Para mahasiswa, banyak di antara mereka mengenakan jaket dengan lambang universitas yang berbeda, memasuki ruang serbaguna pemerintah di ibu kota Banda Aceh tempat 137 pengungsi Rohingya menginap. Para mahasiswa tersebut meminta mereka dipindahkan ke kantor imigrasi setempat agar mereka dapat dideportasi, menurut rekaman yang dilihat kantor berita AFP.
Aksi mahasiswa tersebut disertai dengan kekerasan dan intimidasi. Beberapa pengungsi melaporkan bahwa barang barang mereka di lempar dan mereka di perlakukan dengan kasar.Â
Para pengunjuk rasa juga terlibat perkelahian dengan polisi yang menjaga para pengungsi yang ketakutan, namun polisi akhirnya mengizinkan para mahasiswa untuk memindahkan mereka, menurut seorang jurnalis AFP di lokasi kejadian.Â
Para mahasiswa membakar ban dan menyiapkan truk untuk memindahkan para pengungsi Rohingya. Polisi membantu mereka naik sebelum mereka dibawa ke kantor pemerintah lain di dekatnya, kata jurnalis AFP itu.
Polisi Banda Aceh tidak menanggapi permintaan komentar dari AFP. "Kami memprotes karena kami tidak setuju dengan warga Rohingya yang terus datang ke sini," kata Kholilullah, mahasiswa berusia 23 tahun yang hanya bisa dipanggil dengan satu nama, kepada AFP.
Banyak masyarakat Aceh, yang mempunyai kenangan akan konflik berdarah selama puluhan tahun, bersimpati terhadap penderitaan sesama Muslim. Namun pihak lain mengatakan kesabaran mereka telah diuji, dengan menyatakan bahwa masyarakat Rohingya mengonsumsi sumber daya yang langka dan kadang-kadang terlibat konflik dengan penduduk setempat.
Aksi mahasiswa dalam kasus Rohingya di Aceh menunjukkan adanya ketegangan antara masyarakat lokal dan pengungsi, serta tantangan dalam penanganan isu kemanusiaan. Insiden ini menyoroti perlunya dialog dan pemahaman yang lebih baik antara semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi pengungsi.
Setelah insiden pemindahan paksa pengungsi Rohingya oleh mahasiswa pada 27 Desember 2023, pemerintah Aceh mengambil beberapa langkah untuk menangani situasi tersebut. Beberapa diantaranya yaitu keputusan pemindahan yang diumumkan oleh Mahfud MD, yaitu memindahkan sekitar 137 pengungsi Rohingya yang sebelumnya di tampung di Balai Meuseraya Aceh (BMA) ke lokasi yang lebih aman. Langkah ini diambil untuk memastikan keselamatan para pengungsi setelah insiden tersebut.Â
Selanjutnya yaitu penguatan keamanan yang dilakukan oleh apparat kepolisian untuk menjaga keamanan dan keselamatan pengungsi rohingya, Ini termasuk memastikan bahwa tidak ada tindakan kekerasan atau intimidasi yang terjadi di masa mendatang.
Kasus Rohingya di Aceh memiliki keterkaitan dengan konteks hukum internasional, hak asasi manusia, kebijakan pengungsi, dan dinamika sosial-politik. Pada prinsip Non-Refoulement, Indonesia meskipun bukan negara pihak dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, tetap terikat oleh prinsip non-refoulement, yang melarang pengembalian pengungsi ke negara di mana mereka menghadapi ancaman terhadap kehidupan atau kebebasan mereka. Hal ini menjadi dasar bagi perlindungan pengungsi Rohingya di Aceh.
Pada peraturan presiden No. 125 Tahun 2016 mengatur penanganan pengungsi di Indonesia, termasuk kerjasama dengan UNHCR dan IOM untuk memberikan perlindungan dan penanganan yang tepat bagi pengungsiÂ