Mohon tunggu...
Al Widya
Al Widya Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

...I won't hesitate no more... just write...!!

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ayahku Bukan Predator...

25 April 2014   01:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:14 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_321241" align="aligncenter" width="300" caption="pic by Al"][/caption]

Suatu sore ketika saya sedang asyik membaca berita online di ruang tengah, tiba-tiba anak saya Ardhi duduk di sebelah dan menyalakan televisi. Telinga saya menangkap pembaca berita di salah satu televisi swasta sedang mewawancarai seorang pengacara berkaitan dengan sebuah kasus pelecehan seksual terhadap anak usia 5 tahun di sebuah sekolah. Saat itu juga saya meletakkan gadget dan menyarankan anak saya untuk memilih acara televisi di saluran yang lain…dan anak saya menuruti apa kata ibunya. Ia memilih nonton kartun Masha di saluran lain dan saya meneruskan membaca berita. Dalam hati saya tertawa sendiri, padahal berita yang saya baca di media online saat itu adalah berita tentang pelaku pelecehan sexual yang berkeliaran di sekitar anak-anak di bawah umur…nah… itulah sebabnya saya lebih suka membaca berita di media online daripada di televisi terutama saat anak saya berada di rumah. Secara rumah yang kami tempati ini tidak terlalu besar sehingga memungkinkan siapa saja yang berada di dalam rumah mendengarkan siaran televisi yang disetel kecuali jika berada di dalam kamar dan menutup pintu. Dan kami sekeluarga tidak terbiasa menutup pintu kecuali saat-saat tertentu, misalnya saat saya dan suami ingin berdua saja..haha…

Baiklah, setelah beberapa menit berlalu dengan rasa nyaman bahwa Ardhi nonton program yang sesuai dengan usianya dan kelihatannya ia juga merasa suka, terbukti dengan tawa renyah terdengar melihat kelucuan Masha. Sekedar mengingatkan dulu saya pernah menulis tentang bahayanya anak yang dibiarkan nonton berita dan tayangan yang tidak sesuai usianya di televisi. Kalau berkenan silahkan membaca kembali di sini ['Hindari Gangguan psikologis pada anak akibat melihat berita di televisi'.]

Setelah kartun selesai Ardhi memutuskan untuk mematikan televisi dan ingin menggambar di komputer. Saya menyetujuinya selain kegiatan itu aman, menggambar bisa menstimulasi otak kanan dan kiri menjadi seimbang. Saya tidak khawatir dengan komputer yang dipakai anak saya karena tidak ada fasilitas internetnya.

Beberapa menit berlalu, dan sayapun masih asik memburu berita lebih dalam dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak. Dari sudut mata saya melihat Ardhi masih duduk di sebelah saya. Saya paham sikap anak itu, sehingga saya kembali meletakkan gadget dan bertanya ada apa. Ardi nyengir lucu dan mengatakan sebuah kalimat yang sangat tidak saya duga….bund, ayah itu bukan pe..re..dator khan?...(ia mengucapkan kata ‘predator’ dengan tekanan karena mungkin kata itu asing baginya). Waduh…..rasanya saya ingin tertawa ngakak selebar-lebarnya, namun tertahan saat melihat wajah anak itu terlihat serius.

Saya bertanya dari mana ia mendapatkan istilah itu. Dan anak saya itu menjawab dari teman-temannya di sekolah, katanya ada seorang ayah yang menjadi predator dan melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya. Byuh…inilah yang orang tua hadapi sebenarnya. Setengah mati kita menjaga agar anak-anak melihat tontonan yang sehat di rumah, eh.. di sekolah malah mendengar dari teman-temannya.

Saya sempat memutar otak menanggapi pertanyaannya. Jika ia berusia diatas 15 tahun mungkin saya sedikit mudah untuk menjelaskannya, karena secara bahasa anak normal di mulai usia pra-remaja sudah bisa memahami sebuah penjelasan secara ilmiah.

Okelah..dalam hati saya berharap semoga penjelasan saya bisa dipahami oleh anak berusia 8 tahun. Saya menanyakan dulu apa arti predator kepada Ardhi dan ia menjawab bahwa predator itu adalah penjahat…good… artinya ia sudah memiliki pemahaman dari pertanyaan‘ayah bukan predator’. Kemudian saya menanyakan kembali menurut pendapatnya apakah ayahnya adalah predator atau penjahat. Sekali lagi anak itu menjawab dengan lantang…tidak… ia bahkan menambahkan bahwa ayahnya sangat baik dan ia sangat menyayangi ayahnya.. terjawab sudah! dan sayapun bisa bernapas lega.

Saya mengingatkan kembali rencana menggambar sore itu, namun dari tatapan mata anak itu masih terlihat tanda tanya…..sekali lagi saya berharap kali ini dia tidak bertanya macam-macam…hahaha.. dan sayapun harus menelan kekecewaan ketika anak itu menanyakan.. apa sih pelecehan seksual….diapain sih pelecehan seksual…..haduuuh…….

Dalam kepala saya ada pertentangan antara menjelaskan dan mengalihkan perhatian. Disinilah akhirnya saya menyadari bahwa ‘Revolusi Mental’ benar-benar sudah di depan mata. Menghadapi situasi seperti ini jangankan anak-anak, banyak orang dewasa yang tidak bisa memahami mengapa timbul mental-mental predator di lingkungan tempat tinggal kita.

Dari media online yang saya baca ada beberapa kasus pelecehan seksual yang menimpa anak-anak oleh beberapa oknum. Yang terakhir malah pelecehan seksual yang terjadi terhadap balita itu dilakukan oleh ayahnya sendiri. Berarti orang-orang terdekat dengan anak, bahkan orang tua yang semestinya melindungi anak-anak mereka sudah tidak bisa dipercaya. Kemana rasa kasih sayang yang secara naluriah diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua sejak pertama kali anak mereka dilahirkan di dunia. Sudah tidak adakah kesadaran bahwa anak itu adalah titipan Tuhan yang suatu saat harus dikembalikan?.

Sebagai orang tua saya sampai kepada titik geram yang paling tinggi membaca berita-berita pelecehan seksual terhadap anak-anak dibawah umur. Tetapi saya masih memiliki kesadaran dalam menanggapi berita-berita tersebut dengan mengambil hikmah dari beberapa pemberitaan seputar pelecehan seksual. Sudah saatnya kita sebagai orang tua, ibu terutama memantau anak-anak kita lebih teliti untuk menghindari terjadinya kasus-kasus yang secara psikologis tidak hanya menghancurkan mental anak dengan berbagai efek dimulai dari sekarang sampai kelak ia dewasa, namun juga menghancurkan harapan seorang ibu yang telah mengandung dan melahirkan anak mereka ke dunia dengan susah payah dan berharap kelak mereka menjadi anak-anak yang berhasil dunia dan akhirat.

Kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur di dunia menurut PBB telah dilaporkan hingga 80.000 kali dalam setahun, namun jumlah kasus tidak dilaporkan jauh lebih besar, karena anak-anak takut untuk memberitahu siapa pun apa yang telah terjadi, dan prosedur hukum untuk mengesahkan episode ini sangat lama dan berbelit-belit. Masalahnya akan diidentifikasi, pelecehan berhenti, dan anak harus menerima akibat traumatis seumur hidupnya.

Pengamatan sepintas dari kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak dibawah umur dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.Anak di bawah umur tidak selalu dalam pengawasan orang-orang yang bisa dipercaya seperti ibu dan nenek. Suster atau pengasuh anak yang tidak professional cenderung mencari enaknya sendiri dan terkadang melalaikan tanggung jawab dengan perkembangan mental anak. Mereka sering mengajak anak asuhannya ikut nonton sinetron dan tayangan-tayangan dewasa yang ia sukai.

2.Orang tua terlalu mempercayakan pengasuhan anak kepada orang lain karena sibuk bekerja.

3.Ketidakharmonisan hubungan kedua orang tua sering menjadi pemicu ayah atau ibu jauh dari anak-anak mereka.

4.Masalah ekonomi sering menjadi pemicu tidak adanya perhatian orang tua terhadap tumbuh kembang anak-anak mereka.

Pada dasarnya setiap orang tua mengharapkan anak-anak mereka tumbuh dan berkembang dengan baik. Jika kita merasa ada poin-poin di atas terjadi dalam rumah tangga sebaiknya segera diselesaikan dan melakukan perubahan sehingga jangan sampai terlambat dan menemukan anak-anak kita menjadi korban pelecehan seksual oleh orang yang tidak bertanggung jawab berikutnya.

1.Pastikan bahwa anak kita beradadalam pengawasan orang dewasa yang bisa dipercaya. Jika memungkinkan jangan mempercayakan pengasuhan balita kita kepada siapapun. Pegorbanan seorang ibu akan terbayar setelah anak kita tumbuh dewasa dengan sehat karena kasih sayang seorang ibu akan memberikan yang terbaik kepada tumbuh kembang anak.

2.Jika tidak memungkinkan untuk mengasuh anak sendiri, pastikan bahwa anak anda selalu berada di tempat aman. Pelajarilah bagaimana cara menjalin komunikasi dengan baik. Jika anak telah bersekolah upayakan berkomunikasi dengan anak setiap hari beberapa kali baik langsung maupun melalui alat komunikasi.

3.Dari beberapa kasus yang melibatkan orang terdekat seperti ayah atau paman sebaiknya memperbaiki komunikasi diantara anggota keluarga. Jika ada kelainan pada suami yang berhubungan dengan area seksualitas pastikan ibu, sebagai istri mengetahui terlebih dahulu dan bersama-sama mencari solusi. Jika terjadi ketidakharmonisan diantara kedua orang tua, sebaiknya anak di bawah umur diasuh oleh ibu atau dititipkan kepada orang yang dipercaya misalnya nenek.

Jadi akhirnya saya memang menjelaskan dengan bahasa yang sesuai dengan usia anak saya tentang pelecehan seksual dan apa saja akibatnya. Ardhi nyengir dan merasa ngeri dengan penjelasan yang saya sampaikan. Ia mengatakan kalau ada yang mendekati dan membuka celananya ia akan berubah jadi ninja!….hahaha……..salam hangat, semoga bermanfaat.

[Hak semua anak harus tumbuh sehat, dalam segala hal (fisik, mental, spiritual). pasal 38 dari PBB-Konvensi Hak Anak yang diadopsi pada tanggal 20 November 1989 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.]

Al_24042014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun