Darah itu merah, Jenderal! ABG sebelum tahun 1998 atau era reformasi pasti sangat akrab dengan ungkapan itu. Masih ingat? Ya, tepat! Itu adalah sebagian cuplikan dialog dalam film legendaris yang pada era Orde Baru semacam menjadi tontonan wajib. Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI.
Dulu film itu begitu fenomenal dan legendaris. Selalu diputar di TVRI setiap tanggal 30 September. Begitu legendarisnya sampai-sampai pada saat permainan dengan teman sebaya dulu, sering kali adegan - adegan ikonik dalam film itu ditirukan. Salah satunya adalah kalimat darah itu merah jenderal.
Dalam kalimat singkat itu, tergambar dan terwakili bagaimana peristiwa G 30 S PKI yang terjadi pada tahun 1965 itu. Peristiwa berdarah yang memakan korban tujuh perwira tinggi TNI.Â
Film itu merujuk pada peristiwa besar pada tahun 1965. Dimana secara umum PKI dianggap sebagai dalang dibaliknya. Sebuah sejarah kelam yang harus dilalui bangsa ini setelah memperingati 20 tahun kemerdekaanya. Dari peristiwa itu, lahirlah sepuluh Pahlawan Revolusi. Juga pembubaran Partai Komunis Indonesia.
Yang menonjol dari film itu adalah adanya penggambaran kesadisan dari para pemberontak yang menculik para jenderal. Ada yang ditembak, disilet, dan sampai ada yang disundut rokok.Â
Dilansir pikiran-rakyat.com, 30 September 2020, film ini dibuat berdasarkan versi resmi pemerintah pada saat itu berkaitan dengan peristiwa 30 September 1965. Budget yang dikeluarkan adalah sekitar 800 juta rupiah, sebuah biaya yang cukup besar pada saat itu.
Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI tersebut dirilis tahun 1984. Sejak saat itu film ini menjadi tontonan wajib setiap 30 September. Sampai pada masa akhir orde baru pada tahun 1998. Dilansir detik.com, 26 September 2020, Menteri Penerangan pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, Yunus Yosfiah, memutuskan untuk menghentikan penayangan film tersebut di televisi karena ada permintaan dari masyarakat untuk menghentikan penayangan itu.
Salah satu yang sangat melekat pada film G 30 S PKI tersebut adalah penggambaran penyiksaan para jenderal. Ada perdebatan seputar adanya penyiksaan sesuai dengan yang ada di film. Tetapi meski demikian, adanya penyiksaan itu sepertinya memang ada, meski mungkin tidak sama persis di film. Dilansir detik.com, 26 September 2020, dari tujuh jenderal yang ditemukan tewas di Lubang Buaya, 6 diantaranya meninggal karena luka tembak. Satu diantaranya meninggal karena luka tusukan benda tajam.
Yang menjadi kritisi dari film itu adalah keakuratan fakta sejarah di dalamnya. Juga pemakaian film itu sebagai alat propaganda pemerintah Orde Baru kala itu.
Memang banyak teori konspirasi bermunculan pada peristiwa itu. Tetapi adanya PKI sebagai dalang dibalik peristiwa itu sangat sulit untuk dibantahkan. Karena memang sebelum-sebelumnya Partai Komunis Indonesia itu kerap melancarkan cara - cara berdarah dan kejam dalam sepak terjangnya. Salah satunya adalah pemberontakan di Madiun pada tahun 1948.