Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menjaga kualitas ASI yaitu ASI yang sudah diperah dimasukkan ke dalam botol lalu dilakukan proses screeningdan pasturisasi. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan kuman-kuman yang dimungkinkan terdapat dalam ASI dengan tujuan untuk menjamin air susu ibu agar aman diberikan kepada bayi. Proses selanjutnya, ASI dimasukkkan kedalam lemari es atau freezer untuk menjaga agar ASI tidak basi karena ASI yang sudah terpisah atau sudah diperah tidak disimpan dalam lemari es, besar kemungkinan untuk basi dan menjadi darah. Apabila telah berubah menjadi darah maka dapat dikategorikan sebagai bangkai. Dengan demikian, ASI yang akan di jual tidaklah tergolong bangkai dalam artian boleh untuk di konsumsi.
Al-Quran menjelaskan tentang kriteria bangkai yang dilarang untuk diperjualbelikan, yakni terdapat dalam surat: Al-Baqarah (2): 173.
Salah satu faktor utama pendorong adanya praktik jual beli ASI sendiri adalah untuk menolong bayi yang tidak mendapakan ASI dari ibu kandungnya. Menurut data Dinas Kesehatan kota Bogor, misalnya selama satu tahun terakhir tercatat ada 45 bayi meninggal akibat kurang ASI. Dalam hal ini, upaya peningkatan pemberian ASI berperan besar terhadap penurunan angka kematian bayi dan menurunkan prevalensi gizi buruk pada anak balita. Tahun 2003, World Health Organization/United Nation Children's Fund (WHO/UNICEF) mencatat bahwa 60% kematian balita tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi dan 2/3 kematian tersebut terkait praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak.
Pemberian ASI eksklusif adalah salah satu upaya menurunkan tingkat kematian bayi. Inisiasi menyusui dini dapat menyelamatkan 22% kematian bayi baru lahir. ASI juga terbukti dapat mencegah 13% kematian balita. Kasus bayi yang kehilangan berat badan dan dehidrasi akibat kurang ASI juga banyak terjadi di masyarakat. Maka dalam kondisi seperti ini pemberian ASI terhadap bayi menjadi kebutuhan yang esensial demi mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Selain itu, melihat banyaknya manfaat yang terkandung dalam ASI, maka dari segi kemanfaatan ASI sesuai dengan syarat barang yang diperjual belikan. Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi'i tidak menjelaskan secara tegas tentang jual beli ASI, namun hanya menjelaskan tentang ujrah persusuan (menyewa jasa seorang ibu untuk menyusui dengan memberi imbalan), tetapi dalam kitab yang lain disebutkan bahwa Imam Syafi'i membolehkan jual beli ASI. Ketentuan hukum ini dipertegas oleh mayoritas kalangan madzhab Syafi'i, di antaranya Imam Nawawi karena dua alasan: Pertama, suci. Kedua, dapat bermanfaat sebagaimana susu-susu yang lain. Syarat ketentuan tersebut juga dijelaskan oleh Imam Syafi'i ketika dia menjelaskan tentang ketentuan syarat jual beli.
Berdasarkan argumentasi di atas, maka praktik jual beli ASI di Indonesia bisa dikategorikan sebagai jual beli yang sah, karena syarat jual belinya sudah terpenuhi. Seperti syarat orang yang berakad, yaitu adanya kerelaan dan syarat barang yang diperjualbelikan, yaitu ASI merupakan barang suci dan memiliki manfaat yang sangat besar bagi bayi dibandingkan dengan susu hewan.
Mengenai kebolehan tentang jual beli ASI ini didukung oleh mayoritas ulama di antaranya Mazhab al-Zahiri, Mazhab Maliki dan Mazhab Zaidiah. Menurut mereka seorang ibu boleh memerah air susunya dalam suatu wadah kemudian menjualnya kepada ibu-ibu lain yang membutuhkan ASI untuk anaknya. Bahkan di kalangan Syafi'iyah mereka yang tidak membolehkan jual beli ASI tersebut dianggap syad (tidak wajar). Mereka berlandaskan pada keumuman ayat al-Qur'an suart Al-Baqarah (2): 275.
Menurut mereka air susu ibu adalah sesuatu yang halal, suci dan dapat diambil manfaatnya. Dengan demikian, halal juga untuk diperjualbelikan. Sebab tidak ada perbedaan antara air susu hewan yang biasanya dikonsumsi oleh manusia dengan air susu ibu. Oleh karena itu, apabila susu hewan boleh diperjualbelikan maka air susu manusia juga boleh untuk diperjualbelikan. Dalam sebuah kaidah juga disebutkan, yang artinya: "hukum asal jual beli itu boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya" Berdasarkan kaidah fikih tersebut, jual beli ASI termasuk mu'amalah yang dibolehkan, karena tidak ada dalil yang dapat menunjukkan keharamannya.
Terlepas dari hukum tentang sah tidaknya jual beli ASI, sudah tidak diragukan lagi bahwa ASI memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan bayi dibandingkan dengan susu-susu yang lain, misalnya susu hewan. Maka dengan cara apapun pemberian ASI terhadap bayi haruslah terus diupayakan. Praktik jual beli ASI di Indonesia tidak hanya dimaksudkan sebagai bentuk tukar menukar barang semata, tetapi memiliki tujuan untuk menolong para bayi yang sangat membutuhkan asupan ASI sebagai makanan pokoknya. Karena itulah, praktik jual beli ASI di Indonesia bisa dikategorikan sebagai jual beli tabarru'.
Hal ini sesuai dengan ajaran dan perintah dalam Islam untuk saling tolong menolong antar sesama. Al-Quran secara tegas memerintahkan agar saling tolong menolong dalam kebaikan di antara sesama masyarakat, terutama bagi orang yang sangat membutuhkan bantuan. Q.S: Al-Maidah (5) : 2.
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas maka tujuan dari praktik jual beli ASI sangat mulia, untuk membantu para bayi yang sangat membutuhkan ASI. Praktik jual beli ASI yang terjadi di Indonesia diharapkan mampu membantu bayi-bayi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik bahkan mampu untuk bertahan hidup. Tujuan dari praktik jual beli ASI ini sejalan dengan tujuan ditetapkannya hukum Islam (Maqashidasy-Syari'ah) di mana setiap hukum ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di dunia bahkan di akhirat kelak.