Kondisi lingkungan hidup semakin hari semakin menurun sehingga mengancam kelangsungan ekosistem di Kota Samarinda. Dengan semangat otonomi daerah telah membawa beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur memanfaatkan momen untuk mengeluarkan izin Kuasa Pertambangan termasuk pemerintah Kota Samarinda. Selama era otonomi daerah, pemerintah Kota Samarinda telah mengeluarkan sebanyak 60 IUP, dengan 48 IUP yang aktif melakukan kegiatan pertambangan, 7-8 IUP belum jelas izin lingkungannya, dan 4 izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan status PK2B (BLH Kota Samarinda, 2012).Â
Seluruh kegiatan tambang batubara di Kota Samarinda dan sekitarnya melakukan operasi tambang terbuka yang memiliki dampak lingkungan yang lebih besar dibandingkan dengan operasi tambang bawah tanah. Dengan adanya kebutuhan pembukaan lahan pertambangan tentunya alih fungsi lahan tak dapat terhindarkan lagi. Pada lima tahun terakhir luas lahan pertanian produktif berkurang sebesar 12,5 % menjadi lahan pertambangan batubara (BLH Kota Samarinda, 2015). Tekanan kegiatan kota yang semakin pesat menambah runtutan permasalahan lingkungan Kota Samarinda yang tak terselesaikan. Akibatnya, terjadi peningkatan intensitas bencana alam yang tak dapat terhindarkan. BPBD Provinsi Kalimantan Timur (2016) memaparkan jumlah kejadian bencana banjir dan tanah longsor selama 6 tahun terakhir mencapai 150 kejadian. Hal tersebut tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah maupun masyarakat Kota Samarinda.Â
Dalam menghadapi tantangan tersebut terdapat suatu konsep manajemen lingkungan yang diadopsi oleh Pemerintah Indonesia yaitu  ISO seri 14.001 (Enviroment Management System/EMS) yang merupakan standard international tentang pengelolaan lingkungan hidup. Prinsip dasar sistem manajemen ini berhubungan dengan kebutuhan semua lapisan masyarakat yang berkepentingan terhadap perlindungan lingkungan yang bertujuan untuk menyediakan dukungan perlindungan lingkungan hidup melalui suatu sistem yang menghasilkan perbaikan lingkungan hidup secara berkesinambungan.
Model standard ISO 14.001 menerapkan model dasar manajemen yaitu planning, organizing, actuating,dan controlling. Kemudian terdapat elemen-elemen yang menjadi acuan untuk menjamin berjalannya sistem secara berkesinambungan dan tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor kemauan sumber daya manusia yang menjalankannya. Dengan diterapkannya ISO 14.001 di Kota Samarinda, diharapkannya dapat mengurangi penurunan kualitas lingkungan sebagai dampak dari aktivitas pertambangan maupun tekanan aktivitas perkotaan.
Penerapan standard ISO 14001 tidak secara langsung dan segera memberikan hasil nyata dalam perbaikan kinerja dan pelestarian lingkungan khusunya untuk Kota Samarinda. Namun perbaikan bersifat bertahap, sistematis, bekerlanjutan, dan efisien, sehingga proses seperti inilah yang diharapkan dapat mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) dan dapat memulihkan kondisi degradasi lingkungan di Kota Samarinda. Terkait dengan isu lingkungan populer saat ini, pihak-pihak terkait dapat menerapkan standar ISO 14001 yang relevan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungannya. Standar ISO 14001 merupakan investasi bersama, yang merupakan hasil rumusan para pakar dan praktisi berpengalaman di seluruh dunia. Seyogyanya baik pemerintah, swasta, maaupun masyarakat Kota Samarinda dapat memanfaatkan standar tersebut dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan bersama yakni implementasi green economy di Provinsi Kalimantan Timur,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H