Mohon tunggu...
Aliyah Purwati
Aliyah Purwati Mohon Tunggu... -

Saya BMI di Hong Kong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BMI Kerja di Majikan Sambil Jualan Tempe

2 Agustus 2010   04:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:23 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MELIHAT para Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong keliling saban Minggu berjualan di Victoria Park, mungkin adalah hal biasa. Area yang menjadi tempat mangkal puluhan ribu BMI di Hong Kong tersebut nyaris seperti terminal di Indonesia saja. Saking berjubelnya BMI di situ, sampai-sampai dijuluki sebagai “Kampung Jawa”. Puluhan bahkan ratusan BMI berkeliling menjajakkan aneka makanan khas Indonesia. Dari mulai nasi bungkus campur, bakso, mie ayam, es campur, es buah, klepon, krupuk, kartu telpon dan sebagainya.

Namun bagaimana jika aktivitas dagang tersebut dilakukan pada hari kerja bersama majikan? Apakah mungkin? Jawabannya adalah mungkin, meskipun pekerjaan tersebut tergolong illegal. Mengingat, buruh migran di Hong Kong sektor rumah tangga hanya boleh bekerja bersama majikan saja.

Sebut saja namanya Siti Mu’arifah (37), BMI asal Blitar, yang telah melakukan aktivitas berdagang tempe selama dua bulan terakhir ini di pasar Tsz. Wan Shan, Kowloon.
Bagi ibu satu anak ini, berdagang tempe merupakan pekerjaan sampingan yang cukup menjanjikan, meskipun sangat beresiko. Bagaimana tidak, jika ketahuan oleh pihak imigrasi atau petugas yang berkeliling di pasar, pasti langsung ditangkap dan di-blacklist, selamanya tidak bisa bekerja di Hong Kong sebagai buruh migrant.

Ditanya tentang hal tersebut, perempuan berkulit sawo matang ini dengan tegas menjawab tidak takut tertangkap oleh petugas. “Kan saya cuma bawa tempenya dikit aja Mbak dan saya taruh di dalam tas. Saya menawarkan di pasar kan pelan-pelan saja kalo pas ketemu anak Indo belanja gitu,” ujar perempuan berambut ikal ini.

Ifa, begitu panggilan akrabnya juga mengatakan, bahwa awal ide berjualan tempe itu adalah kemauan dia untuk membuka usaha sendiri sepulangnya nanti di tanah air. Dia sudah pisah dengan suaminya delapan tahun yang lalu.
“Saya kan single parent, Mbak. Saya ingin pulang nanti membuka usaha sendiri, selain mengurus sawah yang saya punya. Jadi saya bias menghasilkan uang dan juga melihat perkembangan anak saya di rumah. Saya pengen membuktikan bahwa saya mampu, meskipun ditinggal suami begitu saja,” jelas Ifa yang bekerja di kawasan Fu Shan, tak jauh dari Tsz. Wan Shan ini.

Karena latar belakang itu lah, dia termotivasi untuk terus bekerja keras menghidupi ibunya dan menyekolahkan putri semata wayangnya, yang kini menginjak remaja dan duduk di bangku SMK. Awalnya, dia sama sekali tidak tahu bagaimana proses pembuatan tempe. Dia pun berinisiatif untuk bertanya kepada salah seorang kawannya. “ Saya tanya teman saya yang kebetulan juga sudah berjualan tempe. Akhirnya saya mencobanya dan alhamdulillah sekarang bisa,” kata perempuan yang bekerja di keluarga Fong Hoi Chi, selama hampir delapan tahun ini.

Dia juga menceritakan, bahwa proses pembuatan tempe tidak lah memakan waktu lama. Ini mengingat dia mempunyai waktu luang yang cukup di rumah majikannya.
“Paling lama ya dua jam lah, Mbak. Misalnya siang saya buat, hari berikutnya sudah bisa saya jual di pasar,” ujarnya.

Dua bulan menjalani akvitas tersebut, dia mengaku hasilnya lumayan. Misalkan saja dia membeli kedelai dua catty seharga HK$14, ini bisa menjadi 12 bungkus tempe. Kemudian ragi, plastic dan sedikit tepung beras kira-kira HK$5. Jadi totalnya sebesar HK$19. Per bungkusnya sendiri, dia biasa menjual seharga HK$5. Jadi dengan modal HK$19, dia bisa mendapat HK$60, dengan laba sebesar HK$41. Sementara rata-rata dia membuat empat catty kedelai dan itu dia buat tiap hari. Ini mengingat, banyak BMI yang tetap menyukai makanan Indonesia, sehingga tidak sedikit yang memesan tempe padanya. Di samping itu harganya juga jauh lebih murah, ketimbang beli di toko atau pun di warung-warung Indonesia. “Saya jual lima dolar saja lah, Mbak. Itu saja saya sudah dapat untung kok. Yang penting lancar dan barokah,” kata Ifa yang mempunyai tugas pokok menjaga dua anak majikannya.

Dari keuntungan menjual tempe tersebut, dia mengaku uang gajinya utuh. Karena untuk keperluannya sendiri dia bisa menggunakan uang dari hasil laba menjual tempe.
“Lumayan lah, Mbak. Bisa buat libur dan buat telpon anak saya,” ujarnya.
Yang unik dari kisa Ifa dalam menjual tempe adalah, bahwa akvitasnya tersebut diketahui oleh majikannya. Namun ia mengatakan, majikannya sama sekali tidak marah selama aktivitas membuat tempe tersebut tidak mengganggu pekerjaannya sebagai pekerja rumah tangga. “Saya kan sudah lama Mbak bekerja di situ(bersama majikan). Jadi saya sudah tahu apa kemauan mereka. Sudah seperti keluarga sendiri Mbak,” jelas Ifa yang mengaku mendapat gaji HK$3870 per bulan ini.

Karena itu pula dia tidak perlu mengganti rugi uang gas, air yang dia pakai selama proses pembuatan tempe. “ Majikan saya baik sekali, Mbak. Dia bilang nggak usah ngganti rugi gas dan air. Soalnya saya punya satu teman yang jualan tempe juga dan dia disuruh ngganti rugi uang gas dan air oleh majikannya. Jadi alhamdulillah saja saya,” terangnya. Seperti diketahui, orang Hong Kong dikenal sangat perhitungan dan hemat.

Akhir tahun ini, kontrak Ifa habis. Dia berniat pulang mengurus sawah dan membuka usaha tempe di rumahnya sembari mengurus anaknya.
Di Hong Kong sendiri, dia bergabung dengan organisasi Islam, Halaqah. Dia sebenarnya berniat untuk ikut kursus bahasa Inggris di sela liburnya. Namun karena waktu liburnya yang tidak tentu, dia pun membatalkan niat tersebut.
“Saya kan juga pengen pinter, Mbak. Tapi nggak bisa ya nggak papa lah. Yang penting anak saya saja yang pinter sekolah nanti,” ujarnya polos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun