Mohon tunggu...
Widyan Widoseno
Widyan Widoseno Mohon Tunggu... Freelancer - senang dunia otomotif dan hobi road trip

baru berani bicara kalau sudah merasakannya sendiri, kalau masih sebatas teori selalu mendiskusikannya dengan orang yang lebih pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Mental yang Tidak Siap Pada Pemilik Kendaraan Baru

22 April 2016   06:46 Diperbarui: 22 April 2016   07:34 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: carwale.com"][/caption]Lihatlah kemajuan industri otomotif di Indonesia yang sangat cepat, khususnya di ibukota seperti Jakarta. Setiap hari berlalulalang mobil dan motor yang masih beraroma pabrik. Jakarta memang menjadi cermin sebagai kota untuk pencapaian sebuah kemapanan ekonomi, salah satunya memiliki sebuah kendaraan pribadi mobil atau motor. Tetapi mempunyai mobil dan motor baru itu tak sebanding dengan kematangan mental dan etika pengemudinya. Lihat saja, jumlah motor yang semakin banyak dan baru-baru tetapi yang mengemudinya sangat tidak beraturan, jauh dari kehati-hatian, salip sana salip sini, dan tiba-tiba belok atau berhenti. Begitu juga dengan mobilnya, saat ini berbagai merek dengan harga yang murah juga merajarela. Sering, saya atau anda melihat mobil-mobil baru terkadang suka sembarangan ketika di jalan raya, kadang terlalu ketengah dan pelan, jadi susah kalau ingin mendahului, kadang terlalu ke kiri, suka bikin macet karena menghalangi jalan motor, bahkan sampai memutar balik seenaknya layaknya mengemudikan motor. Mungkin pengemudinya lupa kalau ia sedang membawa mobil, bukan motor.

Kita pasti merasa risih melihat pengemudi-pengemudi semacam ini, karena minimnya pengetahuan berlalulintas dan sifat sembarangan yang dimilikinya dapat membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Jimat utama di jalan raya yaitu SIM sepertinya hanya formalitas belaka sebagai syarat usia dibolehkannya mengemudi, tapi pembekalan aturan-aturan lalulintas dan etika-etikanya masih jauh dari ketetiban. Seharusnya ada kerjasama dari pihak produsen dan kepolisian dalam mensosialisasikan mengenai tertib lalulintas. Karena yang terlihat selama ini antara produsen kendaraan dengan kepolisian seolah-olah saling membuang muka. Pihak produsen hanya fokus pada target penjualan, pihak kepolisian pun mensosialisasikan hanya sebatas formalitas. Namun yang terpenting adalah karakter pengemudi itu sendiri, karena jalan yang digunakan adalah jalan bersama, sikap toleransi dan saling mengalah harus diutamakan. Mempelajari aturan-aturan lalulintas dan sikap-sikap toleransi di jalan raya sangat penting demi keselamatan bersama.

Memiliki kendaraan impian memang hak setiap orang, tetapi ketika sudah berada di jalan raya harus menggunakan rasa kebersamaan sebagai pengguna jalan. Karena alasan buru-buru, kejar TKD (tunjangan kerja daerah), atau takut potong gaji karena absen telat, seseorang jadi sembarangan mengemudikan kendaraan, terobos lampu merah, naik trotoar, parkir sembarangan, dan masih banyak lagi. Supaya hal itu tidak terjadi, pandailah mengira-ngira waktu perjalanan menuju tempat tujuan dan menyesuaikan  kendaraan apa yang kita gunakan, mobil atau motor. Semoga lalulintas di Indonesia khususnya ibukota Jakarta bisa menjadi lalulintas yang tertib dan penuh sikap kebersamaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun