Tak biasanya saya malas menonton laga tim nasional, seperti yang saya lakukan Senin malam (4/12). Apalagi kali ini bertajuk pertandingan internasional, dengan lawan sekelas Mongolia. Biasanya, sebelum laga berlangsung saya sudah bersiap, termasuk kosongkan jadwal dan siapkan cemilan. Namun, tadi malam saya hanya tahan selama 3 menit, sebelum memilih mematikan televisi, lalu menyalakan lagi untuk menonton Gal Gadot beraksi sebagai Wonder Woman.
Saking kesel-nya lihat kondisi lapangan, sampai warganet berkreasi dengan membuat beragam meme, salah satunya seperti di bawah ini. Apa yang Kompasianer pikirkan melihat lapangan seperti ini?Â
Kedua pelatih juga mengomentari kondisi lapangan, yang membuat para pemain kedua kesebelasan mengalami cedera. Gavin Kwan Adsit menjadi "wakil" pemain Indonesia yang cedera pada pertandingan semalam, yang tak ubahnya seperti bermain di sawah.Â
"Pertama-tama, saya pikir kami mengerti esensi penyelenggaraan turnamen ini. Tapi kami tidak bisa main sepak bola dalam situasi seperti ini (kondisi lapangan berlumpur. Banyak pemain kami yang cedera dan juga saya pikir pemain Indonesia ada yang cedera. Kondisi turnamen seperti ini patut dipertanyakan," ujar Weiss, pelatih Mongolia, usai pertandingan.
Menanggapi buruknya lapangan, pelatih Indonesia, Luis Milla juga bersuara:
"Gavin cedera karena kondisi lapangan kurang baik [berlumpur]. Saya sedih tapi saya senang dengan prestasi anak-anak saya dengan permainan malam ini," ujar Milla usai pertandingan.
Menurut saya, ada baiknya ke untuk laga terakhir, kalau masih memungkinkan, bisa disiapkan lapangan lain dengan kondisi lebih layak. Siapapun tim yang main, baik laga sore maupun malam hari, akan sangat kasihan dengan lapangan yang jelek seperti itu. Selain pemain rentan dengan cedera, pertandingan jadi tak enak ditonton. Nama Indonesia juga bisa "rusak" karena dianggap kurang siap menyelenggarakan turnamen yang mengundang pada peserta dari negara lain.Â
Bagi tuan rumah, kelak jika ingin mengadakan event serupa, baik meneruskan dengan nama yang sama, atau berganti nama, bisa membuat tim-tim dari negara lain mikir-mikir untuk memenuhi undangan turnamen, mengingat pengalaman buruk saat bermain dengan lapangan yang tidak layak untuk menggelar partai internasional.
Semoga panitia pelaksana (panpel) benar-benar menyampaikan permohonan maaf kepada perwakilan dari semua peserta, termasuk Timnas Indonesia, mengenai kondisi buruknya lapangan untuk Tsunami Cup 2017 ini. Kalau hal ini diabaikan, atau dianggap tidak perlu, saya kok khawatir turnamen ini ke depan, jika akan dibuat lagi, akan "suram" karena sepi peminat.Â
Artikel ini saya akhiri saja, karena bingung mau menulis apa lagi---kehabisan kata-kata untuk menggambarkan kondisi lapangan tadi malam. Bagaimana panpel Tsunami Cup 2017? Bagaimana PSSI dan Menpora?