[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Blogger AS, Esther Honig, menampilkan kecantikan ideal perempuan Indonesia (sumber: www.estherhonig.com)"][/caption] Beauty is in the eye of beholder. Begitukah kenyataannya? Simak hasil penelusuran blogger perempuan asal Amerika Serikat (AS), Esther Honig. Dalam artikel yang dikutip dari Us Magazine, sang blogger menelusuri seperti apa kecantikan ideal yang didambakan setiap perempuan di berbagai negara. Honig kemudian mengontak sejumlah pihak dari 25 negara berbeda dan meminta para ahli kecantikan dari negara tersebut untuk memoles foto dirinya (photoshop) sesuai dengan gambaran ideal kecantikan perempuan yang diharapkan dari tiap negara berbeda. Hasilnya? Saya tidak terkejut membaca hasil penelusuran itu. Saya sudah menduganya. Dan pada kenyataannya, itulah yang terjadi di Indonesia di mana kecantikan eksotik tidak lagi menjadi sesuatu yang membanggakan. Kulit cokelat dan rambut hitam serta mata cokelat sesuatu yang -setidaknya- diminimalkan. Anda lihat bagaimana para selebriti Indonesia beramai-ramai tampil dengan dandanan ala Kim Kardashian, bulu mata palsu, rambut tertata rapi, make up yang nyaris sama, serta tampilan super sempurna lainnya. Kulit putih adalah dambaan kebanyakan perempuan Indonesia. Syahrini rutin melakukan suntik vitamin C agar bisa mendapatkan kulit putih. Seliweren iklan-iklan produk pemutih mewarnai majalah perempuan, iklan televisi yang tayang pada acara yang digemari perempuan, dan surat kabar yang memajang model berkulit putih dan berwajah asing sebagai idealisme kecantikan massal. Eksotisme sesuatu yang sudah kadaluwarsa. Sejak bermukim di Key West, Amerika Serikat (AS), hal bertolak belakang terlihat dari jenis iklan yang ditawarkan. Produk tanning dan salon tanning menjamur di mana-mana. Para pemburu eksotisme kulit cokelat ini mendambakan memiliki warna kulit wanita Indonesia. Rumput tetangga selalu lebih hijau merupakan penggambaran yang tepat untuk masalah ini. Saat masih di Indonesia, saya termasuk orang yang tidak peduli dengan kulit putih. Terlahir dari keturunan Tionghoa-Bugis, kulit saya memang agak lebih terang jika dibandingkan kebanyakan orang Indonesia. Tapi, saya tidak merasa beda. Kecantikan hanya sedalam kulit. Menetap di AS kulit saya malah termasuk gelap jika dibandingkan penduduk setempat bahkan jika dibandingkan dengan kulit suami saya. Tiap hari saya melihat sekumpulan pria berkulit putih bersepeda di terik matahari tanpa atasan meski suhu serasa membakar kulit. Aduhai, apakah mereka tidak tahu jika sinar matahari bisa merusak kulit dan berpotensi menimbulkan penyakit kanker kulit? Konsumerisme produk adalah obat terlarang paling berbahaya bagi perempuan khususnya perempuan Indonesia yang terbutakan oleh kecantikan "ideal" yang disuguhkan secara transparan dan tanpa tedeng aling-aling. Perempuan kemudian menjadi korban karena keinginan untuk mencapai kecantikan "ideal" terus merongrong dan pada akhirnya menjadi bumerang yang menghancurkan jati diri individu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H