Mohon tunggu...
Widya Putri Erlita S
Widya Putri Erlita S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kenaikan Pajak PPN 12%: Kebijakan Baru yang Menuai Pro dan Kontra

13 Desember 2024   11:03 Diperbarui: 13 Desember 2024   11:03 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN merupakan pajak yang ditanggung oleh konsumen. Namun, kewajiban perpajakan mulai dari menghitung, menyetor, dan melapor dilakukan oleh penjual yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ketentuan perpajakan terkait PPN bersifat sangat administratif dan relatif kompleks. Wajib Pajak perlu memiliki pemahaman yang holistik mengenai PPN sehingga kewajiban perpajakan dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat terhindar dari sanksi perpajakan.

            Pemerintah Indonesia secara resmi menerapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperkuat keuangan publik di tengah tantangan ekonomi global. Namun, langkah ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, pelaku usaha, dan para ahli ekonomi. Kenaikan PPN, yang sebelumnya berada di angka 11%, merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut pemerintah, kebijakan ini bertujuan untuk menyeimbangkan kebutuhan belanja negara yang terus meningkat, terutama untuk pembangunan infrastruktur, digitalisasi layanan publik, dan pemberian subsidi.

            Kebijakan ini mendapat respons beragam. Di satu sisi, kalangan masyarakat menengah ke bawah mengkhawatirkan kenaikan harga barang dan jasa yang dapat mengurangi daya beli mereka. Sementara itu, pelaku usaha, khususnya di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), merasa terbebani oleh potensi penurunan permintaan dari konsumen. Selain itu, kenaikan PPN juga berisiko memicu inflasi. Dengan meningkatnya biaya barang dan jasa, konsumen mungkin akan menghadapi harga yang lebih tinggi, yang dapat memperburuk kondisi inflasi yang sudah ada. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas harga sambil tetap berusaha meningkatkan pendapatan negara.

            Untuk meredam dampak kenaikan ini, pemerintah telah berjanji untuk meningkatkan alokasi bantuan sosial dan memberikan insentif pajak bagi pelaku UMKM. Selain itu, kenaikan PPN juga membuka peluang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pajak. Selama ini, pajak sering kali dianggap sebagai beban, padahal kontribusi dari pajak sangat penting bagi pembangunan nasional.

            Kenaikan PPN menjadi 12% adalah kebijakan yang menimbulkan tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian Indonesia. Meskipun bertujuan memperkuat keuangan negara, penerapan kebijakan ini memerlukan strategi yang inklusif dan adil agar tidak membebani masyarakat, terutama kelompok rentan. Pemerintah diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan perlindungan daya beli masyarakat. PPN 12% bukan sekadar angka, tetapi peluang untuk membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun