Mohon tunggu...
Syarifuddin A
Syarifuddin A Mohon Tunggu... PNS -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Melarang Isu SARA Ketika Berkampanye adalah Tidak Adil

7 Januari 2018   13:02 Diperbarui: 7 Januari 2018   13:07 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa saat yang lalu, Mendagri Tjahjo Kumolo meminta KPU dan BAWASLU untuk mendiskualifikasi pasangan calon yan mengkampanyekan isu SARA dan ujaran kebencian, Lantas Media mainstream menyambar larangan mendagri ini dan membuat judul "Mendagri: Kampanyekan isu SARA, pasangan calon bias didiskualifikasi". Ujaran kebencian yang merupakan hal yang dilarang telah hilang dan seolah-olah dilupakan.

SARA sesungguhnya adalah kodrat manusia. Perbedaan adalah suatu keniscayaan. Ketika kita melarang orang berbicara soal SARA, sesungguhnya kita telah melakukan sebuah larangan yang sangat tidak mungkin untuk dilaksanakan. Sangat bertentangan dengan kodrat manusia itu sendiri. Lantas mengapa Mendagri mengeluarkan pernyataan khusus soal larangan kampanye menggunakan SARA dan Kebencian? Tidak kah lebih tepat bila hanya melarang ujaran kebencian saja saat paslon berkampanye?

Kita faham, maksud Mendagri sesungguhnya adalah bagaimana menciptakan agar PILKADA berlangsung secara tertib dan aman. Karna ucapan seorang Mendagri selalu dijadikan panduan dalam pelaksanaan PILKADA oleh KPU dan BAWASLU maka saya mengingatkan Mendagri bahwa larangan mengkampanyekan SARA adalah melanggar kodrat.

Kalau mendagri menginginkan Pilkada yang aman, tentunya mesti dilakukan sebuah kajian yang benar tentang sumber yang berpotensi menimbulkan keributan. Gunakanlah teori yang benar sehingga jalan keluar untuk mengatasi keributan dalam PILKADA nanti menjadi benar. Sehingga rakyat merasakan keadilan dan Mendagri benar telah menjadi wasit yang adil.

Untuk mengingatkan kita kembali tentang teori bunyi (keributan). Bahwa bunyi (keributan), bisa terjadi bila ada: 1. Sumber bunyi, 2. Media, 3. Orang yang mendengarkan. Dalam konstelasi politik di Negara kita saat ini, ada hal yang lebih penting yang mesti diatur dengan segera oleh Mendagri yaitu MEDIA. Harusnya Mendagri melarang pemilik dan pelaku di Media terlibat dalam kegiatan politik praktis. Bila tidak, maka semua info dari media yang pemilik dan pelakunya terlibat dalam dunia politik sangat berpotensi untuk membuat berita yang tidak berimbang dan sangat berpeluang untuk menimbulkan keributan di masyarakat.

Bukan kah kita telah memahami bahwa opini publik itu dibentuk oleh Media. Logikanya ketika terjadi keributan di ruang publik maka yang bertanggung jawab adalah Media. Bukan sumber bunyinya. Bukan orang yang mengkampanyekan SARA nya. Bila Media tidak diatur oleh Mendagri maka akan terjadi kesalahan Persepsi Pemerintah dalam mengambil Keputusan. Karna "seolah-olah" apa disampaikan Media adalah harapan Publik, padahal sesungguhnya hanyalah merupakan harapan Pemilik Modal Media atau sponsornya saja. Itulah yang menjadi jawaban mengapa bila kita membaca berita di Media semuanya baik-baik saja padahal Rakyat dilapisan bawah sangat merasakan kesulitan ekonomi.

Mereka yang merasakan kesulitan ekonomi itu hanya bisa berkampanye dengan SARA nya, sebab mereka tidak memiliki MEDIA. Bila mengkampanyekan SARA dilarang juga berarti ibarat sebuah pertandingan tinju, wasit telah "mengikat" tangan satu fihak dan membiarkan fihak yang lain memukul sekehendak hatinya. Ini tidak adil. Namun bila dalam berkampanye, Paslon menggunakan ujaran kebencian, tentu masyarakat yang sudah cerdas tidak akan memilihnya. Karna tidak mungkin pemerintahannya akan stabil nantinya bila dia telah membenci satu kelompok yang juga mempunyai hak untuk hidup di NKRI ini.

NKRI hanya bisa hidup selamanya bila pemimpinnya adil.

Wallahualam Bissawab.

Syarif.wien@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun