Apa itu omnibus law?
Omnibus law merupakan undang-undang cipta kerja yang dijadikan sebagai dasar bagi lahirnya undang-undang lain dan dijadikan sebagai rujukan juga.
Omnibus law sering kali dijadikan sebagai bahasan para buruh di Indonesia. Karena didalam omnibus law terdapat beberapa pasal yang dianggap merugikan buruh dan proses penyusunannya dianggap bermasalah.
Lalu, Apa yang menjadi latar belakang pemerintah untuk membuat Omnibus Law?
Alasan pemerintah membuat Omnibus Law karena sudah terlalu banyak regulasi yang dibuat, yang kemudian menimbulkan persoalan tersendiri, seperti tumpah tindih regulasi. Akibatnya, tak sedikit menimbulkan konflik kebijakan atau kewenangan antara satu kementerian/lembaga dengan kementerian/lembaga lainnya, dan juga antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Regulasi yang tumpang tindih ini akhirnya berdampak pada memburuknya iklim investasi di Indonesia dan terhambatnya implementasi program pembangunan. Sehingga membuat program percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai.
Bersamaan dengan hal tersebut, tantangan era ekosistem masyarakat digital juga semakin berkembang, dimana Indonesia sudah tidak bisa lagi berlama-lama terbelit oleh prosedur formal. Berdasarkan hal ini, maka jalan satu-satunya adalah dengan untuk menyederhanakan dan sekaligus menyeragamkan regulasi secara cepat ialah melalui skema Omnibus Law.
Sejak pembahasannya, omnibus law ini banyak menuai kritik, baik dari akademisi maupun buruh. Sampai terjadi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh dan mahasiswa pada Januari 2020 silam. Mereka berunjuk rasa untuk menolak diberlakukannya UU cipta kerja yang disusun oleh DPR dan pemerintah.
Fungsi dari omnibus law sendiri merupakan sebagai kesejahteraan pekerja, percepatan proyek strategis nasional dan peningkatan perlindungan pekerja. Namun ada beberapa pasal yang dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945 dan fungsi dari omnibus law itu sendiri . Beberapa pasal tersebut adalah pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), pasal 28E ayat (3), pasal 28I UUD 1945, pasal 27 ayat (2) dan pasal 18 ayat (1), (2), (5), (6), dan (7).
Maka dari itu, mahkamah konstitusi memutuskan bahwa UU cipta kerja atau omnibus law No 11 Tahun 2020 dianggap inkonstitusional atau melanggar konstitusi. Namun meskipun omnibus law dianggap inkonstitusional tetapi omnibus law ini tetap berlaku dan Mahkamah Konstitusi meminta Pemerintah dan DPR untuk membenahi UU cipta kerja dalam waktu 2 tahun.
Omnibus law dianggap sangat berdampak bagi pekerja karena lebih mementingkan investasi dan korporasi dan juga berdampak bagi masyarakat adat. Mereka yang bekerja sebagai buruh terancam tidak menerima pesangon dan batasan karyawan kontrak akan dihapus maksimum 3 tahun. Sedangkan di Indonesia sendiri, 75% dari penduduknya merupakan buruh. Jadi wajar saja jika mereka berunjuk rasa apabila dalam UU cipta kerja atau omnibus law ini dianggap merugikan mereka.