bebasnya adalah 'Yang saya inginkan cuma satu Romo: agar semua orang di desa ini tahu bahwa yang diingini oleh umat Katolik seperti saya adalah berbuat baik kepada sesama.' Luar biasa.
Hakekat menjadi Katolik ternyata adalah melahirkan Sang Juruselamat setiap hari melalui perbuatan baik kita yang tanpa pamrih. Sang Juruselamat lahir saat kita setiap hari melakukan perbuatan baik kepada sesama kita, tanpa memandang suku, agama, ras atau hal-hal yang bersifat primordial lainnya. Natal berarti kita siap menjadi kurban bagi sesama, dan itu bukan hanya kita lakukan di tanggal 25 Desember saja. Apakah aku bisa? Mudah-mudahan renungan ini rajin kubaca. Mudah-mudahan aku bisa berbuat baik setiap hari. Mudah-mudahan.
Selamat Hari Natal 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H