Mohon tunggu...
Tung Widut
Tung Widut Mohon Tunggu... Guru - Guru biasa

Guru suka repot

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tiban Bukan Lagi Upacara Meminta Hujan

17 Juni 2022   20:28 Diperbarui: 17 Juni 2022   20:30 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dawir Dipowiryo  Chanel

TIBAN BUKAN LAGI  UPACARA MEMINTA HUJAN

Tung Widut

Di Indonesia mengenal dua musim.
 Musim penghujan dan musim kemarau. Dua musim ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat yang sebagian besar mata pencaharian sebagai petani. Petani sangat memperhitungkan musim saat akan bercocok tanam.  Pengairan yang dibutuhkan  sangat tergantung turunnya hujan. Tanaman yang cocok pada musim hujan adalah padi. Segala jenis padi.
 
Musim kemarau yang datang sekitar  bulan  Maret sampai bulan Juli.  Perkiraan musim bisa berubah  yang disebabkan berbagai hal. Sehingga terjadi  musim  kemarau panjang.

Saat musim kemarau panjang ini ada beberapa daerah yang melakukan upacara tiban. Upacara yang bermaksud meminta hujan.Tiban adalah  dua orang laki-laki yang bertarung  mengunakan senjata. Senjata berupa pecut (segenggam  lidi yang diikat bagian bawah, bagian atas dianyam). Cara memainkan dengan menyabetkan  lidi pada tubuh lawan sekuat tenaga.  Sang lawan menangkalnya dengan melengkungkan pecut untuk melindungi diri.

Bagian tubuh yang boleh disabet dibawah leher sampai  pinggang dengan kondisi telanjang dada.  Sasaran utama pada punggung lawan.  Sehingga banyak pemain yang mengalami luka sabetan memerah pada punggung( galer, bahasa jawa), bahkan sampai berdarah. Pada bagian kepala boleh menggunakan pelindung berupa topi atau helm. Bagian bawah menggunakan celana panjang dan sepatu.  Yang berhasil menang, orang yang banyak menyabet lawan.  

Dua orang pemain yang maju diiringi musik sederhana. Alat musik yang digunakan kenong,  gong, saron, peking dan kendang sebagai pengendali musik iringan. Musik jaranan. Nyanyian yang dikumandangkan lagu  yang sedang trend saat ini. Biasanya aliran musik campursari.  Para pemain memasang kuda-kuda  sambil menyesuaikan musik yang dialunkan.  Saat inilah mencari  terlenanya musuh sampai bisa  menyabet lawan. Mereka merasa bangga bila terkena sabetan tapi tetap mampu bertahan.

Tiban sebagai upacara meminta hujan. Setelah diadakan tiban, diyakini hujan akan turun. Bahkan  sebelum tiban selesai kadang hujan deras sudah turun.

Sekarang ini tiban tidak hanya dilakukan sebagai upacara meminta hujan. Contohnya, sekarang ini sedang berlangsung tradisi tiban di  lapangan desa Pucung Lor, kecamatan Ngantru,  Tulungagung.  Bagi masyarakat sekitar yang ingin menyaksikan bisa datang besok pagi di tempat yang sama.

Saat ini hujan masih turun tiap hari. Hujan disertai angin masih menghiasi alam.  Inilah bukti kalau seni tiban bukan sekedar tradisi meminta hujan.   Tapi  sudah bergeser fungsinya. Bergeser dari upacara tradisi menjadi  seni pertunjukan.  Seni yang juga  mewadahi para jawara.

Aslinya,  tiban dilakukan di tanah. Penonton  mengitari  jawara yang bertarung. Sekarang ini tiban diadakan di atas panggung yang sangat tinggi. Sekitar 3 sampai 4 meter. Panggung yang terbuat dari bambu dan dikelilingi pagar seperti ring tinju.  Bertujuan agar ketika  terjadi  ketidakpuasan  suporter, tidak bisa naik ke panggung untuk membuat onar.  Demi keamanan ini telah panggung  dibuat tinggi dan berpagar.  

Siapa saja yang boleh di atas panggung?  Yang boleh berada di atas panggung, dua jawara sebagai pemain, satu orang wasit, dan dua orang pendamping dari jawara. Yang lainya berada di bawah panggung termasuk komentator.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun