Saat ini terjadi pertarungan besar-besaran antara dua produsen air minum dalam kemasan penguasa pasar di Indonesia.
Pertarungannya adalah pada isu galon plastik atau kemasan plastik merupakan sampah yang harus dicegah karena sulit diurai ataukah merupakan sumber daya yang dianjurkan diproduksi karena dapat dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan berbagai macam produk.
Saya pernah menulis dalam buku saya Manajemen Sumber Daya Alam dari Perspektif Ideologis yang dapat diunduh secara gratis, bahwa sumber daya adalah sebuah konstruksi sosial yang dibangun oleh manusia pada zamannya (Hadipuro, 2022: 4).
Oleh karenanya, konsep sumber daya, dan juga sampah, bersifat dinamis sesuai perkembangan keinginan dan tindakan manusia (Omara-Ojungu, 1992).
Nah, saat ini dua produsen AMDK sedang bertarung untuk membentuk konstruksi sosial, apakah plastik merupakan sampah atau sumber daya.
Lalu dimana posisi pemerintah dan bagaimana seharusnya pandangan kita?
Indonesia dan Sampah Plastik
Berita-berita menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar, antara lain: nomor 2 menurut Universitas Multimedia Nusantara Eco 2024 (17/09/2024) dan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oceanografi BRIN Muhammad Reza Cordova (11/09/2024), nomor 3 terbesar di dunia menurut Tempo (14/09/2024) dan Kompas (9/09/2024), dan urutan ke-5 menurut RRI yang mengutip Direktur Sahabat Lingkungan Satrijo Wiweko (18/03/2-24). Entah mana yang paling tepat, tetapi yang jelas Indonesia memberikan kontribusi besar pada jumlah sampah plastik di dunia.
Studi terkini tentang plastik adalah terkait mikroplastik dan bahayanya. Mikroplastik adalah partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 mm.
Salah satu sumber mikroplastik adalah sampah plastik sekali pakai yang kita buang ke tempat pembuangan sampah dan akhirnya lapuk baik di tanah maupun di perairan.
Masalahnya, mikroplastik ini kemudian dimakan oleh ikan dan binatang laut lainnya. Ikan laut dan teman-temannya yang sudah terkontaminasi mikroplastik kemudian kita santap sebagai seafood.
Mikroplastik yang terdapat dalam sea food yang kita makan, akhirnya juga akan masuk ke dalam tubuh kita.
Mikroplastik dapat menimbulkan masalah kesehatan pada ikan, seperti kerusakan jaringan, masalah oksidatif, perubahan gen terkait kekebalan, dan masalah status antioksidan (Bhuyan, 2022), sumbatan usus, kerusakan fisik, perubahan histopatologis pada usus, perubahan perilaku, perubahan pada metabolisme lipid dan translokasi ke hati (Jovanovi, 2017).
Bahaya mikroplastik pada manusia adalah stres oksidatif, sitotoksisitas, dan gangguan sistem kekebalan (Bhuyan, 2022).
Blackburn dan Green (2022) juga menunjukkan bahwa mikroplastik dapat memicu respons imun dan stres, serta menginduksi reproduksi dan perkembangan pada manusia.
Lalu apa yang dilakukan pemerintah melihat kontribusi sampah plastik Indonesia, sementara ada bahaya yang ditimbulkan oleh mikroplastik?
Sejak tahun 2008 Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mengundangkan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Tahun 2012 Pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana UU ini melalui Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Pada Pasal 13 Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa produsen wajib untuk menyusun program pendauran ulang sampah, menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang, dan/atau menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang.
Pasal 15 menyebutkan bahwa produsen harus menyusun peta jalan persepuluh tahun untuk melaksanakan kewajiban seperti yang dituangkan di Pasal 13.Â
Namun, sampai saat ini perkembangannya sangat memprihatinkan, karena produsen masih bisnis seperti biasa dan tidak jelas peta jalan yang dibuat oleh masing-masing produsen.
Pertarungan Konstruksi Sosial
Yang memprihatinkan, bukannya menyusun peta jalan untuk melaksanakan kewajiban di Pasal 13, salah satu produsen AMDK bahkan mempopulerkan penggunaan galon sekali pakai.
Produsen ini bahkan mengkampanyekan bahaya galon yang dipergunakan berulang oleh pesaingnya, karena galon plastik tersebut mengandung Bisphenol-A atau BPA.
Dari hasil penelusuran pustaka, BPA dapat menyebabkan hipertensi, obesitas, diabetes dan kanker (Aulia dan Mita, 2023). Produsen penggunaan galon sekali pakai meng-klaim bahwa galonnya bebas BPA.
Saat ini kita diombang-ambingkan antara mau mengurangi sampah dengan mengkonsumsi AMDK dengan galon isi ulang, atau kita ingin sehat minum air galon tanpa BPA tetapi menambah volume sampah plastik. Perang konstruksi sosial sedang terjadi antara keduanya.
Celakanya produsen AMDK galon sekali pakai dalam kampanyenya juga didukung oleh dua media besar yaitu Kompas TV dan Metro TV, serta juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
KLHK mengapresiasi dan bahkan berkolaborasi (CNN, 20 September 2023) dengan produsen ini untuk menerapkan ekonomi sirkular pengolahan sampah plastik.
Masalahnya adalah apakah ada jaminan bahwa seluruh atau sebagian besar galon sekali pakai akan diolah oleh si produsen atau mitranya.
Jika tidak bukankah pemakaian galon sekali pakai akan menambah volume sampah plastik dan akan menjadi mikroplastik yang berbahaya bagi kesehatan?
Bisnis pendauran ulang sampah plastik memang menguntungkan, tetapi harus diingat ada dua masalah dalam proses daur ulang sampah plastik. Masalah pertama adalah penggunaan air bersih dalam jumlah besar untuk proses daur ulang sampah plastik.Â
Kedua adalah masalah proses pengumpulan sampah plastik ke perusahaan pendaur ulang sampah plastik. Yang kedua ini melalui proses yang panjang dan rumit yang melibatkan pemulung dan Tempat Pembuangan Sampah Sementara dan Akhir.
Lalu apakah ekonomi sirkular untuk sampah plastik lebih baik dibandingkan mencegah sampah plastik dengan menggunakan galon yang digunakan berulang tetapi membahayakan kesehatan karena mengandung BPA?
Respons Pemerintah
Jawaban atas pertanyaan di atas yang sebenarnya ditunggu masyarakat dari Pemerintah. Jangan masyarakat diombang-ambingkan.
Sebagai anggota masyarakat, saya menunggu pernyataan Pemerintah, bahwa galon yang dipakai berulang mengandung BPA dan berbahaya bagi kesehatan.Â
Juga pernyataan jaminan bahwa sampah plastik dari galon sekali pakai akan semuanya dapat didaur ulang. Jika ada ketegasan Pemerintah, selain masyarakat terlindungi, juga produsen akan berlomba-lomba untuk memproduksi AMDK dengan galon sekali pakai.
Saya berharap Pemerintah bisa lebih radikal lagi mengatasi masalah ini. Misalnya, dengan mewajibkan produsen AMDK untuk menggunakan galon yang dapat dipakai berulang tetapi bebas BPA. Atau, menjual galonnya saja yang sehat lalu melarang penjualan AMDK dalam galon, dan menggantinya dengan penjualan menggunakan dispenser, seperti di bisnis Air Minum Isi Ulang. Tetapi galonnya dijamin sehat.
Saya sebenarnya lebih berharap Pemerintah dapat memberikan jaminan akan kesehatan menggunakan air PDAM yang dimasak, dibandingkan alternatif di atas.
Selama ini sebagai pribadi, tetapi saya tidak berani mengkampanyekan ke masyarakat, saya tidak mengkonsumsi AMDK galon.
Semenjak saya lahir sampai usia 61 tahun lebih saya mengkonsumsi air PDAM yang dimasak, tetapi air PDAM-nya saya endapkan dulu selama minimal dua hari untuk menghilangkan bau kaporit dan mengendapkan padatan yang ada di air PDAM.
Saya berharap tidak mendua: membuat Peraturan Pemerintah tanpa memberikan jaminan pendaur ulangan seluruh (baca seluruh) galon sekali pakai, tetapi juga tidak menyatakan bahwa galon sekali pakai berbahaya. Bagaimana ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H