Bangunan elite menjulang tinggi di tengah kota yang berada tepat menghadap sungai…….. menampilkan betapa majunya teknologi di Negara ini. Apartemen di lantai tiga yang menghadap tepat ke teluk Tokyo dimana pemandangan dari jendela kaca di pagi hari menampilkan keindahan laut…..dan kesibukan pusat ekonomi Negara matahari terbit itu dan taburan lampu-lampu menerangi setiap sudut lokasi di malam hari.
Wanita cantik berambut coklat terang duduk di sofa mewah branded Victory Paris sedang berbicara dengan seseorang di handphone dengan bahasa Inggris yang sangat baik.
“Okay…saya akan menemui anda hari ini setelah makan siang, bagaimana?” wanita itu meraih cangkir di meja dan meneguk hingga ludes teh hijau kegemarannya. Tubuhnya yang tinggi dan ramping bersandar di sofa dengan indah. Mengenakan rok pendek dan blazer berkerah tinggi namun berbelahan dada rendah ia terlihat sangat modis dan elegan. Di tangan kanannya melingkar jam tangan bennetton berwarna merah dan emas berkilau diterpa sinar matahari dari arah jendela.
Valery adalah seorang designer pakaian yang bekerja di sebuah butik mewah Kenzo di kawasan Ginza yang merupakan pusat mode di Tokyo. Wanita itu baru saja menutup telepon genggamnya dan beranjak dari sofa ketika tiba-tiba handphonenya berdering lagi….triiiiiiing…..
“Halo sayang…..ada berita apa? tumben nelpon..” Valery tersenyum ketika mengetahui bahwa sahabatnya Eva yang tinggal di Batam menelponnya.
“Hai, Val…………..” mereka terlibat percakapan seru selama 15 menit sampai akhirnya Valery mengakhiri pembicaraan mereka.
“Baiklah sayang….saya akan meluangkan waktu untuk menjenguknya….” Valery menekan tombol off dan segera meraih tas Hermes keluaran terakhir lalu meninggalkan apartemen. Ia melangkah ringan di sepanjang koridor menuju lift yang berjarak kira-kira 10meter dari apartemennya. Wanita itu tersenyum setelah berada di dalam lift. Ia sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya sedikit berdebar. Ahhh…. ia menepis bayangan seseorang yang tiba-tiba hadir di benaknya.
Mengendarai mobil sport berwarna merah ia menuju jalan raya dengan kecepatan rendah. Lalu lintas di kota Tokyo pada jam 07:00 pagi terlihat sedikit padat, namun tidak ditemukan titik kemacetan seperti di Jakarta yang mengular hingga puluhan kilometer. Masyarakat Jepang sudah terbiasa menggunakan transportasi umum yang sangat nyaman untuk bepergian sehingga volume kendaraan di jalan raya tidak terlalu padat.
Valery menghabiskan pagi ini di kantor dan bertemu dengan beberapa klien. Ia adalah seorang designer yang professional. Beberapa customer yang berbicara dengannya merasa puas dengan pelayanannya. Valery memang orang Indonesia asli, ayahnya orang Ambon dan ibunya keturunan Melayu yang tinggal di Tanjung Pinang. Keuntungan bahwa ayahnya yang berdarah Ambon campuran Portugis itu menjadikan ia bertubuh tinggi dan berwajah indo. Sementara ibunya yang berdarah Melayu sangat kental dengan adat istiadat sopan santun dan manis saat berbicara dengan orang lain. Valery menjadi salah satu karyawan yang sangat di perhitungkan di perusahaan.
Pukul 12:30 Valery memacu mobilnya ke sebuah Rumah Sakit terbaik di Tokyo …….. Setelah memarkir mobil ia memasuki lobby dan berbicara sebentar di meja receptionist. Beberapa menit kemudian Valery melangkah menuju ke sebuah bangunan di sebelah barat di lantai 6. Ruangan kelas satu rumah sakit itu bahkan seperti layaknya sebuah hotel berbintang. Dengan furniture yang hi-tech minimalis bernuansa biru dan perak membuat ruangan terlihat sangat nyaman.
“Halo Mozart…..bagaimana keadaanmu?” Valery meletakkan rangkaian bunga krisan warna peach di meja dan mencium pria yang berbaring di tempat tidur.
“Hai, Val…. Saya kaget kamu tahu kalau saya berada di Tokyo waktu kamu telepon tadi pagi.” Mozart tersenyum dan membiarkan wanita itu menggenggam tangannya.
“Owh, ada teman yang memberitahu…ah sudahlah itu tidak penting, karena kenyataannya saya baru tahu setelah dua minggu kamu berada di Tokyo…seharusnya sejak pertama kamu datang saya sudah tahu, maafkan saya… bagaimana kondisi kamu saat ini, dear?” Valery memandang pria di hadapannya dengan mata sedikit berbinar. Setelah setahun tinggal di Tokyo ia merasa Mozart sedikit berubah. Ia terlihat lebih dewasa dan ah…ia masih terlihat tampan di matanya.
“It’s Okay…. Saya baik-baik saja.” Mozart dulu sangat mencintai Valery, tetapi setelah Valery meninggalkannya pada saat ia di kursi roda ia menjadi sedikit memendam sakit hati meski ia berusaha melupakan gadis ini. Ia merasa tidak ada gunanya menyesali hubungan mereka yang hancur karena ia sudah menemukan pengganti Valery…ah, tiba-tiba ia sangat merindukan Melody.
Dalam beberapa waktu Valery dengan senyum manisnya mengunjungi Mozart dan ketika masa pasca operasi gadis itu tetap rajin mengantarkan Mozart untuk menjalani terapi. Mozart sangat bersemangat di mata Valery dan akhirnya ia mengetahui mengapa pria yang saat ini membuatnya bergetar kembali itu sangat ingin segera pulih. Valery menemukan pesan dari Melody saat tanpa sengaja menemukan smartphone milik Mozart tertinggal di meja.
Melody adalah nama yang sangat indah dan profil picture wanita yang mengungkapkan kerinduan kepada Mozart itu sangat menarik. Valery merasa seidikit terusik dengan keadaan ini. Malam itu ia memikirkan keadaannya yang baru saja putus dengan seorang pengusaha asal Yokohama, Yoshi, setelah menjalin hubungan selama hampir 6 bulan. Ia merasa kepada Mozartlah hatinya tertambat. Namun Valery harus berhati-hati dengan situasi ini. Ia merasa Mozart sudah tidak mencintainya terbukti dengan sikapnya yang biasa saja selama mereka bersama beberapa minggu ini.
Valery tumbuh dalam lingkungan tanpa kasih sayang. Kedua orang tuanya berpisah ketika ia masih duduk di bangku SMA. Ia tinggal dari asrama ke asrama selama menempuh pendidikan sampai ia benar-benar bisa membeli rumah sendiri dari hasil kerjanya. Beruntung Valery adalah seorang wanita yang cukup cerdas selain ia sangat bisa mewujudkan setiap impiannya walau harus menempuh berbagai cara. Valery tersenyum penuh arti ketika ia memutuskan untuk segera tidur malam itu dengan sebuah rencana hebat di kepalanya.
*****
“Uhh….sebulan lagi? Lama sekali, sayang….”
“Maafkan saya, sunshine….saya harus menyelesaikan terapi ini.” Mozart menelpon Melody malam itu.
“Baiklah, jaga dirimu baik-baik….saya merindukanmu” suara Melody terlihat serak. Mozart bisa merasakan gadis yang di cintainya itu merasa sedih.
“Saya sangat merindukanmu, juga cantik….bersabarlah sampai hari pernikahan kita, hmm”
“Tentu saja, sayang….I love you”
“Nah, sekarang tidurlah……dan bermimpilah tentang malam pengantin kita,okay!!” Mozart tertawa diiringi teriakan kecil Melody di seberang sana. Ia sungguh-sungguh merindukan Melody saat ini, namun entah mengapa proses terapi yang ia jalani mengharuskan ia tetap tinggal di Tokyo sebulan lagi.
Mozart menegakkan tubuhnya dari sofa…ia menarik nafas panjang dan mencoba berdiri secara perlahan-lahan. Meski harus menahan sedikit nyeri di beberapa persendian akhirnya ia berhasil berdiri dan dengan langkah satu-satu ia berjalan kearah jendela. Mozart membuka jendela yang menghembuskan angin malam ke dalam kamarnya. Sejenak ia menghirup udara yang agak dingin di bulan April di Tokyo dan tersenyum. Ia hanya perlu beberapa waktu untuk pengobatan bagian dalam dan segera kembali ke Batam dan berlari memeluk Melody. Mozart berjalan lebih cepat ke ranjang dan merebahkan tubuhnya perlahan. Ia terdiam membayangkan hari-hari yang akan ia lalui setelah kesembuhannya. Tiba-tiba terlintas bayang Valery beberapa detik di kepalanya…..ah, dia baik namun Mozart tidak merasakan cinta seperti dahulu. Valery memang sedikit dewasa dan terlihat mampu menahan keinginannya. Terbukti selama ini ia rajin mengunjungi dan membantunya tanpa sedikitpun mengeluh. Mozart merasa Valery sudah berubah lebih dewasa sekarang…..
Pagi itu Mozart terkejut mendapatkan Valery sudah berada di balik pintu kamarnya. Gadis itu terlihat santai dengan celana pendek dan t-sirt tanpa lengan dan tersenyum manis. Mozart menahan dirinya untuk tidak memuji Valery karena ia tidak ingin gadis itu berfikir bahwa ia masih mencintainya.
“Good morning….hari ini kamu tidak ada jadwal terapi pagi, bukan….saya akan mengajakmu ke suatu tempat…” Valery selalu penuh kejutan sejak pertama kali Mozart bertemu dengannya. Kali ini ia tidak bisa menolak karena memang appointment dengan dokter dan therapist baru nanti siang sampai sore.
Mereka menuju ke arah barat kota Tokyo dengan senyum penuh arti dari bibir sexy Valery. Mereka tidak terlalu banyak berbicara di dalam mobil, namun Mozart sangat menikmati pemandangan diluar setelah beberapa saat meninggalkan keramaian kota. Mobil Valery tidak terlalu kencang saat mereka mulai melewati daerah pegunungan yang hijau dan indah. Dari tempat ini pemandangan dengan latar belakang gunung Fujiyama sangat menawan. Pokok-pokok bunga sakura mulai mengeluarkan bulir-bulir bakal bunga berwarna lembut itu. Meski belum terlihat bunga sakura yang sesungguhnya Mozart mengagumi cara orang jepang membuat rumah-rumah mereka yang berada di daerah perbukitan curam. Bahan kayu yang ringan dengan dekorasi khas Negara matahari terbit yang serba minimalis itu sangat menarik.
Setelah sekitar 45 menit mereka di dalam mobil, Valery berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar kayu namun tidak berpintu. Mobil mereka langsung memasuki halaman yang tidak begitu luas tetapi tertata dengan apik. Mozart selalu mengagumi gaya arsitektur Jepang yang menurutnya sangat dinamis dan modern namun tidak meninggalkan unsur tradisional pada detailnya.
Valery mengajaknya memasuki rumah yang tidak terlalu luas itu. Mozart tersenyum dan sedikit terkejut saat memasuki ruang tamu. Yang ditemuinya adalah dua buah sofa putih dengan meja kotak yang diatasnya terdapat patung kayu buatan Jepara. Lalu ia kembali tersenyum saat memandang kearah dinding yang dihiasi dengan gebyok jawa namun dikombinasikan dengan beberapa warna….fantastik! baru sekali ini ia melihat ukiran tradisional jawa tengan namun dimodifikasi dengan warna cerah.
“Welcome…. Ini rumah kedua saya. Jika musim bunga sakura pemandangannya lebih indah” Valery meletakkan dua cangkir teh hangat di atas meja.
“Wonderful…ini luar biasa, kamu membawa semua ini dengan apa?”Mozart masih memandang gebyok jogja itu dengan tatapan kagum.
“Oh…tidak sulit mencarinya… di Yokohama ada seorang seniman ukir yang terkenal dari Indonesia. Saya memesan tidak sampai satu bulan” jawaban Valery semakin membuat Mozart heran. Ternyata seni ukir Indonesia juga ada di Jepang.
Beberapa menit kemudian Mozart berjalan kearah jendela yang baru saja dibuka oleh Valery. Angin sejuk menerpa tubuhnya seolah melepaskan seluruh beban dalam dirinya. Valery mendekati Mozart dan menyerahkan cangkir teh hangat kepada Mozart.
“Nanti keburu dingin, tidak enak…teh hijau ini enaknya diminum saat masih hangat” Valery sendiri meminum tehnya sedikit demi sedikit.
Mozart mengikuti Valery dengan meminum teh sedikit demi sedikit. Ada aroma harum yang sulit dijelaskan dalam cairan berwarna coklat kemerahan itu. Rasa manis yang tidak dominan memang menambah kesegaran. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Mozart untuk menghabiskan secangkir sedang teh hijau itu. Namun tiba-tiba kepalanya terasa sedikit berat..beruntung Valery segera menangkap cangkir yang hampir lepas dari tangannya. Gadis itu segera meraih tubuhnya dan membawanya ke dalam kamar. Mozart masih sadar saat Valery mulai membuka kemejanya, namun ia seperti tidak memiliki tenaga untuk mencegahnya……………………………………….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H