Mohon tunggu...
Widya Shenaga
Widya Shenaga Mohon Tunggu... -

Suka anak-anak dan smua tentang makanan..he3

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hadiah Itu Menyinggung Harga Diriku..

13 Juni 2011   12:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:33 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di ruang guru, aku sedang tenggelam dengan nilai anak-anak.  Baru saja  selesai mengoreksi  Ulangan Kenaikan Kelas (UKK), datang seorang ibu memanggilku.  Ia berbasa-basi sebentar kemudian mengulurkan tangannya. Ibu itu memberiku handphone, spontan aku mundur dan menolaknya.  Ia berkali-kali memaksaku untuk menerimanya, berkali-kali juga aku menolaknya.  Aroma wajah ibu tersebut mulai berubah, seperti marah dan tersinggung.  Aku tidak mau terlibat konflik lagi, terlalu banyak hal yang tidak menyenangkan kualami dengan ibu tersebut.  Akhirnya aku menerima hadiah itu, tapi dengan kalimat tegas aku mengatakan bahwa hadiah ini akan aku gunakan setelah urusanku dengan anaknya selesai (ulangan-ulangan, remedial, pembagian rapor dan kenaikan). Dengan tangan gemetar dan dingin, aku taruh hadiah itu di atas meja guru.  Cukup lama aku memandangi hadiah itu,  nafasku  naik turun dengan cepat, pertanda aku sedang emosi.  Kuputuskan untuk melapor  Kepala Sekolah, dan meminta bantuannya  mengembalikan hadiah itu kepada ibu tersebut.  Akhirnya hadiah tersebut dititip dan disimpan petugas TU, aku tidak mau membuka atau menyimpannya.  Mentang-mentang HP ku rusak, dipikirnya aku bisa dibeli dengan uang atau barang. Sedih sekali, dengan cara ibu itu.  Mengapa saat aku meminta kerja-samanya untuk sejalan dalam mendidik anaknya, aku malah dicaci maki?  Mengapa marah besar saat aku menegur anaknya untuk mengerjakan pr sendiri, tidak dibuatkan orang lain ? Mengapa sering membiarkan anaknya tidak mengerjakan pr? Mengapa setiap kesempatan remedial, anaknya dibiarkan begitu saja tidak belajar? (Huft..dan masih banyak lagi daftar  pertanyaan mengapa di pikiranku).   Sia-sia ketika di kelas aku meluangkan waktu khusus untuk mengajarinya dengan mengabaikan anak-anak  yang lain, percuma ketika pulang sekolah menyisakan waktu mengajarinya lagi.  Apa gunanya remedial yang selalu kulakukan, ketika hasilnya bertambah buruk.  Yang aku minta hanya kerja-samanya, pendampingan dia untuk anaknya.  Dan sia-sia usahanya memberiku hadiah itu, karena aku tidak bisa disogok,  karena kebahagiaanku sebagai guru adalah ketika anak-anak didikku maju dalam pendidikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun