Historiografi merupakan gabungan dari dua kata: historigraphy yang berarti sejarah, dan graphi yang berarti uraian/deskripsi. Kata Historia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu. Namun pada perkembangan selanjutnya, kata Historia digunakan untuk menggambarkan perbuatan manusia yang terjadi di masa lalu secara kronologis. Penulisan sejarah mengalami perkembangan yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh periode waktu, lingkungan budaya, dan tempat di mana historiografi itu dibuat. Di masa lalu, para sejarawan ditugaskan untuk menafsirkan tradisi masyarakat. Oleh karena itu, peran sejarawan sebagai informan di sini adalah memberikan informasi mengenai peristiwa sejarah masa lalu. Segala peristiwa yang ditulisnya merupakan karya sejarah yang mengandung ciri-ciri pada masanya. Pada akhirnya penulisan sejarah memberikan informasi yang disebut historiografi.
Perkembangan historiografi Indonesia diawali dengan historiografi yang berbentuk naskah. Naskah memiliki banyak nama yang berbeda, antara lain kronik, hikayat, kronik, dan tambo. Bentuk historiografi pada naskah-naskah tersebut masuk dalam kategori historiografi tradisional. Perkembangan historiografi Indonesia memunculkan bentuk historiografi yang modern, namun merupakan historiografi yang ditulis oleh Belanda. Penulisan sejarah tersebut dilakukan dengan pendekatan Nederland - Sentris, yaitu penulisan yang dilihat dari sudut pandang Belanda.
Historiografi kolonial adalah suatu bentuk penulisan sejarah yang membahas persoalan penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia. Historiografi periode ini ditulis oleh Belanda. Penulisan sejarah ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai bahan pelaporan kepada Pemerintah Kerajaan Belanda dan sebagai bahan evaluasi dalam menentukan kebijakan di wilayah jajahan.
Historiografi Kolonial adalah sebuah karya sejarah (tulisan sejarah) yang pada masa pemerintahan kolonial yang berkuasa di Nusantara Indonesia sejak zaman VOC tahun 1600 sampai masa Pemerintahan Hindia Belanda yang berakhir ketika tentara penduudkan Jepang datang di indonesia pada tahun 1942.
Inti sejarah dari historiografi kolonial adalah Bangsa Belanda, hanya Belandalh yang di anggap penting di Hndia Belanda. Hal ini jelas dari istilah Hindia Belanda atau Hindia Nederlan yaitu daerah Hindia (Indonesia) yang “dimiliki” oleh Belanda. Bangsa Belanda sebagai pemilik memandang dirinya sebagai penguasa dan bangsa yang paling mulia, sehingga bangsa Indonesia hanya mendapat gelar “bumiputra” atau masyarakat negara kita Linden memandangnya sebagai sebuah bangsa, namun hanya sebagai sejenis manusia. menjadi hal yang berguna bagi Belanda.
Salah satu perkembangan penting dalam penulisan sejarah di Indonesia yang mengarah pada bentuk historiografi yang modern adalah penulisan sejarah yang ditulis oleh orang Belanda, Dr. F.W. Stapel yang berjudul Geschiedenis van Nederlandsch Indie (Sejarah Hindia Belanda). Tokoh penting di Belanda dianggap sebagai tokoh besar, sedangkan tokoh yang dianggap pahlawan di Indonesia adalah tokoh yang jelek, jahat, dan selalu dikaitkan dengan narasi negatif lainnya.
Perhatikan penggalan kutipan kisah sejarah di bawah ini yang di tulis oleh sejarawan kolonial dalam historiografi kolonial yang sangat menyudutkan bangsa Indonesia dan mengagung-agungkan bangsa Belanda:
“Pada tahun 1653, ada seorang raja di Tanah Goa yang bernama Sultan Hasanudin. Adapun raja itu tidak menghiraukan Kompem, orang-orang Maluku yang membangkang Kompeni ditolong olehnya, selain itu ia melawan Sultan Buton yang ramah. dengan Belanda."
“Sultan Agung Tirtayasa adalah orang yang cerdik namun bijaksana dan teguh hatinya, ia mengamalkan prinsip-prinsip Islam dengan sungguh-sungguh, namun kelakuannya sering brutal dan hatinya tidak lurus. Sepanjang hidupnya, Sultan iri pada Kompeni, niatnya adalah untuk meramaikan Banten dan menghancurkan Betawi.”
“Kalau kita bandingkan urusan rakyat kecil dulu dengan sekarang, jelas sekarang lebih mudah dan aman dan di saat kekuasaan Raja tidak terbatas, Raja sering menganiaya anak buahnya, karena tidak ada hukum, hanya nafsu raja
penulis Janda bernama Dr. FW Stafel yang bisa dilihat dari jumlah halam buku pegangan Sejatah Hindia Belanda, sebagai berikut
1) Zaman Purbakala dan Hindu ditulis 25 Hallman