Sedikit tergelitik saat mengetahui pencapaian indikator MDG’s Kesehatan yang masih belum mencapai target yang diharapkan, merujuk pada kondisi pasar bebas saat ini, Indonesia masih seperti bayi baru lahir yang berusaha untuk bangkit dari ketertinggalan meskipun telah mencapai prestasi membanggakan pencapaian target MDG’s. Istilah “merangkak” mendeskripsikan bagaimana sulitnya berdiri bahkan berlari untuk mengejar target yang ditentukan dalam bidang kesehatan, terutama MDG’s 5 mengenai kesehatan ibu dan MDG’s 6 mengenai angka penurunan penyebaran HIV/AIDS. Inilah tinta merah yang terlukis dalam laporan kesehatan nasional, meskipun target angka kejadian malaria dan pengendalian penyakit TB telah mencapai hasil yang diharapkan.
Target MDG's di bidang kesehatan terancam tidak memenuhi target. Setiap tahun sekitar 20.000 perempuan di Indonesia meninggal akibat komplikasi dalam persalinan. Dengan kata lain, ada 2 perempuan yang harus kehilangan nyawa jika terjadi kelahiran setiap jamnya. Padahal, data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan angka kematian ibu (AKI) telah mengalami penurunan dari 318 per 100.0000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Pertanyaannya adalah mampukah Indonesia menjawab tantangan bagaimana mempercepat penurunan angka kematian ibu menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014 sebagaimana diamanatkan RPJMN 2010-2014 dan 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 sebagai target MDGs. Permasalahan selanjutnya adalah tingkat prevalensi HIV/AIDS cenderung meningkat di Indonesia, terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2004 dan 2005. Pada tahun 2012 dilakukan estimasi jumlah ODHA di Indonesia dan diperoleh hasil 591.823 orang dengan penyebaran di seluruh wilayah dan dapat dikatakan tidak ada satu provinsi pun yang terbebas dari HIV. Data yang dilaporkan Dinas Kesehatan Provinsi sampai dengan Juni 2014, jumlah kumulatif pengidap HIV sebanyak 143.078 orang dan penderita AIDS sebanyak 54.018 orang. Terdapat dua epidemi HIV/AIDS di Indonesia, yaitu: 1) Epidemi terkonsentrasi pada kelompok tertentu yang disebut kelompok berisiko yakni pekerja seks dan pelanggannya, pengguna jarum suntik atau penasun, lelaki seks dengan lelaki (LSL), gay dan waria; serta 2) Generalized Epidemic atau epidemi yang sudah tingkat epidemi HIV di sebagian besar provinsi di Indonesia pada tingkatan epidemi terkonsentrasi kecuali Tanah Papua (Papua dan Papua Barat) yang mempunyai status epidemi meluas rendah atau low generalized epidemic. Prevalensi HIV di Indonesia 0.4% sementara untuk Tanah Papua sebesar 2.3%.
Kebijakan kesehatan ibu yang telah ada, yaitu Bidan Desa dan Makes Pregnancy Safer merupakan salah satu pengejawantahan dari rencana pembangunan kesehatan jangka panjang (RPKJP). Hal tersebut merupakan bagian arah pembangunan kesehatan jangka panjang dan tertuang dalam RPJMN 2015-2019 yang telah memiliki pergeseran paradigma kuratif rehabilitatif menjadi promotif preventif untuk mencapai visi masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Dasar hukum yang digunakan berupa UU no. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional dan tertuang dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Kementrian Kesehatan telah menetapkan arah kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian kesehatan tahun 2015-2019 terfokus pada : 1) Penguatan pelayanan kesehatan primer, 2) Penerapan pendekatan keberlanjutan pelayanan, 3) Intervensi berbasis risiko kesehatan. Untuk upaya pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, kebijakan kesehatan yang tertuang dalam bentuk program kesehatan dilakukan mulai dari inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut Harm Reduction pada tahun 2006; pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) mulai tahun 2010; penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pda tahun 2011; pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012; hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai pada pertengahan tahun 2013.
Hal tersebut merupakan bagian dari konsekuensi terlibatnya Indonesia dalam kesepakatan global deklarasi MDG’s sehingga kebijakan pemerintah yang berpihak pada kesehatan harus tertuang dalam rencana strategi nasional. Selain rencana strategis, tentu pembiayaan dan hal teknis lainnya juga harus dipikirkan. Pengembangan kebijakan yang menggunakan metode kelembagaan, seharusnya memiliki taring dalam implementasinya. Hal ini karena kebijakan yang dihasilkan menggunakan metode ini bersifat "memaksa" dan menuntut loyalitas dari semua masyarakat. Faktanya adalah apakah anggaran pemerintah telah berpihak dalam pembangunan kesehatan nasional. Berdasarkan beberapa analisis proses kebijakan yang telah ada, desentralisasi kebijakan yang terjadi di bidang kesehatan justru melemahkan implementasi di daerah, karena proses monitoring maupun evaluasi kebijakan yang belum terstruktur dengan optimal. Hal lain yang terjadi adalah terjadinya fragmentasi pelayanan kesehatan primer dan pelayanan sekunder hingga tersier.
Rekomendasi untuk menggantikan coretan tinta merah dalam bidang kesehatan nasional yang dapat dilakukan yaitu melakukan implementasi yang meliputi: meningkatkan akses dan jangkauan layanan kesehatan ibu dan neonatal yang berkualitas; meningkatkan pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku yang sehat dan memanfaatkan layanan untuk ibu dan bayi baru lahir; dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan layanan kesehatan ibu dan neonatal. Selain itu, upaya menurunkan angka kematian ibu didukung dengan meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmeet need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
Upaya pengendalian HIV/AIDS di Indonesia telah diatur dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No. 21 Tahun 2013, yang meliputi kebijakan promosi, pencegahan, pemeriksaan, pengobatan, dan rehabilitasi. Namun kenyataannya sejauh mana kebijakan tersebut mampu memberikan kontribusi dalam mencapai target MDG's. Implementasi kebijakan tersebut telah dituangkan dalam bentuk program kesehatan dilakukan mulai dari inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut Harm Reduction pada tahun 2006; pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) mulai tahun 2010; penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pda tahun 2011; pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012; hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai pada pertengahan tahun 2013. Selain tantangan tersebut, tantangan yang tak kalah besar adalah upaya peningkatan kesehatan ibu , penurunan angka kematian ibu dan pencegahan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia mustahil dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, terlebih dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang dimiliki meliputi tenaga, sarana prasarana, dan anggaran. Oleh karena itu, mutlak diperlukan kerja sama lintas program dan lintas sektor terkait, yaitu pemerintah daerah, sektor swasta, organisasi profesi kesehatan, kalangan akademisi, serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan baik dari dalam maupun luar negeri.
Referensi
BAPPENAS,2010; Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Di Indonesia 2010; Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS. ISBN-979-3764-64-1
Badan Pusat Statistik (2009) Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009, Jakarta.