Mohon tunggu...
Wieka Wintari
Wieka Wintari Mohon Tunggu... -

saya wieka dari Banjarbaru Kalimantan selatan, seorang pegawai negeri yang menginginkan barokah dari suami dan Ibu, untuk selalu dalam jalan lurus illahi, menggapai RidhoNYA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Pernikahanku kan Batal Tanpamu Mama

22 Desember 2013   13:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

No Peserta : 438

Syurga dibawah telapak kaki Ibu.

Ibu, Kasih sayangmu sepanjang Masa.

Mama, engkau bisa melakukan apa saja untukku.

Namun tiada seorangpun yang dapat menggantikan kedudukanmu disampingku.

Aku sayang Mama.......

Berawal dari sepulang Sholat Idul Adha 1433 H. Walau di rumah tinggal tiga orang, namunsaat itu hanya Aku dan Mama saja yang berangkat ke Masjid Al-Munawwarah dekat rumah, karena Papa sedang ke Jakarta tempat Budhe untuk mengambil perlengkapan pakaian untuk acara resepsi pernikahanku yang menggunakan adat Lampung. Dan Adek yang statusnya sudah menikah terlebih dahulu dariku saat itu sholat bersama dengan istrinya di Masjid dekat rumahnya. Karena Sholat Idul Adha kali ini jatuh pada hari Jum’at, maka pemotongan hewan-hewan kurban ditunda oleh seluruh panitia kurban pada hari Sabtu esoknya. Kali ini Aku menitipkan hewan kurban di kampung dekat rumah adik iparku berasal, Martapura. Karena pembagian daging kurbannya tidak perlu sampai berdesak-desakkan, panitia sudah menyiapkan kupon pengambilan daging kurban lengkap dengan jam pengambilannya. Kupon tersebut diserahkan kepada pemilik hewan kurban, dan kupon yang diberikan kepadaku, sudah diserahkan kepada orang-orang yang memang membutuhkannya.

Seperti biasanya, saat Lebaran tiba tidak terlewatkan santapan enak ketupat lengkap dengan sayur santan pepaya muda dan semur daging, tidak lupa telur ayamnya yang pastinya semua itu buatan Mama. Sehabis menikmati ketupat sayur mama, Akupun kembali sibuk untuk mempersiapkan segala kebutuhan pernikahanku yang tinggal sebulan lagi. Tinggal hitungan waktu, bukan waktu yang lama dan segala persiapan pernikahanku itu seluruhnya Aku yang persiapkan, walau memang segala kebutuhan tersebut tetap Aku komunikasikan kepada calon suamiku yang jauh di Makassar dengan Kakak-kakaknya yang di Jakarta maupun di Soroako.

Sorenya Aku dan calon suamiku mendiskusikan masalah cincin pernikahan. Aku ingat sekali, pencarian cincin ini membuat aku lembur sampai tengah malam, mencari segala model yang kiranya ku suka. Sama halnya dengan calon pengantin lainnya, ingin sekali membuat momen yang terpenting dalam hidupnya menjadi momen yang paling terindah. Sifatku yang keras membuat sedikit pertengkaran antara Aku dan Mama pada malam itu. Bagaimana tidak, Mamaku menginginkan cincin pernikahanku terbuat dari emas, sedangkan calon suamiku menginginkan dari bahan lainnya. Aku bingung pada posisiku saat itu, karena calon suamiku juga bukan berasal dari keluarga yang sangat mampu dan Aku tidak dapat mengatakannya kepada calon suamiku itu. Sebenarnya Mama juga bukan orang yang matre, dia hidup dalam kesahajaan, namun Mama ingin anaknya terlihat dihargai di mata keluarga walau se-gram saja cincin itu, namun terbuat dari emas. Tahu sendiri lah emas memang di lilhat sebagai bahan lgam mulia yang nilainya lebih tinggi dari bahan lainnya. Duh pusing kepala ini, akhirnya dengan rasa yang mangkel, terlelaplah Aku di depan laptopku.

Keesokan paginya, ternyata rasa mangkel itu masih mendera dihatiku. Namun karena sifat sabar Mamalah, akhirnya dia yang mengalah, diserahkanlah kepada Kami mana yang terbaik mengenai cincin itu. Dan akhirnya Akupun pasrah dan menyerahkannya semua kepada calon suamiku.

Sambil menunggu pengambilan hewan kurban pada sorenya, Aku dan Mama memutuskan untuk ke Mall membeli beberapa seserahkan untuk pernikahanku nanti. Padahal Mama sudah mewanti-wantiku untuk membelinya di sekitaran rumah karena jarak antara rumahku di Banjarbaru dan Mall di Banjarmasin sekitar 30 km dengan jalan besar yang cukup ramai. Dan tibalah Kami di Mall tersebut. Kami asyik beli ini dan beli itu, cukup lelah walau tidak banyak yang dibeli saat itu. Karena waktu sudah cukup siang, akhirnya Kami memutuskan untuk menghentikan langkah berbelanja, dan mengisi perut kosong terlebih dahulu di pusat jajanan. Usai menikmai santapan makan siang, ada pesan yang masuk pada telepon genggamku, dan itu dari salah satu Kakak calon suamiku, di mana dia menawarkan agar seperangkat alat sholat dan tas untuk seserahan tersebut biar dibelikan olehnya di Jakarta saja. Namun Aku bersikeras agas tas itu biar Aku saja yang membelinya, toh juga Aku yang akan memakainya nanti. Mama setuju biar mereka saja yang membelinya, “biar kamu nda capek wara wiri, kamu kan masih harus kerja juga, biarlah terbagi bebanmu itu” ujar Mama. Sekali lagi, sedikit baku mulut terjadi. Dan dengan kesabarannya kembali Mama menyerahkannya kepadaku. Dan Kamipun melanjutkan perjalanan pulang.

Diburunya waktu untuk pengambilan hewan kurban yang di jadwalkan pukul empat sore, membuat Aku mempercepat langkah kakiku, padahal panggilan adzan Dzuhur untuk menghadap Sang Illahi saat itu sudah terdengar. Namun Aku memutuskan untuk sholat dzuhur nanti saja, biar singgah di salah satu Masjid di pinggir jalan. Perjalanan di lanjutkan, hingga motor Kami berhenti di salah satu Masjid, dan ketika kami hendak masuk, terceletuk olehku “Ma Kita ke Masjid lainnya saja, di sini Masjidnya bau”. Saat itu memang panitia baru saja selesai menyembelih hewan kurban, terlihat kesibukan mereka ada yang sedang menguliti, menyayat daging sampai pembagian daging ke plastik yang siap untuk dibagikan ke orang-orang yang tidak mampu dan membutuhkan. Akhirnya perjalananpun di lanjutkan.

Sepanjang jalan yang Kami tempuh memang jarak antara Masjid satu dengan yang lainnya agak jauh. Sepeda motorku sempat berhenti di salah satu toko grosir besar perlengkapan rumah tangga dengan niat untuk melaksanakan sholat dzuhur, namun saat kami menanyakan ke salah satu tukang parkir di sana, dijawabnya tidak ada musholla di situ, dan bukannya langsung meninggalkan tempat itu kami malah melanjutkan belanja ke dalam. Alhasil ketika ku melihat waktu di pergelangan kecilku, waktu telah menunjukkan pukul 14.30 WITA, dan kubilang ke Mama supaya kita sholat di rumah saja, insyaallah masih dapat di capai.

Saat melanjutkan perjalanan Aku lupa kalau di ujung bundaran hampir dekat bandara ada Masjid yang biasa Aku singgahi jika aku terlelahkan, dan masjid itupun terlewatkan. Roda dua yang Kami kendaraipun terus melaju dengan ngebutnya mengejar waktu sholat Dzuhur dan pengambilan hewan Kurban sambil membawa beberapa belanjaan yang hampir memenuhi badan kendaraan roda duaku. Dan setelah itu Aku tak tahu apalagi yang terjadi, karena baru tersadarkan tiba-tiba aku sudah terbaring di Rumah Sakit AURI Banjarbaru, di kanan kiriku sudah ada Pak Polisi. Langsung ku berjerit “Mamaaaaa....mana Mamaku Pak Polisi..”. Terasa kaki kiriku tidak dapat digerakan, dan ku lihat darah mengalir di atas bahu kaki kiriku itu, entah kena gesekan aspal atau terkena knalpot, sampai sekarang Akupun tidak tahu.

“Mamaa...mama tidak apa-apa kan...?” jeritku diatas kasur bersebrangan dengan kasur Mama, dan Astaghfirullah setelah Aku menengok ke arah Mama, mata kirinya terlihat biru lebam karena tergencet kaca helm dan harus dijahit....”Mama,maafkan aku yang tidak hati-hati, maafkan aku yang sebelum ini selalu ada rasa mangkel kepadamu Mama..” lirihku dalam hati. Aku dan Mama sama-sama tidak sadarkan diri saat terjadi kecelakaan itu dan tidak tahu pula bagaimana awal terjadinya kecelakaan tersebut. Karena itu Rumah Sakit singgahan, Aku dan Mama dipindahkan ke Rumah Sakit dekat rumah, setelah Aku menghubungi Adik kandungku. Dan diceritakan oleh adik kandungku, Aku sudah menelponnya beberapa kali, tapi ternyata Aku tak sadar. Alhamdulillah ALLAH SWT masih menyelamatkan kami, masih menyadarkan siapa kami. Sesampainya di Rumah Sakit, Aku dan Mama langsung melakukan rontgen karena takut terjadi patah tulang atau apa, dan hasilnyapun baik, hanya memar saja dan perlu perawatan khusus untuk kaki kiriku.

Kakak sepupuku yang membantu mengurus semua kecelakaan ke Kepolisian dan mengurus pengambilan kendaraan roda duaku, karena saat kejadian itu Papa masih di luar kota. Setelah semua urusannya selesai, maka kamipun diceritakan kronologis ceritanya. Saat diceritakan itu, Aku berteriak histeris dan Mama langsung menangis terharu berucap syukur saat itu. Bagaimana Aku tidak berteriak histeris, saat terjadinya kecelakaan motorku yang saat itu mengambil haluan ke kanan untuk menghindari orang menyebrang, dan apabila aku mengambil ke arah kiri maka orang tersebut yang Aku tabrak. Dan disaat arah yang bersamaan pula sebuah truk pengangkut barang telah mengerem dari kejauhan untuk menghindari motorku, naas truk itu menghabiskan sisa remnya tepat menyenggol knalpot motorku, dan disaat itu pula aku terjatuh dan terseret beberapa meter, sedangkan mamaku sudah tergeletak tepat dibawah truk dan sekali lagi roda truk itu berputar, pasti Aku sudah kehilangan Mama. Tersentak Kami yang berada di ruang kamar Rumah Sakit saat itu langsung menangis dan tidak henti-hentinya Kami mengucap Syukur, terutama Aku karena masih melindungi Mamaku dalam kecelakaan maut tersebut.

Aku dan Mama masih dalam perawatan intensif, jahitan di bawah mata Mama sudah boleh dilepas, namun memang luka itu tidak dapat terhapuskkan, dan kulit kaki kiriku juga tidak dapat kembali mulus seperti semula. Tapi tidak apa yang penting Aku dapat melangsungkan pernikahanku, hari yang terpenting bagiku dan suamiku sangat indah melebihi indahnya sebuah cincin emas yang melingkar cantik di jemari manisku, karena saat itu Mama masih dapat mendampingiku di hari bahagiaku. Mungkin saja saat ini cincin pernikahan itu tidak akan melingkar manis dijariku, tidak ada yang namanya pesta meriah, mungkin juga aku sedang mendekam di balik jeruji besi yang pastinya udara dingin kan menghantui relung-relung tulangku akibat ulahku. Ughh sungguh tidak dapat kubayangkan dan pastinya tidak akan pernah terbesit di pikiranku untuk dibayangkan.

Beribu rasa syukur tiada henti atas semua Rahmat dan Barokah ALLAH SWT, karena sampai detik ini Aku masih dapat melihat Mama di depan mata, masih dapat merasakan masakan-masakannya yang enak tiada tara untuk sarapan maupun makan malam, dan tentunya masih mendapat ijabah butiran-butiran do’a yang selalu engkau lontarkan dihadapanMU Ya Rabb setelah usai Sholat, do’a untuk anak-anaknya semua. Sekali lagi aku kan selalu bersyukur. Dan saat ini, Aku kan selalu menjagamu Mama.

Entah sudah berapa juta tetesan peluh keringatmu Mama yang kau berikan kepadaku lewat kasih sayangmu. Entah sudah berapa ucap do’a yang Mama gulirkan untuk anak-anakmu, agar anak-anakmu kelak menjadi anak yang Sholeh dan Sholehah. Entah sudah berapa waktu yang telah Mama sisihkan untuk selalu bermain bersama kami anak-anakmu. Lewat tulisan ini, kuhadirkan untuk hari Ibu, untukmu Mama. Aku Sayang Mama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun