Ana tidak tahu harus berbuat apa. Lututnya terasa nyeri. Dia terduduk di atas aspal jalan. Matanya mencari sosok kakaknya Ratih. Terlihat Ratih tergeletak tak bergerak di depan sepeda motor mereka.
Apakah kakaknya meninggal? Mengapa sama sekali tidak ada pergerakan dari tubuh kakaknya? Ana cemas.
Dengan menahan rasa nyeri yang ada, dia mencoba bangkit berdiri dan melangkah pelan menghampiri kakaknya.
Dia memegang pundak kakaknya dengan tangan kanan mencoba membangunkannya tapi tidak berhasil.
Tanpa menghiraukan rasa nyeri, Ratih mencoba duduk di samping tubuh kakaknya.
Tepukan pelan yang berkali-kali di pundak kakaknya tak juga dapat membuat kakaknya sadar. Ana menangis.
Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?
“Ibu...” teriakkan itu keluar dari mulutnya dengan linangan air mata. Dia menyesal tidak mendengarkan larangan Ibu.
“Mau ke mana kalian?” tanya Ibu sejam lalu.
‘Kami mau membeli bakso di depan kompleks bu,” jawab Ana yang mengambil dua helm yang tergantung di dinding ruang tamu. Sementara Ratih mengeluarkan sepeda motor dari garasi.