Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Resep Mempertahankan Pernikahan Lebih Sulit dibanding Menemukan Teori Relativitas

3 November 2024   16:20 Diperbarui: 3 November 2024   16:21 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

'Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya akan menjadi satu.' Melaksanakan pesan yang sering kita dengarkan di tempat ibadah saja sudah agak susah. Mengapa? Di luar pesan ini sering kita dengar kata-kata 'berbakti kepada orang tua', ' ada bekas istri atau bekas suami, tetapi tidak ada bekas anak atau bekas orang tua'.

Ketika, amit-amit terjadi, konflik antara suami atau istri kita dengan mertuanya, kita sudah ada pada posisi sulit. Haruskah kita mengikuti pesan yang sering kita dengarkan di tempat ibadah 'bersatu dengan pasangan kita' ataukah kita mengikuti kata-kata yang sering kita dengar 'berbakti kepada orang tua'. Ini salah satu saat dimana lonely marriage mungkin terjadi. Seringkali kita tidak dapat berdiskusi dengan kepala dingin dengan pasangan kita. Kita merasa ditinggal sendirian untuk memutuskan sikap kita.

Benar adanya, dalam banyak kasus, cinta orang tua kepada anak lebih dalam dibandingkan dengan cinta antara suami dan istri. Lebih sedikit kasus orang tua mengusir anaknya, dibandingkan dengan suami atau istri yang dengan mudah mengatakan 'cerai'.

Tapi, dalam pandangan saya, pertama, hidup dengan pasangan adalah pilihan bebas kita. Mayoritas kita menikah karena pilihan kita sendiri. Kedua, setelah kami memiliki anak, saya selalu berdoa untuk kebahagiaan anak. Dengan posisi seperti ini, saya sebagai orang tua, akan 'membiarkan' anak bahagia dengan pasangannya, dibandingkan dengan membahagiakan saya dengan 'berbakti kepada saya'. Namun, jika sesuatu yang buruk terjadi dengan pasangannya, saya sangat berharap anak saya mau kembali ke rumah. Rumah saya adalah juga rumah anak saya. Rumah ini akan selalu terbuka ketika badai perkawinan melanda anak saya dan pasangannya.

Sebagai orang tua, ketika saya berkonflik dengan menantu saya, mudah-mudahan saya selalu mengingat tulisan saya di paragraf ini 'berbakti kepada saya sebagai orang tua' tidak berarti memaksa anak meninggalkan pasangan.

In Harmonia Progressio

Mempertahankan pernikahan gampang-gampang susah. Gampang kelihatannya setelah kita melewati badai perkawinan. Sulit ketika kita ada pada titik terendah hubungan kita dengan suami atau istri kita, juga saat seperti penjelasan Kompasiana tentang Lonely Marriage 'menjaga api cinta pernikahan lebih sulit daripada ketika pacaran.'  

Menurut saya, setelah 31 tahun lebih terikat pernikahan dengan istri saya, mempertahankan pernikahan dan menemukan resep mempertahankan pernikahan barangkali lebih sulit dibandingkan saat Albert Einstein menemukan teori Relativitas. Teori Relativitas ada pada ranah ilmu pasti, dimana hanya ada satu solusi terbaik atau one best solution. Sementara pernikahan ada pada ranah ilmu sosial, dimana kita bisa mengatakan sesuatu itu benar, hanya pada suatu situasi dan kondisi tertentu.

Resep mempertahankan pernikahan sulit karena resep untuk satu pasangan pada satu waktu tertentu, mungkin tidak berlaku pada pasangan yang sama pada waktu yang berbeda. Apalagi resep satu pasangan akan kita tiru untuk hidup perkawinan kita yang mungkin punya latar belakang berbeda. Dengan latar belakang pandangan saya seperti itu, saya tidak pernah meminta pandangan pemuka agama atau konsultan perkawinan saat saya mengalami lonely marriage. Selama ini menyelesaikannya sendiri dan atau dengan pasangan kita menurut saya merupakan pilihan terbaik.

Salah satu bagian SANGAT-SANGAT KECIL dari usaha untuk mempertahankan pernikahan, menurut saya, adalah seperti moto Institut Teknologi Bandung (ITB) 'In Harmonia Progressio'. Sebagai alumni ITB tentu saya ingat moto ini. Artinya menurut web-nya ITB adalah 'maju secara bersama-sama dalam kerukunan atau kebersamaan.'

Tanpa bermaksud untuk memberikan resep atau menggurui, menurut saya masing-masing dari pasangan kita pasti selalu akan berubah atau mengalami kemajuan. Kadang kita maju terlalu pesat meninggalkan pasangan kita, atau sebaliknya. Ketika ini terjadi, maka kadang kita merasa pasangan kita 'tidak layak' lagi mendampingi kita. Kita ada pada fase lonely marriage, fase dimana kita merasa pasangan kita tidak 'nyambung'. 'Maju' bisa sangat beragam: maju dalam karir, maju dalam pergaulan, maju dalam pendidikan, maju dalam status sosial, dan maju-maju yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun