Siapa yang tidak tahu mengenai Korea Selatan? Dari mulai fenomena Korean wave yang menghadirkan idol-idol berbakat dan mendunia, drama-drama serta film yang menguasai industri pertelevisian serta kancah festival film internasional, sampai jajanan-jajanan unik yang kemudian menginvasi masuk ke negara Indonesia dengan cepatnya.
Korea Selatan pada akhirnya tidak hanya dikenal sebagai Negeri Ginseng atau Asian Tiger saja, pun dikenal sebagai negara impian bagi banyak kawula muda yang berlomba-lomba mengikuti dan mempelajari budayanya. Namun, sama seperti negara lainnya, Korea Selatan juga memiliki sisi gelap yang menyedihkan.
Pada dasarnya, puisi hadir bukan untuk dirinya sendiri. Ia hadir tanpa bisa melepaskan diri dari kepeduliannya akan realitas sosial (Aisyah, 2023: 218). Penyair KO menyadari hal ini, kemudian menuangkan pemikiran-pemikirannya mengenai realitas sosial yang sedang berlangsung di negaranya ke dalam puisi-puisinya.
Bukan hanya menyoal tentang estetika, sastra pun merespons kenyataan akan permasalahan sosial, politik, dan budaya. Maka dari itu, buku antologi Ikan Adalah Pertapa lahir dari kebisingan Korea Selatan yang penuh dinamika. Ditulis dengan format dwibahasa yang memanjakan mata serta setidaknya menarik minat bagi penggemar Korea Selatan. Puisi-puisi yang ada di dalamnya merangkum semua isu yang menyinggung sensitivitas penyair KO, seperti isu dinamika sosial, politik, budaya, sejarah, dan lingkungan alam yang terjadi di negerinya.
Ko Hyeong Ryeol membagi antologi puisinya menjadi empat bagian dengan lima belas puisi di setiap bagiannya. Tema yang diangkat berkaitan dengan sejarah, politik, masalah sosial, eksploitasi lingkungan alam, dan refleksi personal dari penyair. Salah satu puisi yang bisa kita bahas adalah puisi "Lelaki di Atas Atap Tinggi" di bawah ini.
LELAKI DI ATAS ATAP TINGGI
Ko Hyeong Ryeol
Seorang lelaki berdiri di atas atap tinggi
Alas atap tinggi itu panas seolah terbakar
Kalau tidak terbang,
mungkin dia loncat ke bawah
Sepertinya tak ada jalan lain kecuali jalan itu
di atas atap tinggi
Pada saat itu
ketiadaan sayap pada sang lelaki, tidak, bahkan pada manusia
menjadi persoalan lagi
Jarak mereka adalah tebing yang jauh sekaligus alam semesta
Di atas atap seorang lelaki bertopi
masih berdiri
Waktu dia tidak banyak untuk berdiri
Bahkan akhir-akhir ini kadang dia tidak terlihat
Pada saat debu ultra halus bertiup, dia yang telah naik seratus tahun silam sejenak
di suatu ujung atap tinggi di jembatan penyeberangan
berkibar bagaikan mumi tengkorak.
Puisi ini menceritakan sebuah permasalahan sosial yang diambil dari beberapa tema yang terdapat di dalam buku tersebut. Isinya berbicara mengenai tingginya tekanan sosial yang dirasakan oleh orang-orang Korea. Penyair menjelaskan bahwa persaingan untuk memperoleh sebuah jabatan atau kedudukan dalam dunia kerja maupun sebuah organisasi terlampau keras di Korea dan jika tidak berhasil mencapainya, bunuh diri dapat menjadi solusi pertama yang lumrah dilakukan bagi sebagian orang di sana.
Realitas yang tercermin dalam buku antologi Ikan Adalah Pertapa merupakan sebuah ironi yang terjadi bukan hanya di negaranya saja. Seperti yang disebutkan di awal, bahwasanya puisi haruslah mampu menjadi sebuah refleksi akan realitas sosial. Dengan adanya buku antologi Ikan Adalah Pertapa, pembaca seharusnya mampu bercermin dengan baik dan membenahi kekacauan yang tercermin di dalamnya, entah sebagai masyarakat awam maupun orang-orang yang memiliki andil dan mampu membuat kebijakan yang bisa mengubah keadaan. Setidaknya cermin dalam buku ini dapat bermanfaat untuk diri sendiri. Barangkali ke depannya, efek kupu-kupu mampu untuk menggerakkan dunia lebih luas lagi.
Banyak sekali makna yang dapat kita temukan di dalamnya tanpa perlu memilahnya satu-persatu. Semua yang didapatkan di dalam buku ini adalah benar dengan sudut pandangnya masing-masing. Buku antologi Ikan Adalah Pertapa berhasil dieksekusi dengan baik sehingga cocok untuk dibaca dan dipelajari oleh semua kalangan, terkhususnya pada yang memiliki ketertarikan lebih terhadap sastra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H