Investasi bodong setiap saat masih mengincar calon-calon korbannya. Iming-iming dengan segudang janji sering menjadi senjata ampuh yang dapat menjerat dan menjebak masyarakat luas. Dengan trik dan memanfaatkan situasi yang sedang dialami oleh calon nasabah seperti misal pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin memudahkan para oknum pelaku investasi bodong memasang jerat-jeratnya.
Praktek investasi bodong merupakan praktek illegal yang selalu menawarkan return (imbal hasil) yang tinggi dengan akan memberikan interest rest (tingkat suku bunga) yang tinggi pula.
Suku bunga yang dijanjikan perusahaan investasi bodong ini biasanya di atas angka kewajaran suku bunga yang saat ini diberlakukan di lembaga keuangan formal (bank). Bahkan ada yang menawarkan tingkat suku bunga sampai 30% setiap bulan.
Untuk saat ini tingkat suku bunga yang ditawarkan di perbankan kita tidak sampai  10 % bahkan sampai 30 % setiap bulan seperti yang ditawarkan oleh perusahaan investasi bodong. Karena dengan tingginya suku bunga pihak bank pun akan mengeluarkan cost of fund (biaya dana) yang tinggi pula. Sehingga perlu diwaspadai dan dipertanyakan lagi kredibilitas dari perusahaan yang berani menawarkan suku bunga yang cukup tinggi dengan iming-iming imbal hasil yang menggiurkan.
Banyaknya korban dari praktek investasi bodong ini menunjukkan bahwa masyarakat kita masih mudah tergiur dengan tingginya tingkat suku bunga dengan harapan bahwa semakin tinggi suku bunga akan mendapatkan imbal hasil atau keuntungan yang tinggi pula.
Namun masyarakat kurang menyadari bahwa dengan suku bunga yang tinggi melebihi tingkat suku  bunga di bank sangat rentan terhadap tindak penyelewengan yang merugikan pemilik modal.
Alasan Memilih Investasi Bodong
Menarik untuk dipertanyakan mengapa masyarakat kita sangat antusias dengan investasi bodong ini?
Ada beberapa hal yang mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut, pertama, alasan klasik yang seringkali muncul karena investasi bodong tersebut menawarkan imbal hasil yang cukup tinggi dibandingkan dengan imbal hasil yang ditawarkan oleh dunia perbankan.
Dengan masih kuatnya anggapan dengan mendapatkan suku bunga tinggi tentunya akan memperoleh imbal hasil yang tinggi pula. Sehingga tidak menyadari resiko dari tingginya suku bunga yang ditawarkan di atas nilai kewajaran suku bunga yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal.