Hal yang paling saya nantikan pada saat lebaran adalah menikmati ketupat. Makanan yang satu ini rasanya agak kurang pas apabila dinikmati di luar hari raya. Ketupat memang identik dengan hari raya, terutama Idul Fitri, dan rasanya kurang sreg apabila tidak ada makanan ini. Lalu bagaimana rasanya apabila tidak menemukan ketupat di hari pertama lebaran? Dan hal inilah yang saya alami pada liburan kemarin.
Lebaran Tanpa Ketupat
Rasanya benar-benar aneh ketika berlebaran tanpa ketupat waktu hari raya kemarin itu. Kue-kue kering dan penganan lain memang banyak tersedia, demikian juga hidangan makanan yang lezat. Namun itu semua jadi terasa hambar karena saya tidak menemukan ketupat di hari pertama seperti biasanya.
Ternyata di tempat saya mudik kemarin, di desa daerah Jawa Timur, ketupat disediakan di hari ke-7 lebaran. Jadi selama enam hari berturut-turut, saya, keluarga, tetangga, dan teman saling berkunjung dalam rangka silahturahmi. Uniknya, saling bertamu ini seperti berbalas pantun saja. Apabila si A datang ke rumah si B, maka berikutnya si B yang balik berkunjung ke rumah si A.
Uniknya lagi, ada jam-jam tertentu pintu depan dibuka, dan ada waktu pula saatnya ditutup. Biasanya dari sekitar jam 8 pagi pintu sudah dibuka, lalu setelah jam satu siang akan ditutup sebagai penanda waktu istirahat. Dan semua rumah melakukan hal yang sama, seru bukan? Nanti setelah asar atau magrib pintu akan dibuka kembali sebagai penanda telah siap menerima tamu. Dan berkat internet provider terpercaya saya bisa mengabadikan berbagai momen ini.
Tradisi Kupatan
Makan ketupat atau kupat di hari ke-7 dikenal sebagai tradisi Kupatan. Setelah selama 6 hari saling berkunjung dan bersilahturahmi, di hari ke-7 semua orang akan sibuk menyiapkan ketupat. Ketupat terbuat dari beras putih yang digodok selama 3-6 jam hingga matang. Biasanya ketupat disajikan bersama opor ayam dan lauk lainnya. Pada acara Kupatan kemarin kupat disajikan bersama sayur tahu dan topping koya. Koya berupa bubuk yang berasa agak manis, biasanya jadi topping pada penganan ketan juga.
Ketupat bersama sayur tahu dimasukkan ke dalam besek dan dibawa ke musala. Di musala, semua orang akan saling bertukar ketupat yang dibawanya. Beruntung ada IndiHome, jadi saya bisa membuat berbagai konten dari acara ini. Tradisi Kupatan ini mengandung makna "ngaku lepat" atau mengakui kesalahan diri. Juga terkandung makna kesederhanaan dan kekeluargaan di dalamnya.
Salut pada Telkom Indonesia yang telah menyediakan jaringan internet kencang dan stabil di tempat ini. Beruntung saya berlangganan IndiHome, dengan wifi.id jadi bisa membuat konten di mana saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H